"I like it here, I say we don't move.
Well, it's nothing to brag about, but it's a room with a million views.
And if you want to hear 'I love you', then I'll tell you one more time."Set for Life - Trent Dabbs
Sudah seharian Hana bergelung di tempat tidur, hanya keluar kamar untuk mandi, bahkan tidak memakan kupat tahu yang dibelikan ibunya tadi pagi. Hana yakin sekarang bumbu kacangnya sudah cair, membuatnya semakin tidak napsu makan.
Konsol menyala di samping tubuhnya, menayangkan karakter yang berdiri di depan akuarium berisi berbagai macam hiu. Gagal menangkap spesies baru untuk museum di dalam gim setelah bermain selama satu setengah jam, perasaan Hana semakin kesal dibuatnya. Seharusnya Hana tidak perlu bertingkah begitu dramatisnya di depan Arthur, kebiasaannya untuk menimbun emosi terkadang menjadi jebakan makan tuan ketika meledak waktu yang tidak tepat.
Sekarang matanya terasa berat karena malamnya dihabiskan untuk menyelesaikan tangisan yang belum tuntas, pesan Arthur tidak dibalasnya karena merasa malu juga bersalah, dan pertengkarannya dengan Ryu karena Arthur dituduh menjadi tersangka utama Hana pulang dengan mata bengkak. Ibunya masih marah pada Hana atas sikapnya kemarin dan belum mau bicara dengannya, Ryu bertengkar dengannya pun, Dena malah asik menonton TV sambil mencamil roti dicelup susu cokelat. Jadilah Hana musuh seluruh warga rumah tepat di hari ketika dia menghabiskan waktu seharian di sana.
Hana mengembuskan napas, berharap stres yang dirasakannya turut keluar bersamaan dengan karbondioksida. Dia teringat pesan Arthur untuk tidak terlalu memusingkan segalanya, restu sudah dikantungi keduanya, persiapan pernikahan tinggal mencari WO yang tepat. Arthur dan Hana pun sudah yakin dengan perasaan mereka masing-masing. Tetapi, yang Hana tidak bicarakan pada Arthur adalah ketakutan gadis itu yang semakin menjadi setelah bertemu dengan ayahnya. Bayangan pernikahan yang karam melekat seperti parfum yang yang tidak benar-benar bisa Hana hilangkan.
Kapan dan bagaimana hubungan itu bakal hancur? Maut kalian, atau hal lain?
Kini kata-kata Gendhis yang bergilir muncul di kepalanya, lalu Hana merasa kesal sendiri. Arthur dan Gendhis selalu terdengar bijak, seperti orang dewasa seharusnya dan Hana hanya anak-anak yang dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya. Apa benar dengan pemikiran seperti ini Hana sudah siap menikah?
Hana mengembuskan napas dan bertanya pada dirinya sendiri, "Siap nikah itu yang gimana?"
Apa harus ditanyakan pada Arthur? Dan Arthur akan jawab apa? Atau mendengar Hana menanyakan itu malah membuat Arthur tertawa? Kalau dia menelepon Puri, pasti itu yang dilakukan sahabatnya.
Tidak lama, ponsel Hana bergetar. Hana menghiraukannya, berpikir itu hanya pesan masuk, tetapi ponselnya tidak berhenti. Tanpa melihat siapa nama peneleponnya, Hana menekan tombol terima dan mendekatkan ponsel ke telinga. "Halo?"
"SuTei, yuk," ajak Puri dari seberang sambungan telepon tiba-tiba. Hana terdiam sejenak, mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya hingga tiba di restoran sepadan dengan salah satu makanan kesukaan Hana itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jam Tangan Milik Arthur ✔
RomanceSemenjak kematian sang ayah tahun lalu, Arthur meninggalkan sekolah doktornya di London dan berkutat dalam keseharian sebagai penerus perusahaan milik kakeknya, Riezky Syah. Didahului oleh salah satu adik kembar ke pelaminan, Arthur membuat ibunya k...