"My twisted knife, my sleepless night.
My win-less fight, this has frozen my ground."hoax - Taylor Swift
Pintu ruangan bersalin yang tidak kunjung terbuka setelah satu jam membuat Arthur gelisah. Setelah kelahiran Cika yang dilewatkannya karena sedang ada pertemuan klien di luar kota, ini adalah pertama kalinya Arthur menunggu orang yang disayanginya melahirkan.
Begitu sampai di rumah sakit, Arthur langsung menelepon Alta untuk memberitahukan keluarga Gendhis mengenai persalinan sahabatnya itu. Tapi, seperti yang Arthur duga, keluarga Gendhis tidak ada satu pun yang sudi datang. Alta bilang mereka hanya berterima kasih karena sudah memberi tahu dan menutup teleponnya. Akhirnya, Alta yang menemani Gendhis dalam proses persalinan.
Arthur kesal, Gendhis menikah dengan Johan akibat dari desakan keluarga Gendhis pula dan sekarang, setelah semua berakhir seperti ini, Gendhis malah dibuang seperti mata uang yang sudah tidak berlaku. Meski di sisi lain, tidak ada yang bisa Arthur lakukan selain membantu dan mendukung Gendhis.
"Arthur." Suara di tengah napas tersengal yang bisa Arthur kenali di mana pun itu akhirnya mampu membuat Arthur berpaling dari pintu ruang bersalin. Arthur berdiri, menghampiri, dan memeluk Hana yang berdiri tidak jauh darinya. Baru dua jam setengah yang lalu mereka bertemu, tetapi ketika dilalui dengan menghitung detik, rasanya sudah begitu lama bagi Arthur.
"Kamu pucat banget," komentar Hana saat melihat wajah Arthur selepasnya tautan tangan Arthur dari punggung Hana. Tangan kanan Hana beranjak ke pipi Arthur dan mengusapkan ibu jarinya perlahan. Arthur mengembuskan napas, mencoba mengatur napasnya. Ketika melihat wajah Hana dengan jelas, barulah Arthur bisa bernapas secara sadar setelah tercekat begitu lama. "Gendhis kesakitan banget tadi."
Hana tersenyum lembut, cukup untuk membuat separuh rasa khawatir menguap. "Gendhis kuat, Mama juga ada di dalem. Aku yakin dia baik baik aja."
Mengangguk, Arthur membiarkan dirinya mempercayai Hana dan menanggalkan perasaan khawatirnya yang tersisa. Mereka menunggu, duduk bersisian menghadap ke ruang bersalin untuk menunggu berita dari Alta atau dokter.
"Kamu nanti kalau hamil terus ngelahirin apa kayak gitu juga?"
Sejenak senyap sebelum Arthur mendengar tawa kecil keluar dari bibir Hana. "Semoga aja nanti gak sakit banget."
"Apa ada caranya biar gak sakit? Lihat Gendhis tadi aja ... gimana lihat kamu nanti," Arthur bertanya-tanya, lalu merasakan tengkuknya meremang yang kemudian diusapnya dengan tangan kiri sedangkan tangan lainnya menggenggam tangan Hana.
"Kita nikah aja belum, kamu mikirnya kejauhan," gumam Hana pelan. Ketika Arthur melihat ke arah gadis itu, Hana sedang memalingkan wajah. Satu ciri khas Hana jika merasa malu dan tidak mau memperlihatkan wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jam Tangan Milik Arthur ✔
RomanceSemenjak kematian sang ayah tahun lalu, Arthur meninggalkan sekolah doktornya di London dan berkutat dalam keseharian sebagai penerus perusahaan milik kakeknya, Riezky Syah. Didahului oleh salah satu adik kembar ke pelaminan, Arthur membuat ibunya k...