Pengakuan

225 34 1
                                    

So if you see her
Tell her I'd do anything, I need her
I know I'm not perfect but we were
She says she doesn't love me, don't believe her
If you see her

If you see her
-Lany-

***

"Ok, dek, udah clear ya semuanya. jangan lupa jadwal kamu udah padet sampe minggu depan" kata bu Dinda sambil membereskan berkas - berkas sisa meeting mereka hari ini.

Sejujurnya Iqbaal tidak terlalu fokus dengan apa yang sedang mereka bicarakan. Samar - samar Ia mendengar Bu Dinda membuat jadwal untuk pekerjaannya. Dalam beberapa bulan kedepan, mereka harus sudah menyelesaikan project - project yang sudah di sepakati, sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada semua pihak yang sudah Taken Contract dengan mereka sebelum ia kembali ke Melbourne untuk melanjutkan kuliahnya. Sementara ibu sibuk menyocokkan jadwal, mencoret - coret, menulis ulang di papan white board di hadapannya, ia malah sibuk memikirkan Lia. Lama - lama ia merasa Lia seperti  black magic women yang membuatnya tidak bisa berhenti memikirkannya.

"Dek? kamu denger?" Tanya Ibu memecah lamunannya.

"Eh?, iya, atur aja gimana baiknya, aku ikut aja" katanya datar.

Iqbaal benar - benar tidak tahu bagaimana caranya memulai pembicaraan dengan Ibu. Tapi keinginannya untuk mengatakan yang sebenarnya tentang  perasaannya kepada Lia, juga tentang hubungan pura - puranya dengan Zidny. Meski ini bukan waktu yang tepat, tapi ia harus. Karena Setelah pembicaraan terakhirnya dengan Lia membuatnya terus kepikiran. Benar kata Lia "Bagaimana kalau tidak ada waktu yang tepat?" bukankah itu berarti ia yang harus membuatnya? making the right time, membuat waktu yang tepat untuk segera menyudahi permainan, dan saatnya kembali ke dunia nyata. Lagi pula ia sudah sangat lelah harus terus berpura - pura dengan Zidny. Ia tahu rahasia mereka bisa terbongkar kapan saja, sebelum itu terjadi, lebih baik ia yang menyampaikannya langsung, ia tidak ingin ibu tahu dari orang lain. lagi pula, ia lah yang bersalah, ia lah yang selalu membuat kekacauan, jadi kali ini biarkan ia bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.

"Bu..."

"Hmm?" ibu menyahut tanpa memandang Iqbaal, ia masih sibuk dengan kertas - kertas dan dokumen di tangannya.

"Kenapa? ada yang mau kamu tanya? ada jadwal kamu yang bentrok?"

"Enggak bu, semuanya udah oke"

"Jadi?"

"Hmm... Mungkin ibu agak kaget dengernya, tapi aku harus bilang ini"

Iqbaal menghela nafas panjang, ia sudah siap dengan reaksi apapun yang di berikan ibu kepadanya. Meskipun ia sudah cukup bisa menebaknya. Ibu pasti marah.

"I think i'm going to date Sasha, Bu" katanya yakin.

Ibu berhenti menulis, meletakkan ballpoint-nya di atas meja, lalu seketika air mukanya berubah. Ia memandangi Iqbaal, mungkin tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.

"Maksud kamu apa? Sasha siapa?" Tanya ibu, nada bicaranya sudah mulai berubah, tanda bahwa ia tidak suka dengan topik pembicaraan ini.

"Lia bu, Venesha Prescilla" Iqbaal menekankan nama Lia agar ibu bisa mendengarnya dengan jelas.

Ada hening sepersekian menit di antara mereka, meski Ibu menatapnya dengan tajam, Iqbaal tetap pada pendiriannya. Berusaha tenang dan tidak terbawa emosi. Ia tahu ibu tidak mungkin bisa menerima apa yang baru ia katakan secepat ini.

"Ngaco kamu, kamu kan udah ada Zidny" suara ibu terdengar mulai meninggi.

"Aku sama Zidny ga pernah pacaran bu, we're really friends only, ga lebih" kata Iqbaal masih mencoba bicara dengan tenang.

"Aku ga ngerti maksud kamu apa, kamu jangan mengada - ngada, aku tahu betul Zidny sayang banget sama kamu"

"I know, tapi kami memang hanya teman, dia juga yang mau bantuin aku dan Lia bikin kamuflase kaya gini, maaf kalau aku baru cerita ke ibu sekarang" katanya menunduk.

"Jadi kamu manfaatin Zidny, supaya kamu sama dia bisa pacaran, gitu" Kali ini ibu benar - benar sudah tidak bisa menahan emosinya.

"Denger ya, ngurusin kamu itu udah cukup bikin aku pusing, belom lagi ngurusin jadwal kamu yang berantakan dan semuanya serba mepet, dan sekarang harus ngurusin masalah pribadi kamu juga, aku ga bisa. kalau kamu ga bisa di atur, aku angkat tangan deh" kata Ibu sambil mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

"Aku tahu bu, itu sebabnya aku ngasih tau ibu, karena ibu orang yang penting buat aku, aku ga mau ibu tahu dari orang lain"

Iqbaal menghela nafas sebelum melanjutkan.

"Aku bakalan ngikutin semua rules yang ibu buat, aku janji. Tapi untuk yang satu ini, please kasih aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan aku sama Lia, Bu"

"Aku juga udah bicara sama Lia, bu, aku tahu Lia juga sayang sama aku" katanya lirih.

"Yang bener aja kamu, kamu tahu kan resikonya apa kalau kamu deket - deket sama dia lagi. Ga akan baik untuk karir kamu dan Sasha. Branding Image yang selama ini udah susah - susah kita bangun bakalan sia - sia. Kamu sendiri yang mau untuk lepas dari image Dilan, Sekarang ketika orang - orang udah mulai mengenal diri kamu yang sebenarnya, malah mau kamu ancurin lagi"

"Aku tahu Bu, makanya aku berusaha bertanggung jawab dengan ga mem-publish hubungan aku sama Lia, dan Zidny berbaik hati mau bantuin aku"

"Aku ga nyangka, kamu tega banget sama Zidny, dulu kayaknya kamu kesel banget sama si Sasha, sekarang kok malah balik ngejer - ngejer lagi"

Ibu menghela nafas, ia terlihat sangat kesal dengan apa yang di katakan Iqbaal. Ia tahu Ibu sangat menyayangi Zidny, ia sudah seperti putri kandung  baginya. Wajar saja jika Ibu sangat marah, anak kesayangannya di permainkan orang lain.

"Aku tahu aku salah bu, dan aku masih 18 tahun waktu itu,  tapi sekarang situasinya beda, aku ga mau kehilangan Lia lagi" Iqbaal masih berusaha menjelaskan.

"jadi kamu udah pacaran sama Sasha?"

"Enggak, belum.. aku sayang Lia bu, tapi aku ga akan bertindak gegabah dengan buru - buru ngajak Lia pacaran, aku juga harus mikirin karir Lia"

"Terserah kamu, aku ga mau ikut ngurusin yang ga penting kaya gini, yang penting kamu janji jangan sampai keliatan bareng sama Sasha" kata ibu sambil membereskan kertas - kertas yang berserakan di atas meja.

"Aku janji"

Ibu meninggalkannya sendirian di ruang meeting. Ia lega sudah memberitahu ibu bagaimana perasannya kepada Lia. Meskipun situasinya menjadi semakin rumit, setidaknya di depan Ibu dan Bapak ia tidak harus berpura - pura pacaran dengan Zidny. Sungguh ia sudah sangat lelah harus selalu menjaga peraaaan orang - orang, sementara tidak ada satu orang pun yang mengerti bagaimana perasannya.

Iqbaal mengambil ponselnya, membuka profil Zidny lalu mengirimkan pesan kepadanya.

Zee.. I already told ibu that i'm going to date Sasha.

[Send]

***

RUMAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang