chapter 22

18.4K 1.5K 33
                                    

Sudah hampir jam 3 pagi, tapi matanya tak kunjung mau terpejam. Rendra sudah berusaha memejamkan nya tapi tetap saja dia tidak bisa tidur, pikiran nya selalu kembali pada kejadian tadi di taman.

Rendra sadar ucapan nya tadi sudah menyakiti Lara, dia juga tidak tahu kata kata tadi keluar begitu saja tanpa bisa ia cegah, Rendra tadi belum bisa mengontrol emosi nya ketika Lara menemui nya ditaman. Membuat nya mengeluarkan kata kata yang bisa saja menyakiti hati Lara.
Rendra menyesal untuk itu, dia tau semua ini tidak sepenuhnya kesalahan Lara, dia juga bersalah karena terlalu sibuk jadi tidak bisa lebih memperhatikan anak anak nya.

Rendra sangat tau bagaimana usaha Lara selama ini untuk mengurusi anak anak, selama menjadi istrinya hampir empat bulan ini dunia Lara hanya sekitar rumah, sekolah anak anak dan pasar karena Lara paling suka belanja keperluan dapur di pasar yang dekat dengan komplek rumah. Lara tidak pernah melewatkan sehari pun tanpa mengurus rumah dan anak anak.
Harusnya satu kesalahan ini tidak membuat usaha Lara selama ini hilang dan seolah tak terlihat. 
Rendra menguar rambut nya kasar, kepala nya mendadak jadi terasa pening.

Lara tidak kembali ke kamar setelah pembicaraan mereka tadi, Rendra sempat menunggu nya dikamar, bermaksud berbicara lagi dan meminta maaf tapi nyatanya Lara tak kembali ke kamar.

Ia tadi sempat keluar mencari Lara, namun Lara sudah tak ada di taman lagi. Lalu Rendra berinisiatif mencari istrinya itu di lantai dua lebih tepat nya mencari di kamar Resya. Dan benar saja begitu ia membuka pintu kamar itu, Lara ada disana. Tidur memeluk Resya yang juga sedang tidur. Rendra menatap dua wanita berbeda generasi ini cukup lama. Mereka benar benar terlihat seperti ibu dan anak, ia tau Lara sangat tulus menyanyangi Reysa seperti anak kandung nya sendiri. Reysa lah satu satunya alasan Rendra menjadikan Lara sebagai istrinya. Kalau bukan karena Resya, ia mungkin belum menikah lagi saat ini.
Ia betulkan letak selimut bergambar kuda poni itu agar menutup tubuh keduanya dengan sempurna, sebelum kemudian Rendra keluar dari kamar itu dan kembali ke kamarnya.

*

Rendra terkejut, dan segera membalikkan badan begitu mendengar pintu  kamar terbuka kasar dan mendapati Lara tergopoh gopoh berjalan kearahnya.

"Ren, aku boleh ijin pulang ke jogja?" Kening Rendra terkerut, dia segera melepas sarung yang ia kenakan. Dia baru saja selesai menunaikan sholat subuh tadi ketika Lara masuk.

"Ke jogja? ada apa?"

"Ibu jatuh di kamar mandi, sekarang ada di rumah sakit, barusan Aby yang ngabarin"

"Bagaimana keadaan ibu?"

"Ibu gak sadar, aku mau ijin pulang untuk beberapa hari" tanpa berfikir lama Rendra mengangguk mengijinkan Lara pulang ke Jogja melihat keadaan ibu nya.

"Aku akan siapkan tiket nya." Rendra buru buru mengambil handphone di atas nakas menghubungi Aldi dan meminta tolong agar segera mencari kan tiket pesawat secepatnya.

"Anak anak gimana?" Lara tiba tiba teringat anak anak. Bagaimana anak anak kalau ia pergi.

"Begini saja, kamu bawa Resya ke Jogja. Nanti aku yang akan menelpon dan meminta ijin ke sekolahnya. Kalau Refi dan Reyfan biar disini saja, nanti biar nyusul kalian hari Jumat atau sabtu pagi."
Lara mengangguk.

"Terimakasih ya Ren, aku akan bersiap siap" Lara langsung buru buru membuka pintu lemarinya, tapi kemudian di tutup lagi. Lebih baik dia menyiapkan baju Resya dulu, kalau pakaian nya gampang, di jogja pun masih ada.

Rendra yang memperhatikan Lara sedikit mengiba, wajah Lara tidak sesegar hari biasanya, matanya terlihat sembab, Rendra tau pasti semalam Lara habis menangis. Belum lagi raut sedih dan khawatir yang tercetak jelas di wajah Lara. Membuat Lara terlihat berantakan pagi ini.

Lara CharanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang