"Even on my worst day, did I deserve, babe,
All the hell you gave me?
'Cause I loved you, I swear I loved you,
'Til my dying day."my tears ricochet - Taylor Swift
Setelah pertengkarannya dengan Arthur kemarin, Hana baru bangkit dari duduknya pukul sembilan pagi. Kemudian, tanpa mengisi ulang daya ponsel yang mati, Hana naik ke tempat tidur dan berbaring di atas bantal milik pria yang membuatnya kembali menitikan air mata hingga petang menuju malam.
Tangisan yang tidak berhenti dan tanpa asupan hampir satu hari penuh membuat sakit kepala Hana semakin parah. Dia memuntahkan asam lambungnya ke mangkuk toilet, membuang apa pun yang tersisa. Lalu, lagi, ketika dia mencoba makan malam yang dibuatkan oleh Mala, pikirannya yang bertanya-tanya sampai kapan Arthur akan meninggalkannya sendiri membuat rasa mual itu kembali.
Saat menatap air yang mengalir dari keran, Hana mendengar pintu apartemennya dibuka dan suara Alta yang mengucapkan salam. Hana membalas salam itu dan menghampiri ibu mertuanya, menyalami beliau.
Hana tahu keadaannya kacau, Mala sempat menanyakannya ketika datang tadi sore. Namun, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir Alta selain memandang Hana dalam diam dengan mata yang diliputi emosi yang tidak dapat Hana kenali.
"Mama sendiri ke sini?" tanya Hana, memecah keheningan di antara mereka.
Alta mengangguk. "Mama dengar Ayah kamu masuk rumah sakit?"
"Iya, Ma."
"Arthur di mana?" tanya Alta lagi. Menelan ludah, Hana menjelaskan bahwa karena Hana berbohong pada Arthur, suaminya pergi tadi malam. Namun, Hana tidak mendapatkan reaksi apa pun. Bibirnya masih bungkam saat menuntun Hana ke ruang tengah. Wanita paruh baya itu mengeluarkan ponselnya dan menekan tombol beberapa kali sebelum meletakkannya di meja. Suara telepon yang belum tersambung memenuhi ruangan, kemudian Hana terkejut mendengar suara Arthur yang menyahut, memanggil mamanya.
"Pulang, Arthur," ujar Alta tanpa menjawab salam dari Arthur.
Sambungan telepon itu senyap untuk beberapa saat, sebelum suara Arthur kembali terdengar. "Mama ada di mana?"
"Lagi sama istri kamu yang sekarang wujudnya sudah kayak penampakan," ujar Alta ketus pada Arthur, lalu dengan bertanya pada Hana, "Kamu udah makan hari ini?"
Hana tidak mengatakan apa pun. Sejujurnya, Alta yang sedang marah membuatnya takut karena marahnya wanita itu tidak mengomel seperti Dena. Tidak lagi menunggu jawaban Hana, Alta memerintah anak sulungnya, "Pulang. Mama tunggu di apartemen."
"Ma—"
Suara Arthur terpotong oleh Alta yang memutuskan sambungan, ibu mertuanya tampak tidak menerima alasan. Hana tidak ingin memaksa Arthur jika pria itu masih belum mau menemuinya dan menyuarakannya pada Alta, tapi ibu mertuanya itu tidak menerima alasan Hana untuk meninggalkannya sendirian di apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jam Tangan Milik Arthur ✔
RomanceSemenjak kematian sang ayah tahun lalu, Arthur meninggalkan sekolah doktornya di London dan berkutat dalam keseharian sebagai penerus perusahaan milik kakeknya, Riezky Syah. Didahului oleh salah satu adik kembar ke pelaminan, Arthur membuat ibunya k...