"You learn my secrets and figure out why I'm guarded.
You said we'll never make my parents' mistakes."Mine - Taylor Swift
Hana selalu kesulitan menunjukkan perasaannya, paling tidak itu yang kebanyakan orang yang mengenalnya katakan. Terutama jika bukan dengan teman yang benar-benar dekat dengannya, berinteraksi dengan Hana membutuhkan perhatian khusus untuk mengetahui apa yang benar-benar dipikirkannya. Gadis itu terkadang penasaran bagaimana pemikiran orang lain terhadapnya.
Ketika Arthur mengajaknya membeli kopi sepulangnya mereka dari kantor kemarin, semua orang seperti membicarakan dirinya. Tidak, bukan Hana yang paranoid. Tapi, tentu, Arthur menggenggam tangannya melewati lobi depan yang masih penuh sesak dengan pegawai yang baru saja akan pulang. Mereka tentu tidak mengenal Hana, dia hanya seorang pegawai baru. Tapi, tidak ada yang bisa mengabaikan Arthur.
"Kamu beneran jadian sama Pak Arthur?"
Seperti yang dilakukannya kemarin ketika menanyakan kehidupan pribadinya, Sarah menarik kursi dari meja yang kosong di sampingnya dan menatap lurus ke arah Hana.
"Maaf?" tanya Hana, berpura-pura tidak mendengar perkataan wanita di sampingnya. Mencoba memfokuskan diri dengan pekerjaan yang diminta Sarah sebelumnya. Sarah hanya menatap Hana dan tidak mengulang perkataannya, cukup membuat Hana tidak nyaman dan menghentikan jari-jarinya, membuat mereka menggantung di atas keyboard.
"Bu?" tanya Hana lagi.
Sarah tertawa kecil lalu menggelengkan kepalanya. "I won't bother you. Nanti aja aku tanya Rubi sewaktu makan siang."
Dengan itu, Sarah pergi meninggalkan Hana yang menghela napas dengan amat pelan. Kemudian menjepit tulang hidungnya seakan mencegah rasa frustasi kembali masuk melalui udara yang dihirupnya. Hana kesal, tapi dia juga tidak bisa benar-benar menyalahkan Arthur atas kejadian kemarin karena pria itu membuatnya merasa lebih baik setelah menceritakan semuanya.
Ia bahkan menceritakan semua hal yang disembunyikannya dari Puri mengenai Vian. Semuanya terus meluncur dari bibir Hana seakan menceritakan hidupnya pada Arthur adalah hal yang paling natural yang selalu dia lakukan dalam hidupnya. Sesampainya di rumah pun, Hana dapat merasakan bahwa perasaannya membaik. Dia tidak merasa sesedih biasanya ketika dia bertengkar dengan Vian.
Hana melirik jam di sudut monitor komputer yang menandakan jam makan siang yang tinggal beberapa menit lagi. Gadis itu mengeluarkan kotak bekal dan bersiap untuk mengisi ulang air minum, tetapi ketika dia mendongak, sosok Arthur berdiri di depan ruangan legal dan menatap lurus ke arahnya. Meski Hana jelas-jelas sadar bahwa bukan hanya Arthur yang sedang menatapnya sekarang ini.
Entah hanya di dalam kepalanya atau bukan, Hana mulai mendengar suara bisik-bisik dari sekitarnya. Meski mencoba mengabaikannya, dia tidak suka akan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jam Tangan Milik Arthur ✔
RomanceSemenjak kematian sang ayah tahun lalu, Arthur meninggalkan sekolah doktornya di London dan berkutat dalam keseharian sebagai penerus perusahaan milik kakeknya, Riezky Syah. Didahului oleh salah satu adik kembar ke pelaminan, Arthur membuat ibunya k...