MDB 2| Pilihan

624 75 17
                                    

"Setiap orang itu cerdas. Dan itu relatif."

-Alzenainsly-

...

Sekumpulan siswa maupun siswi sudah membentuk grupnya masing-masing ketika Sena datang. Terdapat lima perkumpulan yang terdiri dari yang paling sedikit tiga orang dan paling banyak tujuh. Dan selebihnya berpencar melakukan kegiatannya masing-masing.

Sena melihat sekitar dan langsung mendapat tatapan beragam, yang paling tidak pernah absen adalah ketidakpedulian dan menyayangkan. Padahal Sena tidak melakukan apapun dan biasa saja. Kondisinya baik. Tubuhnya sehat. Wajahnya masih tampan dan dia tidak melakukan hal aneh. Dia jadi heran sendiri.

Berada di kelas dua semester ganjil jenjang SMA ini membuat Sena selalu tidak mengerti dengan hal itu. Walaupun sebenarnya dia sudah sering mendapatkan tatapan 'menyayangkan' itu di rumahnya, tetapi ia tidak mengerti kenapa di sekolah yang baru ia masuki ini dirinya harus mendapatkannya juga.

Selama ini dia tidak melakukan apa-apa. Dia sama seperti yang lainnya di kelas ini, datang, menyapa, berbicara, belajar, melihat, dan memperhatikan ketika belajar. Tetapi mengapa mendapat tatapan tak mengenakan itu?

Demi menghilangkan ketidakmengertiannya, Sena bertanya untuk yang ke sekian kalinya. "Kenapa? Apa ada PR?"

Dan yang ditanya oleh Sena menjawab, "Tidak ada PR."

Teman yang duduk di sebelahnya ikut menimpali, "PR apaan sih? Nanyanya tidak jelas sekali."

Atas jawaban kedua siswi itu, Rachel dan Rose membuat Sena terdiam, sedangkan orang-orang yang memperhatikan tertawa. Apalagi para siswa. Separuh dari populasi siswa di sini tertawa begitu mengejek.

"Sen, sini!" panggil seorang siswa dengan suara cemprengnya.

Dia juga berjalan dan menghampiri Sena yang masih terdiam melihatnya. Siswa itu, Jim adalah salah satu siswa yang mau mengajak Sena berbicara dari sebagian kecil penghuni sekolah ini.

Sena tersenyum ketika melihat Jim. Raut wajah tidak mengertinya tadi dalam hitungan detik menghilang dan berganti pada keceriaan.

"Jim! Selamat pagi, Jim," sapa Sena begitu bersemangat.

Dia tidak lagi memperdulikan sekitar. Apa yang ia lihat sekarang hanya Jim seorang. Dia tidak lagi merasakan tatapan aneh atau yang lainnya dari mereka.

"Kamu telat. Tumben banget," balas Jim sambil menyalami tangan Sena ala lelaki. Itu merupakan bentuk dari balasan sapaan Sena yang tadi.

"Oh, aku sama adikku. Aku banyak cerita," jelas Sena.

Dia kembali tersenyum lebar. Senang rasanya jika sudah mengobrol dengan Jim, apalagi sambil membicarakan Ega. Itu komposisi yang pas untuknya.

Sena memang lambat dalam hal memahami karena itu bagian dari gangguan saraf yang ada di otaknya dan sialnya dia juga sangat kurang peka terhadap sekitar. Ini jadi paket komplit untuknya menjadi seseorang yang terlihat keterbelakangan mental. Sama seperti sekarang, pada Jim pun ia tidak merasakan atau berpikir apapun terhadap perubahan rona wajah Jim. Dia masih melanjutkan ucapannya dengan senang.

"Main lagi nanti. Kita harus main, Jim," ajak Sean.

Jim mengangguk. Pada wajah yang bisa dibilang cukup tampan-dia memiliki rahang yang cukup jelas meskipun tersamarkan oleh pipinya yang tembam, tulang hidungnya tidak terlalu menonjol tapi mancung, matanya sipit seperti habis menangis, dan bibirnya tebal tapi imut tidak doer-hanya bibirnya yang menunjukkan pergerakan untuk merespon ucapan Sean yang bersemangat. Dia melengkungkan bibirnya ke atas sedikit dengan tanpa adanya perubahan untuk matanya yang melihat tak suka.

MY DISLEKSIA BROTHER | Brothersip Project✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang