"It's you and me, that's my whole world.
They whisper in the hallway, "she's a bad, bad girl".
Oh, I just thought you should know."Miss Americana & The Heartbreak Prince - Taylor Swift
Di sela-sela memeriksa laporan pukul sebelas lewat tiga puluh menit, Arthur mendengar ponselnya berdering. Layar memunculkan 'Mama' dan Arthur mengangkatnya tanpa berpikir dua kali. Mamanya jarang sekali menelepon Arthur saat ia sedang di kantor, jadi Arthur pikir yang ingin disampaikan Alta penting. "Halo, Ma?"
"Arthur! Gimana Hana?" tanya Alta tanpa basa-basi.
Pria itu mengembuskan napas, terlupa bahwa mamanya meminta Arthur menghubungi ketika ia tidak begitu sibuk. Mamanya ingin mampir untuk meminta maaf pada Hana karena sudah memarahinya tempo hari. "Arthur baik, Ma. Mama gimana?"
"Udah dua hari, Arthur. Hana masih marah, ya, sama Mama?"
Kening Arthur hinggap di tangannya, dengan jari yang kemudian mulai memijit pelipis. "Hana gak marah sama Mama, dia akhirnya cuma mikir kalau semua ini salah dia. Sekarang udah enggak, tapi habis ribut-ribut itu sempat kepikiran."
"Kok, bisa gitu?" Mamanya itu terdengar heran yang Arthur pun tidak bisa menyalahkan, ia merasakan hal yang sama ketika Hana mengungkapkan isi pikirannya. "Gak tau juga ... Arthur gak ngerti alur pikiran Hana bisa sampai ke sana."
"Terus kalian pindahan gimana? Gak ada masalah, kan?" Arthur tidak bisa paham kenapa mamanya selalu spot on dalam menanyakan hal yang terjadi pada Arthur. Terkadang Arthur berpikiran bahwa mamanya itu menaruh kamera tersembunyi yang mengikuti gerak-geriknya, tapi rasanya tidak mungkin, Alta pasti merasa lebih baik melakukan salah satu dari seabrek hobinya.
"Hana tadi pagi nangis, bilangnya karena apartemen kita terlalu besar dan dia gak mau sendirian di sana. Ujung-ujungnya minta aku gak pergi," ujar Arthur jujur. Ia tidak berpikir menceritakan hal ini kepada siapa pun kecuali mamanya. Wanita yang satu itu seperti cenayang bisa menilai hubungan orang dengan tepat, seperti ketika Alta bertanya pada adik perempuan Arthur keyakinannya untuk menikahi suaminya sekarang karena masih ada orang lain di hatinya.
"Kayaknya itu post-wedding blues, sama kayak Meidia dulu, tapi karena alasan yang beda. Asal kamu gak ke mana-mana dan temenin dia, harusnya gak lama," jelas mamanya kalem.
Arthur mengiyakan lalu berterima kasih atas saran yang diberikan, kemudian tiba-tiba teringat hal yang sempat dipikirkannya. "Vian sama Gendhis gimana, Ma?"
"Vian sama Gendhis? Ah ... Vian mau nikahin Gendhis, tapi Gendhis gak mau." Arthur hampir tersedak udara yang dihirupnya katika mendengar penuturan Alta. "Nikah?"
"Iya, Vian ngedatengin Mama kemarin, minta dianterin ke panti. Pas udah sampai sana dan ketemu Gendhis, ditolak mentah-mentah kayak kamu dulu." Tawa Alta kemudian terdengar dari ujung sambungan sementara Arthur mengusapkan tangan kanan menuruni wajahnya, tidak habis pikir mamanya bisa menertawakan situasi ini. "Ini serius, Ma. Kok, diketawain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jam Tangan Milik Arthur ✔
RomanceSemenjak kematian sang ayah tahun lalu, Arthur meninggalkan sekolah doktornya di London dan berkutat dalam keseharian sebagai penerus perusahaan milik kakeknya, Riezky Syah. Didahului oleh salah satu adik kembar ke pelaminan, Arthur membuat ibunya k...