BAB 4 | House of Navier

1.3K 202 3
                                    

Luna meletakan kotak kardus berisi barang-barang miliknya di atas lantai. Kemudian memperhatikan seisi ruangan. Hanna telah menyewa jasa pembersih rumah, jadi sebelum mereka tiba, rumah -baru mereka sudah layak untuk ditinggali.

Hanna bilang, ini adalah rumah lama ibu Luna, rumah keluarga Navier. Luna tidak begitu ingat pada keluarga ibunya, sebab mereka meninggal saat Luna masih berumur 2 tahun.

Rumah ini sendiri terletak di sebuah kota kecil di pinggiran hutan Norwegia. Sandie, kota dengan suasana tenang dan udara sejuk alami. Selama ini mereka selalu memilih tinggal di kota-kota besar setiap kali pindah, jadi Luna selalu menemui suasana ramai dengan begitu banyak orang berlalu-lalang. Sandie menjadi tempat baru dengan suasana yang benar-benar berbeda bagi Luna.

Luna menghela nafas panjang. Kali ini, mereka akan menetap, Hanna telah mengurus banyak hal termasuk pekerjaannya sendiri. Dan juga keperluan sekolah Luna.

"Bagaimana?"

Luna melirik Hanna. Bibi nya mendongkak, ikut memperhatikan ruang utama rumah bersamanya, kemudian menoleh pada Luna dan tersenyum, menunggu tanggapan Luna atas pertanyaannya.

Luna mengangguk-angguk. "Bagus. Rumah sungguhan pertama," kata Luna sarkas, kemudian berlalu meninggalkan Hanna yang hanya bisa menghela nafas berat.

Ya, Luna memang tidak salah, karena selama ini mereka selalu tinggal di apartemen.

Hanna berbalik, menatap Luna yang keluar menuju mobil untuk mengambil barang-barang mereka yang lain dari bagasi. Wanita itu menghela napas lagi, kemudian berlalu untuk mulai menata barang.

Di luar, Luna menurunkan barang terakhir dan menutup rapat bagasi mobil. Tapi begitu Luna berhadapan dengan kaca bagian belakang mobil tersebut, Luna dibuat terkejut atas keberadaan seseorang yang berdiri tidak jauh di belakangnya dan tengah memperhatikannya. Luna segera menoleh ke belakang, namun ketika Luna melihatnya secara langsung, orang itu sudah berbalik dan berjalan pergi menjauh.

Luna menelan saliva, teringat cerita Hanna tentang orang-orang yang ingin menculiknya. Luna menoleh ke belakang sekali lagi dan sudah tidak menemukan orang tadi dimana pun. Luna segera mengangkat barang terakhir dan buru-buru masuk ke dalam rumah.

"Ada apa?" Tanya Hanna, ketika melihat Luna melewatinya dengan buru-buru.

"Hanya agak paranoid," jawab Luna, kemudian segera mengganti topik. "Dimana kamarku?"

Hanna menekuk alisnya, ingin bertanya lagi, tapi urang karena Luna segera mengganti topik. "Di atas, pintu pertama di sebelah kanan."

Luna tidak begitu memberi respons, Ia segera berlalu menuju kamarnya tanpa kata, tidak memedulikan Hanna yang masih kebingungan dan agak cemas memandanginya yang menaiki anak tangga menuju lantai dua.

Begitu Luna tiba dilantai atas, dia segera menemukan kamarnya sesuai petunjuk Hanna. Pintu dengan warna kayu mahoni menjadi pintu pertama sebelah kanan di lorong pendek lantai dua rumah. Luna segera masuk ke dalam kamarnya, menilai sejenak sebelum mengangguk-angguk. Ia menyukai kamar barunya.

Fokus Luna kemudian tertuju pada nakas di samping tempat tidur, di bawah lampu meja, ada sebuah pigura. Luna mendekat, duduk di atas ranjang dan meraih pigura tersebut. Potret seorang gadis remaja yang tersenyum ke arah kamera. Walaupun fotonya sudah agak pudar, masih terlihat amat jelas bahwa setiap fitur dari wajah gadis itu terlihat mirip dengannya, Luna seperti tengah bercermin.

"Bibi tidak sengaja menemukannya. Kau tahu itu siapa bukan?" Hanna menyandarkan satu bahunya ke sisi pintu, berdiri di sana sembari tersenyum lembut pada Luna.

Luna mengulum senyum, menatap foto itu lagi. "Foto ibu," gumam Luna. Merasa senang karena bisa memiliki foto sang ibu saat masih muda dulu. Tidak banyak foto yang Luna miliki, dan semuanya adalah foto-foto orang tuanya setelah menikah. Benar kata orang-orang, setiap kali melihat Luna, mereka juga melihat Larissa. Karena mereka mirip, kecuali warna mata. Jika Luna mewarisi mata abu-abu ayahnya, ibunya memiliki warna mata hazel.

"Kita perlu keperluan lain, aku akan ke super market, ada yang ingin kau titipkan?" Tanya Hanna.

Luna mengembalikan pigura ibunya kembali ke atas nakas, bangkit berdiri dari tempat tidur. "Aku hanya butuh beberapa novel baru, apa ada toko buku di kota ini?" Tanya Luna.

Hanna tampak berpikir sejenak. "Seingatku ada, letaknya tidak jauh, hanya di perempatan jalan terdekat. Jika ingin ke sana, ambil jalan kiri, dan kau akan melihat satu-satunya toko berwarna coklat. Lihat saja, aku tidak begitu yakin karena sudah lama."

"Aku akan ke sana nanti," kata Luna. Dan mari berharap toko buku yang dimaksud Hanna masih ada. Hanna bilang sudah sangat lama, bagaimana jika toko itu sekarang telah berubah menjadi toko kue.

"Nanti kalau bingung, tanya orang saja." Hanna memberi saran, Luna mengangguk.

Selepas kepergian Hanna, Luna mulai mengeluarkan barang-barangnya dan menata barang tersebut di kamar barunya.

Duduk merebahkan diri di atas ranjang beberapa menit kemudian setelah selesai menata barang, Luna menghela nafas, memutuskan untuk pergi ke toko buku besok saja. Sebelum pergi ke sekolah asrama, Luna harus menyetok beberapa novel romance kesukaannya agar dia tidak bosan nanti.

Minggu depan, hidupnya akan berubah drastis. Ini bukan lagi karena pindah sekolah ke lingkungan baru, tapi lebih dari itu. Luna akan memulai hidupnya sebagai seorang elementis. Luna merasa bersemangat, namun di sisi lain, Luna juga takut. Bagaimana jika dia mengacau?

Dia yang bersekolah disekolah biasa sebelumnya tiba-tiba harus pindah ke sekolah ajaib berisi hal-hal magis dan orang-orang dengan kemampuan tidak biasa. Ini tidak akan mudah, Luna berharap kehidupannya di sekolah baru tidak akan begitu buruk.

Bukankah sudah cukup dia harus berurusan dengan Nadine si mantan pacar gagal move on. Akan sangat bagus jika tidak ada orang seperti Nadine di sekolah barunya nanti, setidaknya jangan sampai Luna berurusan dengan orang semacam itu.

To Be Continued

To Be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Frost Souls ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang