"Yang bersikap dingin bukan berarti benci. Dia cuma tidak tau harus bagaimana mengekspresikan rasa pedulinya."
—Shamus—
...
Senyap sebentar ketika Ega melangkahkan kakinya ke lapangan yang disoroti matahari, lalu berubah menjadi kehebohan tatkala Brian bangkit dari posisinya.
"Woy, Ega! Telat terooos!" teriak Brian yang membuat semua tertawa, sedangkan Ega memutar bola matanya sebal.
Ega menghampiri Avis. Dalam perbedaan postur dan tinggi tubuh yang kentara, Ega seperti seorang kakak senior yang akan memarahi adik juniornya yang bermasalah. Belum lagi ekspresi datarnya yang terpampang membuat semuanya berpikir bahwa Ega akan melakukan sesuatu yang menakutkan.
Padahal kenyataannya Ega hanya akan meminta maaf. Itu terbukti dari membungkuknya dirinya sambil berkata, "Maaf, Kak. Diusahakan nanti tidak telat lagi."
Semua tercengang melihat Ega demikian. Semasa mereka--teman-teman Ega--mengenal Ega, orang itu, pemuda dingin dengan wajah yang selalu lurus dan kaku, tidak pernah melihat sekalipun meminta maaf sampai segitunya. Palingan, yang paling sopan, Ega akan meminta maaf sambil melihatnya dalam lima detik.
Yang paling terkena damaged mental adalah Brian. Dia sungguh tidak menyangka seorang Ega Asherxen akan melakukan hal itu. Padahal kepadanya belum pernah sekalipun. Dan sekarang lihatlah, hanya karena Avis itu senior, dia jadi melakukannya.
Tidak adil sekali. Dia pasti carmuk agar tidak dimarahi.
Tidak ada yang lain. Hanya itu pemikiran yang melintas di dalam pikiran Brian yang sedang panas kali ini.
"Ya, ya, tidak apa-apa," sahut Avis santai.
Dua kali kejutan untuk mereka. Avis si garang kecil dari Carios Senior High School memberikan maafnya dengan mudah dan santai terhadapa juniornya yang sudah melanggar aturan. Itu sungguh tak adil.
Namun Avis tak terlalu peduli. Bahkan dengan semua tatapan kaget mereka. Dia biasa saja dan memilih untuk memberikan satu bola voli kepada Ega. "Cepat lakukan pemanasan! Yang lain sudah setengahnya, kamu belum satupun," katanya galak.
Semua bernapas lega. Merasa inilah yang benar--di mana Avis galak kepada juniornya--memberikan kelegaan yang tiada tara. Syukurlah, senior galak mereka sudah kembali adil.
•••
Bunyi peluit memecahkan fokus. Belum lagi suara burung yang berteriak dan kepakan sayap yang melawan desiran angin yang membantunya untuk terus mengepak. Semua bunyi ini sungguh membuat semua pemain voli mengembuskan napasnya dalam jumlah besar secara sekaligus.
Kedua kaki yang menopang tubuh selama hampir enam jam kini roboh. Ambruk dengan segala keletihan. Dua bahu sedang naik-turun dengan irama yang tak beraturan. Semakin lama semakin lambat dan akhirnya menenang.
Beberapa dari mereka bahkan ada yang tiduran. Ini bagus. Selain sedang melepaskan keletihan, mata yang tak terpejam justru memandang langit yang bewarna sedikit berbeda sekarang. Sunset kali ini tidak sepenuhnya berwarna oren, tetapi keunguan. Indah.
"Suka," gumam Ega.
Mata yang terus terbuka memberi jalan untuk bola mata melihat luasnya langit. Pupil matanya melebar dengan tingkat konsentrasi yang penuh. Di dalam otaknya kini sedang berputar beberapa kata: Sean, ungu, voli, sensasi kemenangan, kelegaan, dan kebahagiaan.
Shamus yang berada di dekat Ega bergerak. Dia bangkit dan menoleh kepada Ega yang masih tiduran sambil menatap langit.
"Besok jangan sampai telat," celetuk Shamus.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY DISLEKSIA BROTHER | Brothersip Project✓
Ficção AdolescenteWelcome to my universe 🔰 "It looks simple, but it is more deep and complicated inside." -Alzena Ainsley, the author of wonderful story. °°° Ega Asherxen itu laki-laki yang cukup baik. Baik dalam ketampanan dan dalam kepintaran. Tapi kurang baiknya...