chapter 24

18.7K 1.6K 49
                                    

"Aku turut berdukacita Ra untuk kepergian ibu"

"Terimakasih mas"

"Maaf baru sempat pulang, tidak bisa ikut menghadiri acara pemakaman ibu"

"Gak papa mas"

"Katanya Ibu gak sakit ya?" Tanya laki laki itu lagi.

"Iya, Ibu dalam keadaan sehat, beberapa bulan kemarin sempat operasi tumor otak tapi sudah membaik. Dua hari yang lalu ibu jatuh dikamar mandi lalu koma dan kemarin sore ibu meninggal" Lara menceritakan kronologis ibu nya meninggal pada pria didepannya.

"Allah lebih sayang ibu Ra, yang sabar ya.." senyum kecil terpatri di wajah laki laki muda itu.
Lara mengangguk, tak lupa senyum ia
berikan pada laki-laki di depannya.
Hening beberapa saat, mereka sedang berdiri dihalaman rumah Lara, ada beberapa orang yang masih lalu lalang membereskan sisa sisa tahlilan tadi.

"Kamu apa kabar ra? Aku dengar kamu sudah menikah?"

"Alhamdulillah baik, iya aku udah menikah."
Kepala laki laki itu hanya mengangguk kecil. Gurat kecewa tiba-tiba tercetak diwajahnya.

"Mas Ammar apa kabar? Kerja di Surabaya ya sekarang.?" Ya laki laki itu bernama Ammar, tetangga Lara dikampung. Rumah nya tidak jauh dari rumah Lara masih satu RW.

"Iya, aku di surabaya sekarang."

Hening...

Keduanya seperti sedang mencari cari pertanyaan lagi untuk memulai bicara.

"Selamat ya Ra, atas pernikahan mu"

"Terimakasih" lara menjawab singkat.

"Kata ibu, kamu menikah di Jakarta ya"

"Iya, di jakarta waktu ibu operasi di sana"
Ammar mengangguk.

"Yasudah aku masuk dulu ya mas, mau lanjut bantu di dapur"
Pamit Lara kemudian.

Laki laki itu mengangguk. Disusul lara yang meninggalkan nya masuk kedalam rumah.

Sepeninggal Lara, laki laki itu berbalik hendak melanjutkan beberes nya, namun tiba-tiba pandangan nya bertabrakan dengan seorang laki laki, laki laki berbaju koko putih. Ammar menundukkan kepala sebagai bentuk salam pada laki laki itu sebelum melanjutkan kegiatan nya tadi.

*

"Aku tidur dikamar Ibu aja ya"

"Kenapa memangnya?" Rendra bertanya

"Kasur aku sempit kalau buat berdua"

"Bisa kok kayaknya"

Lara memandang kasur nya, kasur busa dikamar nya ini ukuran nya hanya 120x200. Kalau untuk dia tidur sendiri kasur nya ini sudah lumayan luas masih bebas dan nyaman buat guling guling ke kiri atau kanan.

Tapi kalau buat berdua rasanya kasur ini terlalu sempit, kalau kamar Rendra di Jakarta kasur nya besar, mereka nyaman tidur berdua tanpa harus takut tersenggol atau bersentuhan apalagi Lara selalu meletakkan guling ditengah tengah mereka, bukan gimana gimana, ia hanya takut nanti tiba tiba saat tidur tanpa sadar memeluk Rendra karena ia kira guling. Karena itu Lara berinisiatif meletakkan guling di tengah tengah.

Nah kalau sekarang di kasur nya jangankan meletakkan guling. Tidur berdua saja pasti udah pas banget.

"Gak bisa kayak nya Ren, sempit"

"Bisa.."

*

Jam sudah hampir jam satu malam, Lara masih terjaga, matanya seolah olah tak mau terpejam. Posisi tidur sudah ia ubah ubah dari miring kiri miring kanan, telentang tapi tetap saja tak menemukan posisi nyamannya.
Hatinya berdesir tiba tiba ketika ia teringat ibu nya. Rasa kehilangan menyergap lagi, menarik nafas panjang dan mengeluarkan nya pelan seolah berusaha menetralkan segala gundah gulana di dalam hatinya.

Lara CharanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang