EPILOG

1K 104 33
                                    

Luna keluar dari dalam portal sambil merangkul tubuh Hanna Fletcher yang telah kehilangan jiwanya. Wajah Luna sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Begitu dirinya sudah benar-benar keluar dari sana, portal itu tertutup lalu menghilang.

Luna jatuh terngkelungkup di atas tanah dan semua orang datang menghampirinya. Dia menangis sambil memeluk jasad sang bibi, satu-satunya keluarganya yang tersisa telah tiada dan entah apa yang akan terjadi padanya setelah ini.

Janessa berlutut, memeluk Luna yang kehilangan. Semua orang berduka atas kepergiannya. Orang yang mereka anggap orang tua, saudara, teman dan orang yang mereka cintai. Hanna Fletcher telah pergi dan dan tak akan pernah kembali lagi.

•••

Siang itu, di tanah tempat tubuh-tubuh yang telah kehilangan jiwa beristirahat. Sekumpulan orang berpakaian hitam berkerumun mengitari sebuah peti mati yang di dalamnya terdapat raga cantik seorang wanita. Hanna Fletcher terbaring di sana dalam kesendirian.

Luna berdiri di sana dengan setangkai mawar putih. Bahkan, hingga hari ini bulir-bulir air matanya masih enggan untuk berhenti turun. Kehilangan itu sungguh menyakitkan dan entah sampai kapan duka ini akan melepas ikatannya.

Semua orang tenggelam dalam isak tangis yang sudah sedemikian perih. Menyaksikan dalam perasaan sesak detik-detik ketika peti itu turun untuk di peluk bumi. Dan isak tangis itu pecah, ketika tanah-tanah berjatuhan menutupi peti tersebut, meninggalkan tubuh Hanna Flatcher tertidur sendirian di bawah sana, menanti mereka yang telah pergi lebih dulu untuk menjemputnya.

Laura Gillderoy memeluk Luna yang berdiri di sampingnya, wajahnya sudah sedemikian sembab karena tangis yang tak ada hentinya. Janessa ikut memeluk Luna dan tangisnya ikut pecah ketika kepedihan dan duka itu juga ikut mengikatnya.

Hampir semua orang yang ikut berperang malam itu, hadir di pemakan ini. Para Profesor, teman-teman Hanna dan teman-teman Luna. Tidak ada kerabat karena Hanna hanya memiliki Luna dalam hidupnya. Dan itu lebih menyakitkan ketika kini, dia meninggalkan Luna sendirian di masa-masa remajanya yang seharusnya tumbuh bersama kasih sayang.

Semua orang pasti akan bertemu dan berpisah. Mereka yang pernah saling mengenal akan menjumpai kehilangan, entah dalam hal kecil maupun besar. Dampak kehilangan bagi setiap orang berbeda-beda, tergantung dari seberapa sayang kau pada dia yang pergi.

Di menit-menit terakhir pemakaman, ketika semua orang selesai memberikan penghormatan terakhir dan meletakan bunga mawar di atas makan Hanna. Luna mengalihkan pandangan dan menarik nafas dalam lalu menghembuskannya pelan. Menjadi orang terakhir yang meletakan setangai mawar sebelum benar-benar pergi dari tempat itu.

Tidak banyak dari mereka yang tau, tapi ketika pemakan itu telah kosong sepenuhnya, seroang pria muda datang dengan setangkai mawar merah, meletakannya di atas pusara wanita yang baru beberapa menit lalu di kubur. Hanya sejenak pria itu berdiri di sana, diam meratap, lalu kemudian pergi dan menghilang.

-END?-

-END?-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



___

Tarik nafas...buang...

Akhirnya setelah sekian purnama, cerita ini tamat juga. Banyak banget suka duka saat nulis cerita ini.
Jujur, ini adalah ide cerita yang pertama kali terpikirkan setelah dua tahun cuman jadi reader di wp, dan baru berani publish setelah hampir 5 tahun.
Terus, ngangur di draf sekian lama dan sering gonta gani judul.

Buat kalian yang udah baca cerita ini dan udah ngikutin sampe tamat, yang sering kasih komentar positif disetiap chapter, terimakasih banyak. Tanpa kalian, cerita ini mungkin nggak bakal sampe bab epilog karena semangatku nurun karena nggak ada yang suport.

Sekarang, buat yang masih pengen ngikutin kisah Luna dan yang lain. Mari kita berpindah lapak.


The Frost Souls ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang