Ega tengah bersiap-siap untuk keluar dari kelas di saat yang sama Koko sudah selesai. Koko melirik Ega dan nyeletuk, "Ga, kamu ada masalah apa? Aku merasa kamu banyak pikiran."
Ega menoleh ketika tangannya masih bekerja, memasukkan buku-buku dan pulpennya ke dalam tas. Dia memberi jeda untuk Koko melihat wajah herannya terlebih dahulu lalu menjawab, "Itu yang mau aku tanyakan."
"Padaku?"
"Hm.“ Ega berhenti sejenak dalam aktifitasnya, melihat ke depan lalu melanjutkan, “Kamu beberapa hari menghilang terus tiba-tiba memperhatikan pelajaran pas muncul lagi."
"Sori nih ya, aku sebenarnya memang anak rajin. Tidak pernah bengong pas belajar."
"Dalam mimpimu baru benar."
Komo kembali duduk, pulang lebih cepatnya tak jadi ia lakukan. Karena ucapan Ega tadi membuatnya berpikir dua kali dan ingin mengobrol lebih banyak.
"Eh, aku punya pertanyaan," kata Koko mengawali sesi curhatnya dari beberapa hari telah menghilang dalam dunia absensi sekolah.
Namun, Ega buru-buru menolak. "Jawabannya tidak ada."
Koko serta-merta merasa jengkel. Dia mencebik guna memperlihatkan kejengkelannya. "Sebentar doang, tidak akan sampai satu jam," cibirnya.
"Aku tidak punya banyak waktu," kata Ega, menjelaskan sedikit penolakannya.
Dia menutup tanya, bunyi resleting yang bergerak pun terdengar nyaring. Lalu tanpa menunggu persetujuan Koko, dirinya bangkit dan menoleh kepada Brian yang sedang tidur di mejanya. Tanpa bisa dicegah mulutnya mengeluarkan napas yang besar dan berat.
Mengikuti arah pandang Ega, Koko pun menoleh. Dan dia menendang meja yang dijadikan bantal oleh Brian.
Bunyinya begitu keras atas hasil dari tendangan Koko. Tentu saja Brian langsung terbangun dan menampilkan raut wajah yang sangat kesal.
Tangan Koko menunjuk Ega sebagai tanda dirinya tak bersalah. Lebih dari itu, dia pun berkata tanpa dosa, "Ega yang minta. Aku cuma membantu."
Ega yang sedari tadi berdiam diri sontak saja merasa sebal. Dia menjitak kepala Koko dan berkata, "Enak aja. Aku tidak bilang apa-apa."
Brian berdecih. Mimpi indahnya bersama sang pujaan hati sudah lapur menjadi bubur. Percuma saja dia memaksakan diri untuk melanjutkan mimpi, itu tidak akan berhasil. Jadi, dengan sangat sebal dia bangun dan memasukkan bukunya ke dalam tas.
Koko terdiam. Dia tidak memperdulikan decihan kesal Brian dan kembali lagi kepada Ega. Dia melanjutkan untuk apa yang belum selesai tadi. "Ga, kamu pernah kabur dari rumah?"
"Tidak," jawab Ega cepat. "Aku adalah anak baik, tidak suka kabur-kaburan."
Seketika jantung Koko tertusuk oleh sebuah panah kata, jleb sampai tembus ke punggung. Jawaban cepat dan enteng Ega sungguh sangat menyakitkan.
Koko tersenyum dipaksakan lalu menghela napas tipis. Dia membalas, "Aku juga kan baik. Aku hanya bertanya--"
"Aku tidak berkata kamu buruk, Ko."
Brian pun ikut nimbrung, "Kamu kabur?"
Seketika Koko diserang oleh sisi kanan dan kiri. Ini membuatnya terjebak dan hasilnya hanya bisa mengendikkan bahu dengan santai.
Brian adalah orang yang pertama kaget. Matanya menjadi lebih terbuka, kedua alisnya terangkat, lalu tubuhnya bergerak memutar menjadi menghadap Koko. "Kenapa heh? Ada masalah apa sampai kabur-kaburan?" tanyanya menggebu, antara kaget dan kepo.
Ega tidak bisa berkata apapun karena pikirannya sedang bekerja untuk Sean. Dia jadi teringat soal keberangkatannya sore ini. Entah mengapa dia juga jadi berpikir ini ada kaitannya. Kabur dan keluar dari rumah untuk ngasrama, dua hal yang mirip dalam redaksi yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY DISLEKSIA BROTHER | Brothersip Project✓
Novela JuvenilWelcome to my universe 🔰 "It looks simple, but it is more deep and complicated inside." -Alzena Ainsley, the author of wonderful story. °°° Ega Asherxen itu laki-laki yang cukup baik. Baik dalam ketampanan dan dalam kepintaran. Tapi kurang baiknya...