MDB 8| Panik

593 61 23
                                    

"Adakah di antara kalian yang berpikir, 'Kenapa aku harus terlahir dengan kondisi seperti ini?'"

—Sean—

...

Pagi kembali menyapa. Tugas sudah tersedia di depan mata. Aktifitas sudah menunggu untuk dijalankan. Dan semangat baru akan bertambah seiring dengan pikiran positif yang tumbuh di dalam hati dan pikiran.

Dari semenjak ayam berkokok, Ega sudah meregangkan tubuhnya, kepala, tangan, pinggang, dan kaki. Tidak seperti hari-hari biasanya yang monoton dan terlalu membosankan, hari ini Ega sangat bersemangat. Terlihat sekali dari pancaran sinar matanya yang berbinar melihat lingkungannya.

Jendela sudah dibuka dengan lebar. Angin di pagi hari yang menyegarkan segera mengisi penuh kamar Ega yang pengap sebelumnya.

Matahari belum menyapa, jadi aroma kehidupan yang sempurna belum terasa. Ini hanya dingin dan segar. Dan Ega menikmatinya.

"Starla," gumam Ega disela aktifitas menikmati alam sederhananya.

Itu memang sederhana karena hanya meliputi angin, kegelapan, lampu tamaram, teriakan jangkrik, dan gesekan rumput yang menari. Terlalu sederhana untuk membuat kenyamanan seperti di surga.

Nama itu terucap ketika buncahan semangat mencapai puncaknya. Mengingat apa yang sudah terjadi kemarin sungguh membuatnya tidak sabar ingin segera ke tempat di mana kakaknya menimba ilmu.

Dia sungguh menantikan hal ini, bermain voli dengan disaksikan oleh Sean di kandang lawan. Rasa sombongnya jadi ikut bangkit. Kepercayaan dirinya pun meningkat drastis dan berefek pula pada rasa menggebu untuk segera latihan bersama yang lainnya.

"Aku tidak boleh kalah. Kak Sean pasti takjub liat aku yang main nanti."

Ega sungguhan ingin tebar pesona.

•••

Ega terlihat celingkungan ketika sampai di ruang makan. Keadaan yang sepi membuat kerutan di kening mulusnya tercipta. Mulut yang enggan terbuka memaksa tangan dan kakinya untuk bergerak, menyelidiki ini.

Tidak biasanya ruang makan masih terlihat lengang di pukul tujuh. Seharusnya ini sudah ramai oleh kakaknya, ibunya, dan ayahnya. Ketiga komponen utama keluarga ini. Dan ini yang membuat Ega heran setengah mati.

Jam tangan yang bertengger di pergelangan tangannya menunjukkan angka tujuh lewat sepuluh menit. Dan mereka belum hadir juga.

Ega mengambil kamar Sean terlebih dahulu. Merasa bahwa ayahnya mungkin masih tertidur di Sabtu pagi, membuatnya mem-black-list ayahnya sebagai tanda keanehan. Dan mamanya, Mira, sama juga. Sebagai seorang guru di sekolah negeri, Sabtu memanglah weekend. Dan mamanya tidak akan berangkat untuk bertugas.

Sean-lah yang menjadi alasannya. Ini yang sangat diherankan. Seharusnya Sean sudah membuat tawa orang-orang pecah, atau setidaknya membuat ayah dan ibunya menggeram karena menahan kesal.

"Ma, Kak Sean di mana?" panggil Ega sambil membuka pintu kamar kakaknya.

Sekarang terlihatlah ruangan berbentuk prisma segi enam dengan interior yang klasik. Warna coklat mendominasi di sini dan ada warna pelengkap lainnya seperti karamel, moka, coklat, dan putih. Warna-warna lembut ini menghiasi dinding mulai dari bingkai, poster, gorden, kursi, lemari, dan karpet.

MY DISLEKSIA BROTHER | Brothersip Project✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang