MDB 7| a music

499 69 16
                                    

"Sekali lagi, aku terjatuh. Duniaku ambruk. Langitku runtuh. Semuanya hancur dan membuatku tersiksa."

—Ega—

...

Puter lagu Still with you yaaa. Pokoknya harus!

...

Ketika hati menjerit, pikiran dengan otomatis akan membuat otak tidak bekerja. Saat kesendirian dan kelemahan bersatu, air mata akan dengan sendirinya menemani. Dan dengan sadar tubuh pun merespon untuk menjauh dari kerumunan dan mencari tempat untuk mengadu.

Sean berjongkok di dekat gerobak nasi goreng yang sudah rusak. Tempatnya yang sedikit menjauh dari jalanan membuat diri Sean hampir sepenuhnya tertelan oleh kegelapan.

Tidak terdengar suara apapun dari arah Sean jika motor atau mobil melintas dengan cepat. Tangisan sedih milik Sean akan kalah dengan derungan mesin jalanan.

"Jangan nangis, Sean ...,” isak Sean dengan tangisan yang ditahan, ”Ayo, berhenti."

Kalimat itu terus terucap beriringan dengan air mata yang terus luruh. Sean sadar jika menangis itu salah. Apalagi jika mengingat dia itu laki-laki. Menangis bukanlah gaya lelaki sejati. Itu perkataan dari teman-temannya di kompleknya waktu dulu.

Bang Dhanie juga pernah berkata demikian kepada anaknya, Al Gozali dalam lirik lagunya. Itu terputar dalam benaknya saat ini. Sangat keras dan berisik, bersatu dengan gemuruh hatinya yang semakin memburuk.

Mata Sean sepenuhnya tidak setuju dengan otak. Dia lebih memilih keadaan hati dan emosi yang sedang berselimut pilu. Air mata tidak bisa menolak permintaan hati. Likuid bening itu lebih tahu keadaan hati yang sedang buruk. Dia mengabaikan pemikiran tentang menjadi seseorang yang lebih kuat, karena lebih peduli terhadap hati yang sedang sakit.

"Ta-tapi ini sa-kit. Sesak sekali," lirih Sean.

Dia menepuk-nepuk dada beberapa kali, mencoba untuk meruntuhkan rasa sakit dan sesak yang menyerangnya.

Bego. Idiot. Bodoh.

Tiga kata itu terputar secara otomatis di dalam otaknya yang sedang kalut. Perasaan yang sedang hancur pun semakin memburuk. Batinnya sungguh menangis meratapi hinaan yang sering ia dengar dari orang lain.

"Aku e-mang idi-ot? ... Mama bi-lang a-aku hanya tidak tau apa-a-apa," kata Sean lagi. Sesenggukan.

Dia jadi bingung sendiri sekarang. Ucapan mamanya bersahutan dengan perkataan orang lain. Dirinya tidak tahu mana yang benar saat ini. Apakah benar dia sungguh idiot?

•••

"Kak! Kak Sean di mana kamu?!"

"Kak Sean jawab!"

"Kak Sean!"

Di sepanjang jalan menuju jalan rumah Ega, dirinya terus berteriak memanggil nama kakaknya yang belum ketemu. Ini sudah dua balik dia melewati jalan raya ini, tetapi masih belum menemukannya.

Raut wajah frustasi tercetak jelas. Sorot matanya benar-benar khawatir dan terus bergerak ke sana sini. Dia juga mengabaikan lirikan sinis orang-orang dan beberapa pengguna kendaraan.

Ega terus berteriak memanggil nama Sean.

"Kak Sean!"

"Kak di mana, Kak? Aku di sini!"

"Ega di sini!"

Saat kehebohan yang Ega ciptakan, terdapat seseorang yang menegur perbuatan Ega. Dia adalah pengguna sepeda motor yang sedang berhenti.

MY DISLEKSIA BROTHER | Brothersip Project✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang