Di akhir pekan, koridor dan kantin di penuhi murid dari berbagai asrama.
Tak ada yang memakai seragam sekolah hari ini. Semuanya memakai baju biasa dengan warna-warna beragam."Jadi, kurcaci itu memang sungguhan ada?" Luna bertanya pada Joy yang duduk bersamanya di salah satu meja kantin. Mereka tidak sengaja bertemu saat Luna sedang menuju kantin, karena tujuan mereka sama, maka keduanya pergi bersama.
Luna menatap ke arah Mahluk bertubuh pendek yang kira-kira tingginya hanya sepinggang Luna. Mereka memakai baju serupa seragam dan memakai topi koki yang tinggi. Kaki mereka pendek tapi bahkan bisa berjalan lebih cepat. Mereka ada banyak dan tengah mondar-mandir dari satu meja ke meja lain untuk mengantarkan beberapa makanan ringan.
Joy yang tengah menikmati puding rasa bluberinya mengangguk "ayahku bilang, mereka sebelumnya tinggal di gunung, tapi desa mereka hancur, karena itu mereka jadi tak mempunyai rumah. Kepala sekolah sebelumnya adalah orang yang mengusulkan untuk memperkerjakan para kurcaci yang tersisa di Alter. Karena itu mereka ada di sini sekarang." Joy menjelaskan panjang lebar membuat Luna hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
"Sudah habis." Joy mengeluh ketika sadar puding bluberinya sudah habis, menyisakan potongan-potongan kecil di atas piring sedang putih yang kotor.
Janessa tiba-tiba datang dan duduk di satu kursi kosong di samping Joy. Dia menurunkan Headphone berwarna merah muda mencolok yang terpasang di kedua telinganya. Janessa mengambil nafas dalam-dalam "aku merasa hampa tanpa ponsel" katanya sambil merengut.
Luna mengangguk setuju "setidaknya kau masih bisa mendengarkan musik." Luna mengangguk sekali pada headphone di leher Janessa "milikku rusak, dan aku tidak sempat membeli yang baru."
"Mau pinjam punyaku?" Janessa hendak melepas headphonenya, berniat meminjamkannya pada Luna. Tapi Luna segera mencegahnya.
Luna menggeleng "nanti saja." Janessa mengangguk-angguk, segera mengurangkan niatnya.
Janessa kemudian melirik ke arah Joy, menyadari seseorang selain dirinya dan Luna di meja tempat mereka duduk "Teman baru?"
Luna mengangguk "aku bertemu Joy sebelum bertemu denganmu, dia dari asrama Airventus."
Joy mengulurkan tangan ke arah Janessa kemudian tersenyum lebar dan memperkenalkan dirinya "Joyceline Scott, kau bisa panggil aku Joy."
Janessa mengangguk, membalas uluran tangan Joy dan tersenyum kecil pada gadis Airventus itu "Janessa Chaster."
"Jadi, kau anak Airventus?" Janessa mengeruhkan air mukanya "asramanya berada di lantai empat kan?" Tanya Janessa.
Joy tersenyum suram, mengangguk. Janessa langsung memasang ekspresi prihatin "semangat." kata Janessa dengan wajah meringis. Joy mengulum bibir, mengangguk sekali dengan tampang dramatis.
"Benda apa ini?"
"Sialan! Kembalikan."
Perhatian Luna teralihkan ketika suara keras Janessa terdengar. Gadis berambut pirang keemasan itu sekarang tengah memarahi seorang pemuda bertubuh jakung.
"Dan apa matamu buta! Itu headphone, dasar idiot!" Janessa meneriakinya lagi, kemudian dia memukul kepala pemuda itu setelah berhasil merebut headphone nya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Frost Souls ✓
Fantasy[The Elemental Trilogy | Book 1] Pada dasarnya, orang-orang dengan zodiak aktif hanya mampu mengendalikan satu dari empat elemen klasik. Api, tanah, udara dan air. Namun ada dari mereka yang memiliki dua elemen sekaligus. Mereka menyebutnya elemen...