BAB 28 | Back Home

532 102 6
                                    

Kejadian kemarin menjadi akhir dari tahun pertama. Setelah kejadian itu aula berantakan dan semua orang letih usai bertarung. Pesta yang malam itu seharusnya menjadi malam perpisahan membahagiakan untuk para kakak kelas yang akan lulus, seketika menjadi medan pertempuran.

Apalagi wujud Luna yang tiba-tiba saja berubah bersama emosinya yang tak terkontrol sukses membuatnya di cap sebagai monster oleh orang lain. Bahkan sampai hari ini, ketika semua orang mengepak barang dan bersiap pulang ke rumah, Janessa masih mendiaminya. Gadis itu tak bicara padanya sejak malam itu.

Kesialan Luna bahkan tak berakhir sampai disitu. Ketika dia pulang ke asrama setelah beristirahat di uks, Luna menjumpai kamarnya berantakan. Seperti sebelumnya, hanya ranjang dan barang-barangnya saja yang di acak-acak. Seolah orang itu sedang mencari sesuatu, tapi tak ada Satu pun barangnya yang hilang. Entah apa maksudnya.

"Jane..."

"Hei!!"

Luna menghentikan langkah beberapa meter di belakang Janessa yang tengah berjalan tepat di depannya sendirian, kemudian kedatangan Haden dan Peter sukses menyergah Luna yang hendak memanggilnya. Luna mengulum bibir, hanya bisa menatapi ketiga orang itu yang berjalan berdampingan sambil mengobrol dengan seru.

Luna menghela nafas berat, melanjutkan langkah dengan lemah menuju gerbang sekolah.

Bibi Hanna sudah menunggunya di depan. Wanita itu tengah bersandar di mobilnya, lalu kemudian melambai ketika melihat Luna dari kejauhan.

Luna segera menghampiri sambil menyeret kopernya. Dari tempatnya, Luna bisa melihat Janessa masuk ke dalam mobil yang sama dengan Haden, dan tampaknya Janessa cukup akrab dengan wanita yang menjemputnya. Wanita itu lebih mirip Haden sehingga dapat disimpulkan bahwa wanita itu pasti ibu Haden.

"Bagaimana?" Tanya bibi Hana ketika Luna tiba di dekatnya. Luna mengalihkan pandangan pada bibinya itu.

"Apa?"

"Sekolah. Bagaimana? Menyenangkan?"
Luna langsung memasang ekspresi lesu sehingga membuat wanita itu mengernyitkan alisnya.

"Apa, tidak seru? Bagaimana bisa?" Luna memutar bola mata malas. Bibinya tampaknya tak terlalu suka dengan reaksinya.

"Aku lelah." Luna langsung masuk ke dalam mobil begitu selesai menyimpan barangnya dalam bagasi. Hanna yang melihat keponakannya itu jelas bingung.

Hana menghela nafas berat, menyusul Luna dan duduk di balik kemudi.
"Baiklah, ayo kita pulang!"

Luna menghela nafasnya, menyandarkan kepalanya ke kaca jendela. Matanya melirik malas keluar, melihat yang lainnya yang tengah bercengkerama dan bertemu rindu bersama keluarga. Luna bisa melihat beberapa teman asrama dan beberapa orang yang di kenalnya bahkan Zean yang masuk ke mobil yang sama dengan Violet Shell.

Kening Luna mengernyit, tak melihat orang lain lagi selain Zean, Violet dan seorang pengemudi yang tampaknya hanya sopir. Di mana orang tua mereka?

Ketika mobil bibi Hanna melewati mobil mereka, Zean yang duduk di samping jendela, mengalihkan pandangan, tepat ketika Luna juga tengah memerhatikannya. Sebab itu, mereka jadi saling bertatapan, tapi selang beberapa detik, Luna segera mengalihkan pandangan.

Perjalanan kembali ke rumah hari itu, benar-benar terasa membosankan.

Kembali ke rumah setelah melewati pasang surut di sekolah, terasa cukup baik. Paginya yang biasa diisi dengan suara musik yang di putar Janessa setiap mereka akan berangkat sekolah, kini digantikan dengan kicauan burung yang terasa lebih alami.

Pagi ini, Luna bagus lebih pagi. Setelah membasuh wajahnya, ia berjalan menuju jendela dan menikmati pemandangan kota dari lantai dua rumah. Di bawah sana, bibi Hanna tengah menyiram bunga-bunga yang entah sejak kapan sudah berada di sana dan tumbuh subur menghiasi halaman.

Setelah puas dengan pemandangan kota, Luna turun menuju dapur. Ia membuka kulkas untuk mengambil telur dan menggorengnya untuk sarapan pagi, digabungkan dengan roti gandum dan susu.

Hari ini, Luna punya rencana untuk berjalan-jalan di sekitar kota. Sejak pindah ke kota ini, Luna tak sempat melihat-lihat karena bibi Hanna langsung mengantarnya ke Alter, jadi hari ini, ia memutuskan untuk menghabiskan hari dengan berjalan-jalan di kota.

"Kau akan keluar hari ini?" Tanya bibi Hanna. Wanita itu masuk dari pintu belakang. Luna menoleh dan mengangguk, tak bisa menjawab karena sedang mengunyah roti.

"Kalau begitu, bisa sekalian belikan pupuk tanaman? Ada di toko dekat pertigaan sana."

Luna yang tengah meminum susu menengadahkan tangan, Hana yang paham dengan sukarela meletakan beberapa lembar uang dan Luna menutup tangannya kembali, lalu menyimpan uang itu di dalam saku.

"Tapi aku akan pulang agak lama. Pupuknya mau langsung di pakai?" Tanya Luna, kembali berbalik melihat bibi Hanna.

Wanita itu menggeleng "bersenang-senanglah Semaumu, tapi pulang harus membawa pupuk tanaman itu."

"Baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu." Luna pamit sebelum menutup pintu dan melangkah keluar untuk berjalan-jalan di kota.

Ada taman bermain dan toko bunga tak jauh dari rumahnya. Seorang wanita berusia sekitar 40 an menyapanya ramah ketika Luna melewati toko bunganya, Luna hanya tersenyum dan balik menyapa dengan canggung. Masih belum mengenal orang-orang di lingkungan ini.

Beberapa anak kecil usia 5 sampai 10 tahun tengah asyik memainkan perosotan di taman, sedangkan beberapa orang dewasa terlihat letih karena berolahraga dan yang lainnya datang dengan hewan peliharaan.

Luna berjalan santai, membalas beberapa orang yang menyapanya ramah. Toko buku yang berada tepat di seberang jalan membuat Luna tertarik untuk mampir, kebetulan ia sudah kehabisan bahan bacaan di rumah. Mungkin ia bisa membeli beberapa novel untuk dibacanya selama liburan.

Penjaga toko yang tengah membaca buku mengalihkan fokus ketika mendengar suara pintu yang dibuka, laki-laki tua itu tersenyum menyapa Luna sejenak sebelum kembali larut dalam bacaannya.

Luna berjalan semakin masuk, mengitari toko buka untuk melihat beberapa novel menarik, sampai salah satu buku menarik perhatiannya. Luna mengulum senyum, segera menarik buku itu keluar dari impitan buku lain dan membaca tulisan di sampul belakang.

"Luna Flatcher?"

Luna langsung menoleh, melihat seorang pemuda berdiri tak jauh darinya tengah memegang satu buku yang terbuka, tengah memandangi Luna dengan senyum terpatri di wajahnya.


To Be Continued

The Frost Souls ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang