"People started talking, putting us through our paces.
I knew there was no one in the world who could take it, I had a bad feeling."Dancing With Our Hands Tied - Taylor Swift
"Kamu minum apa?"
Arthur melirik Hana yang sedang meminum obat tablet lalu meneguk air mineral dari seberang meja. "Parasetamol, aku gak enak badan." Alis Arthur bertaut mendengarnya, kemarin di pesta pertunangan mereka, terlepas dari tidak nyaman dikelilingi banyak orang, Hana terlihat baik-baik saja. Hingga Arthur teringat perbincangan orang tua Hana.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Arthur dengan nada yang lebih khawatir dari sebelumnya.
Hana membalas tatapan Arthur dengan bingung. "Aku ... gak enak badan?" jawab gadis itu dengan pertanyaan, seakan tidak yakin apa yang ditanyakan Arthur ketika Hana baru saja menjelaskan kondisinya.
"Maksudku, orang tua kamu ...." Arthur membiarkan kalimatnya menggantung kemudian merutuki dirinya sendiri. Hana tidak membahasnya lagi sejak kemarin, lalu kenapa ia harus mulai membicarakan itu. Hanahanya mengangkat bahu dan tersenyum pada Arthur, lalu kembali melihat-lihat nama yang tertera pada kotak undangan yang Alta dan Dena minta dikirimkan langsung oleh Arthur dan Hana. "Kamu gak bilang kenal sama Teh Gemma sedekat ini."
Hana menunjukkan kotak undangan dengan tali yang mengikat sepotong kertas bertuliskan Gemima Lazuardi dan keluarga. Sesungguhnya, Arthur pun tidak tahu ibunya akan mengundang anak-anak dari mendiang sahabat Erky. "Gemma anak dari sahabat Ayah, dia yang bantu kamu masuk ke REA, kan?"
Gadis itu terdiam setelah mendengar penjelasan Arthur, hanya mengenyampingkan kotak berisi undangan dari kaca, fountain pen, dan satu set tinta itu dengan hati-hati. Secara total, ada sepuluh undangan VIP dan empat di antaranya akan diantarkan oleh Hana dan Arthur hari ini; untuk Gendhis, Samuel, Puri, dan Gemma. Sebelumnya, Arthur dan Hana hanya tahu akan mengantarkan tiga sebelum Alta menelepon dan meminta untuk mengantarkan satu lagi.
"Hana, kalau kamu gak nyaman buat anterin undangannya, biar aku aja," tawar Arthur meski sebenarnya Arthur tidak begitu menyukai kemungkinan bahwa Vian akan datang ke pernikahan mereka. Tapi, rasanya tidak benar juga menolak mereka sebagai tamu Alta hanya karena pria itu adalah mantan pacar Hana. Hana menggelengkan kepalanya, lalu menjawab enteng, "Enggak, aku kira kamu bakal cemburu kalau Vian dateng."
Tunangan Arthur itu berdiri dan mengambil dua kotak, kemudian berjalan keluar rumah Alta. Arthur mengambil kunci mobil di meja dan membuka kunci mobil sebelum menaruh kembali kunci ke meja. Pria itu lalu mengambil dua kotak yang tersisa dan menyusul Hana. Sesampainya di depan mobil, Arthur melihat Hana sedang menaruh dua kotak yang di pegangnya ke kursi belakang. Wanita itu lalu mengambil dua kotak yang dipegang Arthur dan menjejerkan kotak-kotak itu dengan rapi.
"Gak akan kenapa-kenapa, kan, ya?" gumam Hana, matanya bolak-balik melihat kotak-kotak di kursi.
"Enggak. Tapi, biar lebih aman coba aku cari rafia," Arthur menenangkan. Ia lalu masuk kembali ke dalam rumah dan menanyakannya kepada salah satu pembantu rumah tangga Alta. Arthur memaklumi Hana yang ingin ekstra hati-hati setelah Arthur memberikan lembar tagihan yang harus dibayar untuk undangan pada Hana atas permintaan gadis itu yang ingin menjaga total pengeluaran untuk pernikahan mereka. Sebenarnya undangan tidak harus menggunakan kotak karena kartu saja cukup, Arthur dan Hana setuju, tetapi Alta mengerjai Arthur dan memesan undangan bersama Dena setelah daftar tamu sudah terkumpul tanpa sepengetahuan anak-anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jam Tangan Milik Arthur ✔
Roman d'amourSemenjak kematian sang ayah tahun lalu, Arthur meninggalkan sekolah doktornya di London dan berkutat dalam keseharian sebagai penerus perusahaan milik kakeknya, Riezky Syah. Didahului oleh salah satu adik kembar ke pelaminan, Arthur membuat ibunya k...