Luna sedang menonton TV di ruang tamu ketika bibi Hanna datang padanya dan langsung mengomel. Wanita itu duduk di sampingnya, memangku bantal sofa dan memandang Luna tepat.
"Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa soal apa yang terjadi di sekolah?"
"Luna!"
Luna menghela nafas berat, memalingkan wajah, melihat bibi Hana di sampingnya tengah memasang wajah serius. "Bibi tidak bertanya."
Giliran Hanna yang menghela nafas berat. "Bukan berarti kau harus menyembunyikannya kan."
"Aku tidak menyembunyikannya. Itu karena bibi tidak bertanya, jadi aku tidak bicara."
Hanna mengangguk pasrah, kembali menarik nafas dalam dan menghembuskannya panjang "apa kau baik-baik saja?"
Luna yang sudah melihat ke arah TV, kembali menoleh. Cukup kaget karena suara bibinya tiba-tiba saja melembut.
"Kepala sekolah bilang pada bibi, kalau roh elemen mu tiba-tiba bangkit. Apa kau baik-baik saja?"Pernyataan Hanna seketika membuat Luna makin kaget, apalagi ketika wanita itu menyinggung soal spirit elemen yang ada dalam diri Luna.
"Bibi sudah tahu kalau di dalam diriku ada---"
Hanna menipiskan bibir , lantas mengangguk "yah, bibi tahu."
Luna diam dengan mata yang masih membelakak terkejut. Bibinya sudah tahu selama ini, tapi tak pernah memberi tahunya? Luna rasanya ingin marah.
Luna memutar tubuh, menghadap pada bibinya sepenuhnya, lantas membalas tatapan wanita itu tepat "kenapa bibi tak pernah memberi tahuku? Bibi seharusnya memberi tahu sebelum mengantarku ke sana," tudingnya. Luna kecewa dan pikiran tentang hal-hal lain mulai bermunculan dalam benaknya. Sebelum ini, Luna tidak tahu bahwa dia adalah seorang pengendali elemen, dan baru-baru ini, Luna juga baru tahu tentang spirit elemen yang ada dalam dirinya. Lalu, setelah ini apa lagi?
Pikiran itu membuatnya jadi bertanya-tanya, benarkan hidupnya selama ini hanya berisi kepalsuan atas dirinya yang sebenarnya bukanlah manusia biasa pada umumnya.
"Apa lagi yang bibi sembunyikan dariku?" Tuntut Luna. Sekarang, apa pun itu, dia ingin mengetahuinya saat ini juga.
"Baiklah" Hanna menarik nafas dalam
"Kau sudah tahu, alasan mengapa kita sering berpindah-pindah tempat tinggal bukan?" Luna mengangguk, tetap diam, mendengarkan dengan seksama ucapan bibi Hanna.
Kali ini Luna akan memberikan ruang untuk bibinya menjelaskan tanpa sergahan apa pun.
"Tidak hanya Lysandra Blackton, tapi ada sesuatu yang lebih jahat yang mengincarmu, atau lebih tepatnya sesuatu yang ada dalam dirimu." Luna menunduk, paham bahwa sesuatu yang dimaksud adalah roh elemen nya.
"Ada seorang wanita, dia terobsesi dengan kekuatan sehingga menggunakan kepintarannya untuk bereksperimen. Melakukan berbagai hal, apa pun asal ia bisa memperoleh kekuatan. Dan dia berhasil. Sebuah pencapaian yang hebat namun cukup gila. Dia berhasil mengetahui bagaimana cara untuk menyerap elemen orang lain, dan mentransfer kekuatan elemen itu pada dirinya sendiri. Dia melakukan ritual gila bersama para pengikutnya yang juga menginginkan kekuatan." Hanna menarik nafas dalam, menjeda ucapannya, sejenak memperhatikan reaksi Luna. Namun gadis itu masih diam, tapi Hanna tau, ada banyak sekali pertanyaan dalam benak Luna saat ini yang ingin sekali dia tanyakan.
"Luna."
Sentuhan di bahunya, menarik Luna kembali sadar dari lamunan. Ia menatap bibi Hanna, sorot mata penuh kehangatan dari wanita itu sedikit membuatnya kembali tenang.
