"Kiss me once 'cause you know I had a long night.
Kiss me twice 'cause it's gonna be alright."Paper Rings - Taylor Swift
Terlalu terang. Ketika Hana membuka matanya, cahaya yang terang berada di sekeliling membuat Hana semakin malas untuk membuka mata. Namun, tenggorokannya yang seperti menelan pasir menuntut Hana untuk bangun dan segera minum.
"Hana?" suara Arthur membawa kembali memorinya sebelum Hana tidak sadarkan diri. Mereka baru saja membicarakan apa yang terjadi di reuni dan sakit kepala yang menyerangnya beberapa hari terakhir memburuk saat Hana menahan agar air matanya tidak tumpah.
"Air," bisiknya.
Hana mendengar gemerisik, lalu bibirnya merasakan sesuatu yang berbentuk seperti sedotan. Dia tidak kuasa mengembuskan napas lega saat tenggorokannya teraliri air. Lalu, Hana mencoba membuka matanya lagi, memaksakannya meski cahaya matahari membuat kepalanya seperti dihantam bola basket berkali-kali.
Wajah Arthur mulai jelas terlihat meski awalnya terlihat ada dua kepala sebelum pandangannya mulai terfokus. Suaminya itu terlihat pucat, sepasang matanya begitu merah, Hana pikir Arthur habis menangis. Namun, ketika dilihat lagi, kantung mata yang terlihat jelas sepertinya mendukung teori bahwa Arthur tidak tidur semalaman. "Arthur gak tidur?"
"Aku gak bisa tidur sewaktu kamu pingsan," jelas Arthur, kemudian entah kenapa, mata pria itu terlihat berkilau ketika Arthur tersenyum. "Waktu subuh dokter datang bawa kabar kamu hamil, aku makin gak bisa tidur."
Mata Hana yang awalnya terbuka malas, sekarang terbuka begitu lebar hingga rasanya bola mata Hana akan loncat dengan cara yang mengerikan. "Hamil?"
"Hampir empat minggu." Arthur bangkit dari kursinya dan mencium dahi Hana untuk beberapa saat, lalu ketika kembali duduk Arthur masih menatapnya dengan senyum yang tidak kunjung memudar.
"Hamil?" tanya Hana lagi, masih merasa bingung dengan kabar yang diterimanya. "Aku hamil?"
Suaminya mengangguk dan tangan Hana refleks menyentuh perutnya, tidak ada tanda bahwa organnya berubah bentuk. Namun, tentu saja, dari penuturan Arthur, kandungannya baru menginjak tiga minggu, mana mungkin perutnya membesar begitu saja. Seingat Hana, semalam dia hanya merasa pusingnya tidak tertahankan lagi di tempat parkir dan tidak sadarkan diri begitu saja. "Aku pingsan tadi malem, janinku gak apa-apa?"
"Seharusnya gak apa-apa." Arthur menggenggam tangan Hana. "Tapi, harus ada tes lanjutan ...."
Hana menatap Arthur yang tidak melanjutkan kalimatnya dengan tatapan penasaran, jika ini mengenai kesehatan Hana, dirinya berhak tahu. Arthur mengembuskan napas, tangannya mengelus lengan Hana perlahan. "Kita pikirin aja kalau hasil tesnya konklusif, ya."
"Tes apa?" tanya Hana lagi.
"MRI, harusnya siang ini," jawab Arthur. Kebingungan, Hana bertanya dengan panik, "MRI? Emang aku kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jam Tangan Milik Arthur ✔
RomansaSemenjak kematian sang ayah tahun lalu, Arthur meninggalkan sekolah doktornya di London dan berkutat dalam keseharian sebagai penerus perusahaan milik kakeknya, Riezky Syah. Didahului oleh salah satu adik kembar ke pelaminan, Arthur membuat ibunya k...