"Berdua lebih baik daripada sendiri. Tapi itu beda kalo sama sodara yang gak berguna. Sendiri lebih baik daripada berdua."
-Ega-
...
Ketika pagi menyapa, seperti biasa kegelapan dengan sedikit pencahayaan pasti akan menyerang mata. Lampu kamar yang dimatikan sebelum tidur akan membuat ketenangan dan kesunyian ketika mata kembali terbuka. Itu bagus, apalagi untuk Ega Asherxen.
Tak seperti pagi biasanya, kali ini ada sedikit perbedaan. Jika kemarin Ega terbangung dengan kesendirian, kali ini dia merasakan keberadaan orang lain di sampingnya.
Tubuh bagian dada yang biasanya terasa ringan dan hangat oleh balutan selimut, kini tak lagi sama. Ega merasa dadanya berat, seperti ada yang menindihnya. Hawa hangat yang dirasa pun sekarang lebih intens dan menyatu.
Ega menggerakkan lehernya dan melihat ke samping kanan. Tepatnya sedikit lebih bawah dari posisinya terlihat seseorang yang sedang memeluknya erat.
Hah ... dia lagi.
Seketika dadanya mengeluarkan napas dalam jumlah besar secara sekaligus. Dia yang dimaksud Ega adalah kakaknya, Aahmes Sean.
Ega mengangkat pelan lengan Sean, menyimpannya pada tempatnya, dan bangun dari ranjangnya. Dia sedikit melakukan peregangan. Pagi ini dia merasa tubuhnya terasa sedikit pegal tepatnya pada leher dan pinggangnya.
Bunyi patahan persendian terdengar mengerikan tetapi untuk Ega justru sangat indah. Itu nyaman apalagi untuk tubuhnya. Sekarang jauh lebih baik.
Ega melangkahkan kakinya lebar-lebar pada jendela kamar yang masih tertutup rapi. Cahaya pagi seharusnya sudah menerobos dan ia akan membiarkannya melakukan demikian.
Kali ini terlihat taman yang sempit di depan mata Ega. Posisi kamarnya yang berada di samping dan dekat dengan pagar rumah, menjadikan sebelahan kamarnya hanya diisi oleh halaman kecil. Itu hanya sekitar lima meter. Satu mobil muat untuk disimpan.
Ketika cahaya matahari menghidupi ruangan, terdengar suara dari ranjang. Ega menoleh dan mendapati Sean tengah menggeliat membelakanginya. Rupanya cahaya matahari itu telah mengusiknya.
Ega tidak berpikir atau merasakan apapun. Dia hanya bernapas seperti biasa dan melangkah keluar kamar meninggalkan Sean yang masih terlelap.
Kaki kokoh Ega dengan massa otot yang begitu kuat terus melangkah melewati ruang keluarga, kamar kakaknya, dan berakhir di dapur. Di sana ia mendapati seorang perempuan berseragam lengkap bewarna coklat kekuningan sedang menyiapkan sarapan di meja makan berbentuk persegi panjang.
"Pagi, Ma," sapa Ega dan ikut bergabung dengan Mamanya, Mira.
Aneira Mira yang berseragam PNS itu mengangkat wajahnya ketika meletakkan piring-piring yang akan dipakai oleh anggota keluarganya. Dia tersenyum tatkala melihat Ega yang mendekat.
"Pagi, Sayang," balas Mira, hangat. Dia merentangkan sebelah tangannya agar Ega mendekat.
Ega mengerti kebiasaan Mamanya ini. Dia mendekatkan wajahnya pada Mira dan langsung mendapat kecupan di bagian pelipisnya.
"Kamu semakin tinggi saja," komentar Mira.
Itu adalah sebuah komentar positif dari seorang ibu kepada anaknya yang sudah beranjak remaja. Pertumbuhan anak lelaki memang jauh lebih cepat daripada seorang perempuan, dan dia masih saja kaget ketika mengetahui ini. Pasalanya, hal ini terjadi pada Ega--anak keduanya--dan tidak dengan Sean--anak pertamanya--dalam segi apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY DISLEKSIA BROTHER | Brothersip Project✓
Novela JuvenilWelcome to my universe 🔰 "It looks simple, but it is more deep and complicated inside." -Alzena Ainsley, the author of wonderful story. °°° Ega Asherxen itu laki-laki yang cukup baik. Baik dalam ketampanan dan dalam kepintaran. Tapi kurang baiknya...