"Bibi menceritakan ini padamu bukan untuk membuatmu takut, sebaliknya agar jika mereka datang padamu nanti, kau tahu bagaimana cara untuk bertahan."
Luna mengangguk. Dalam hati, berusaha meyakinkan dirinya sendiri, bahwa apa pun yang terjadi nanti, Luna akan berusaha sekuat mungkin untuk melawan. Begitu ia kembali tenang, ia kembali melontarkan satu pertanyaan lagi pada bibi Hanna."Apa bibi tahu seseorang yang punya evolusi elemen yang sama denganku?"
"Es?" Luna mengangguk.
"Dalam sejarah, tidak banyak orang yang dianugerahi kekuatan evolusi. Bahkan sedikit sekali yang mempunyai roh elemen. Orang yang bisa mengevolusikan elemen miliknya belum tentu punya roh elemen. Tapi, setahu bibi hanya ada satu orang sebelummu yang punya kekuatan serupa."
Hanna tampak berpikir sesaat. Sementara Luna menunggu dengan penasaran."Siapa?"
"Kepala sekolah pertama." Luna menaikkan alis, wajahnya mengerut makin penasaran. "Asteria Evergreen."
Setelah mendengar cerita dari bibi Hanna tentang seorang wanita yang memiliki jenis elemen yang sama dengannya, Luna memutuskan keluar hari ini. Pukul 08.25 malam, ia berdiri di depan sebuah rumah yang telah kosong, ditinggal penghuninya sejak bertahun-tahun silam.
Rumah besar dengan plakat nama yang tertempel tepat di depan pintu masuk. Plakat bertuliskan Evergreen yang di ukir di atas kayu yang telah lapuk dan usang. Siapa sangka bahwa Asteria Evergreen pernah tinggal di kota ini. Rumah besar bercat biru gelap itu terletak cukup jauh dan sendirian dari rumah-rumah lain. Desainnya yang terlihat berbeda, tampak paling mencolok. Beberapa warga menjauhi rumah ini sejak penghuni terakhir rumah Evergreen pindah 10 tahun lalu.
Beredar kabar burung yang mengatakan rumah ini angker karena sering sekali terdengar suara dari dalam sana.
Luna meyakinkan dirinya sendiri sebelum meraih ganggang dan mendorong pintu terbuka. Terdengar derit tidak menyenangkan ketika pintu berayun. Luna melangkah masuk, menapakkan kaki di atas lantai rumah yang di tutupi debu halus.Ruang tamu di rumah itu lumayan luas, terdapat sofa-sofa yang di tutupi dengan kain putih, begitu pula dengan barang-barang lain. Luna melangkah pelan, berbelok menaiki tangga menuju lantai dua. Tangga itu berderit-derit karena terbuat dari kayu, beberapa debu dari langit-langit jatuh. Suara gesekan antara sol sepatu Luna dan Lantai terdengar pelan, jadi satu-satunya suara yang terdengar.
Sayup-sayup suara berdebum terdengar dari arah lantai dua, di lorong sebelah kanan. Luna yang sudah mencapai pijakan tangga terakhir, membelakakan mata dan bergegas mendatangi asal suara. Siapa sekiranya yang datang ke rumah ini selain dirinya, dan apa yang sedang orang itu cari.Di ujung lorong, ada sebuah ruangan, pintunya yang terbuat dari kayu mahoni tampak terbuka sedikit. Luna berjinjit, berjalan sepelan mungkin dan waspada. Luna menyipitkan mata, melihat keadaan di dalam ruangan yang ternyata merupakan kamar tidur. Ada seseorang di dalam sana, seorang gadis yang tampak familiar.
Jantung Luna berdegup, matanya membelakak sempurna. Dalam hati menggumamkan satu nama.
To Be Continued
![](https://img.wattpad.com/cover/253088528-288-k774334.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Frost Souls ✓
Fantasía[The Elemental Trilogy | Book 1] Pada dasarnya, orang-orang dengan zodiak aktif hanya mampu mengendalikan satu dari empat elemen klasik. Api, tanah, udara dan air. Namun ada dari mereka yang memiliki dua elemen sekaligus. Mereka menyebutnya elemen...