Sebuah janji terbentang di langit biru
Janji yang datang bersama pelangi
Angan-angan pilu pun perlahan-lahan menghilang
Dan kabut sendu pun berganti menjadi rinduMemulai kembali
-Monita Tahalea-**"
Sudah 3 jam dari sejak Lia mengirim pesan kepada Iqbaal, tapi ia belum juga membalasnya. Bahkan di baca pun tidak. Tumben, pikir Lia, biasanya Iqbaal selalu cepat membalas pesan darinya. Meskipun tidak langsung, tapi tidak pernah ia di buat menunggu selama ini. Sudah seminggu ini mereka saling berkirim pesan. Meski awalnya terasa canggung, tapi ia sungguh merasa senang. Ia hampir merasa Iqbaal yang dulu sudah kembali. Dan betapa kaget dirinya bahwa Ia cepat sekali merasa sudah nyaman kembali dengan Iqbaal. Padahal baru beberapa hari mereka saling bicara. Ternyata Iqbaal tidak pernah berubah, selalu mudah untuk di cintai.
Sejak Iqbaal menyatakan perasannya pada Lia di Bandung, ia tak henti - hentinya menunjukkan keseriusannya dengan selalu mengabari Lia lebih dulu. Meskipun sama - sama sibuk dan tidak bisa bertemu, tapi Iqbaal berusaha agar komunikasi mereka tetap terjaga. Ia tidak ingin ada salah paham sekecil apapun di antara mereka. Kadang - kadang Iqbaal bisa tiga sampai empat kali sehari mengiriminya pesan. Seolah Lia memang sangat penting baginya, seolah mereka memang sedang berpacaran. Tapi hari ini Iqbaal sama sekali belum menghubunginya. Ketika Lia berusaha mematahkan egonya untuk menghubungi Iqbaal lebih dulu, ia malah tidak membalasnya. Seketika ada sedikit rasa kecewa di hati Lia.
Apaan sih Sha, mungkin dia masih sibuk, jangan mikir yang aneh - aneh deh.
Pukul 10 malam, Lia sudah berada di kamarnya. Sudah mengganti bajunya dengan baju tidur, memakai skincare, menyikat gigi, pokoknya ia sudah siap - siap ingin tidur saja biar tidak terlalu cemas memikirkan kenapa Iqbaal tidak membalas pesannya. Ia ingin sekali menelepon Iqbaal, tapi terlalu gengsi untuk menekan nomornya. Ia tidak mau terlihat seperti menuntut laki - laki lain untuk berkomitmen dengannya, walaupun sebenarnya ingin. Tapikan ia bukan siapa - siapanya Iqbaal, mana boleh melakukan itu.
Iqbaal belum jadi punya kamu Sha, Ia masih bebas mau melakukan apa saja.
Lia menyimpan ponselnya di kabinet di samping tempat tidurnya lalu merebahkan badannya di kasur. Bahkan Ia terlalu malas untuk membuka sosial media, kegiatan yang menurutnya menyenangkan yang hampir selalu ia lakukan sebelum tidur. Selelah apapun ia, biasanya, kalau belum membuat Instastory rasanya belum afdol. Ia takut mendapati foto Iqbaal sedang tertawa - tawa dengan teman - temannya, terutama Zidny, sementara saat ini ia sedang menunggunya membalas pesan. Sungguh ia merasa miris pada diri sendiri.
Lia berusaha memejamkan matanya kuat - kuat, menutupi kepalanya dengan selimut, berusaha agar bisa tidur secepat mungkin, lagi pula, besok Ia ada shooting pagi, Ia tidak boleh begadang malam ini. Meski usahanya gagal karena telinganya begitu tajam, mencoba mendengarkan sedikit saja suara getaran dari ponselnya di dalam kabinet. Sungguh Ia tidak bisa berbohong bahwa masih ada sepercik harapan bahwa Iqbaal akan membalas dengan mengucapkan selamat tidur seperti biasanya.
Tok... tok... tok...
Lia tersentak ketika mendengar ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.
"Siapa?" tanya Lia setengah berteriak dari balik selimut
"Ini saya mba" ternyata Teh Ani, salah satu asisten rumah tangga di rumah Kak Sissy.
Lia bangkit dari kasur dan membukakan pintu, ia melihat Teh Ani berdiri disana.
"Ada apa Teh?"
"Ada mas Dilan, Mba" Teh Ani berbisik, sambil memegang kedua pipinya malu - malu. Lia tahu bahwa Teh ani sudah lama mengidolakan Iqbaal.

KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH
Fiksi PenggemarMeskipun hubungan mereka tidak pernah pasti, Sasha dan iqbaal tahu mereka masih saling sayang. Kali ini iqbaal memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya (sekali lagi) kepada Sasha. Apa yang akan di lakukan Iqbaal? Apakah hubungan mereka bisa ke...