Refi duduk bersandar pada bahu Lara yang duduk disampingnya. Tubuh nya terlihat lemas.
Setelah tadi pagi diberi obat maag oleh Lara dan dibawa tidur sakitnya sedikit berkurang. Refi juga sudah mau makan siang, tapi sore hari sakitnya itu datang lagi, malah jadi bertambah parah.
Bahkan suhu badan refi juga ikut tinggi, anak itu juga memuntahkan makanan yang tadi ia makan. Lara jadi khawatir melihat keadaan Refi saat itu.Akhirnya pada sore harinya Lara membawa Refi ke rumah sakit. Awalnya Refi tidak mau, bahkan menangis disela sela sakit nya.
Refi ini paling takut dengan jarum suntik, dia paling tidak suka kalau harus ke rumah sakit. Tapi kondisi Refi sudah mengkhawatirkan yang mau tidak mau Lara tetap harus membawa Refi periksa ke dokter.Mereka saat ini sedang duduk mengantri di depan poli dokter umum. Duduk bersebelahan. Refi menyandarkan kepalanya pada bahu Lara, tubuh nya lemah, tangan Lara terulur merangkul pundak Refi mengusap punggung kecilnya pelan.
Mereka benar benar terlihat seperti ibu dan anak kandung sungguhan.Tak berselang lama, giliran refi diperiksa tiba, Lara ikut masuk kedalam ruang pemeriksaan, kentara sekali raut wajah takut Refi saat masuk keruang periksa. Tangannya tak lepas menggenggam tangan Lara.
Lumayan lama Refi diperiksa, dokter mencurigai ada peradangan di usus nya dan untuk menegakkan diagnosa nya Refi diminta melakukan beberapa tes selanjutnya.
Refi sudah ketakutan ketika dokter meminta nya untuk tes darah, membayangkan jarum suntik menembus kulit nya membuat refi tak berhenti merengek sejak keluar dari ruang dokter, berharap dengan rengekan nya dia tidak jadi diminta untuk tes darah. Tapi mau seberapa gigih usahanya tes darah itu tetap dilakukan guna memeriksa jumlah sel darah putihnya yang menandakan adanya infeksi atau tidak pada tubuh nya.Lara sedari tadi berusaha menenangkan Refi, menemaninya dengan sabar, memegangi tubuh Refi yang berontak ketika hendak disuntik, padahal seingat Lara Resya dulu gak seperti ini ketika sakit, nangis iya tapi gak memberontak heboh seperti Refi sekarang. Baru kali ini Lara melihat sisi kanak kanak dari Refi. Biasanya anak itu terlihat mandiri, tak takut apapun dan selalu terlihat kuat.
*
Sore sudah berganti malam ketika Refi selesai melakukan serangkaian tes. Dan pada akhirnya dokter meminta Refi untuk opname malam ini juga karena hasil diagnosa ada peradangan pada usus buntu nya. Sehingga Refi harus dioperasi.
Sudah bisa dibayangkan betapa histeris nya Refi ketika tau bahwa dia harus dioperasi. Sedari tadi mulut nya tak berhenti bergumam kata takut, takut dan takut.
Refi sudah berada di ruangannya, anak itu sudah tidur setelah merengek nangis tadi.
Lara menghela nafas pelan, ternyata membujuk dan memberi pengertian pada Refi jauh lebih sulit daripada Resya. Refi terlampau takut pada jarum suntik. Tapi Lara bersyukur Refi masih mau menerima bantuannya, Refi menumpahkan kegelisahan dan ketakutan nya pada Lara tadi, Lara benar benar merasa diterima dan dibutuhkan oleh Refi saat ini.Lara beralih dari memandang Refi yang tertidur ke ponsel yang ia letakkan diatas meja.
Dia belum menghubungi siapa pun sedari tadi karena hectic nya tadi sore di rumah sakit.
Ia menekan salah satu kontak pada handphone nya, menghubungi nomer rumah."Resya udah makan?"tanya Lara pada Reysa, setelah tadi berbicara sebentar dengan bi Tini untuk mengabarkan keadaan Refi, kini Reysa sudah mengambil alih telepon itu.
"Sudah, miss kok belum pulang?"
"Iya, kak Refi sakit harus menginap di rumah sakit, Reysa di rumah dulu ya sama bibi"
"Resya mau kerumah sakit" pinta Resya lengkap dengan rengekan nya.
"Iya boleh tapi besok pagi aja ya ke rumah sakit nya, sekarang udah malam. Resya di rumah dulu sama bibi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lara Charanya
RomanceLara Charanya anak pertama dari keluarga yang sederhana, sejak usia 20 tahun dia sudah menjadi tulang punggung keluarga, bekerja sekuat tenaga nya dari pagi sampai malam demi memenuhi kebutuhan keluarga. Namun siapa yang menyangka pekerjaan nya seb...