BAB 23 | Towards the Party

583 105 8
                                    

Besok malam, tepat setelah pengumuman kelulusan bagi siswa tahun terakhir. Sekolah akan mengadakan pesta dansa yang memang selalu digelar setiap tahunnya. Perayaan ini akan diadakan di aula besar dan setiap orang yang datang wajib membawa partner. Tentu saja karena temanya adalah pesta dansa. Tidak mungkin bukan, jika Luna datang bersama Janessa dan malah berdansa dengan temannya itu. Luna dan Janessa mungkin tidak akan terlalu aneh, tapi bagaimana dengan para lelaki yang tidak mendapatkan pasangan? Luna tidak bisa membayangkannya.

"Kau belum mendapatkan pasangan?" Tanya Luna pada Haden yang langsung di respons dengan anggukan oleh pemuda itu.

"Kau mau datang bersamaku, kan?" Haden mengerjapkan matanya, menatap Luna dengan binar memohon yang jelas.

"Astaga, menyedihkan sekali," cetus Peter, membuat Haden mendelik kesal dan mencibir.

"Jangan mau Luna. Dia akan membuatmu malu," tungkas Janessa menatap sinis pada Haden. Tapi Haden nampak nya tak peduli dan mengabaikan ucapan Janessa begitu saja. Pemuda itu masih memandang Luna penuh harap.

Luna menatap pemuda itu lama, berpikir sejenak. Datang bersama Haden mungkin lebih baik dari pada tidak mendapat pasangan nanti, lagi pula Haden tidak akan mungkin bertindak gila saat pesta dansa nanti kan?

Luna menghela nafas pelan, lantas mengangguk "baiklah," jawabnya, akhirnya menyetujui.

Haden langsung bersorak senang, hampir memeluk Luna kalau saja gadis itu tidak menghindar dengan cepat. Janessa berdecih sinis, tak percaya dengan keputusan Luna untuk datang bersama Haden sementara Peter hanya mampu menggelengkan kepala, sudah lelah dengan tingkah temannya itu. Joy dan Aron meresponsnya dengan kekehan geli.

"Aku kasihan pada mu, Luna. Hati-hati dengan kesialan, ya," kata Janessa, memperingatkan dengan tampang serius. Luna hanya mengangguk sambil menahan senyum, sementara Haden hampir saja mengumpat saat mendengarnya.

"Kalian berdua datang bersama siapa?" Tanya Joy pada dua pemuda yang duduk di sampingnya.

"Aku dengan teman seasrama," jawab Aron, tersenyum kecil pada Joy.

"Aku bersamanya," jawab Peter, mengangguk ke arah Janessa.

Haden tiba-tiba saja melotot "apa ini? Kau bilang belum punya pasangan," kata pemuda itu heran. Pasalnya, Peter tadi memberitahunya kalau dia belum punya pasangan dan hendak mencari partner. Tapi tiba-tiba saja Peter akan datang bersama Janessa. Kapan pemuda itu mengajaknya?

"Barusan," jawab Peter acuh.

"Ha?"

"Tidak usah terlalu lebay begitu,"  kata Janessa menyindir tampang Haden yang cengo sekarang sehingga membuatnya dua kali lipat tampak lebih bodoh. "Aku akan datang bersama Peter," katanya memperjelas, lalu kemudian menoleh lagi pada Peter dan tersenyum paksa " dan Peter terima kasih atas ajakan mengesankannya."

Peter meresponsnya dengan senyuman lebar sementara Janessa langsung memutar bola mata jengkel.

"Joy, kau datang dengan siapa?" Tanya Luna, mengalihkan pandangan Joy yang tengah terkekeh melihat interaksi Janessa bersama Haden dan Peter.

"Ku rasa dengan teman dari asramaku. Lihat saja besok malam," kata gadis itu sambil tersenyum. Luna hanya mengangguk tak begitu penasaran juga.

Sementara itu, di luar sekolah. Dua pria muncul begitu saja, tepat di balik pagar belakang sekolah. Keduanya saling memandang dalam ekspresi kaku dan tatapan dingin. Lalu, sama-sama berjalan melewati pagar yang terbuka, berjalan menuju gedung sekolah yang sepenuhnya telah gelap.

Menyusuri lorong-lorong gelap sekolah, hanya cahaya temaram dari sinar bulan yang menjadi penerang jalan. Dua pria itu terus melangkah, berjalan turun hingga area bawah tanah. Menemui seseorang yang tengah berdiri di depan pintu di ujung lorong sebelah barat.

"Kau yakin akan melakukan ini?"
Salah satu dari mereka bertanya, memandang sosok yang berdiri di depannya yang membelakangi pintu.

Orang itu mengangguk, tampak begitu yakin akan rencananya. Terlihat begitu sangat percaya diri.

"Kau akan di keluarkan dari sekolah, jika sampai ketahuan." pria yang satunya ikut bicara.

"Aku sudah siap dengan risiko itu. Lagi pula, terus berada di tempat ini benar-benar membuatku muak."

"Lalu apa yang kau butuh kan?"

"Hanya buat kekacauan besok malam."

"Kau menginginkan cara seperti apa?" Pria yang berada di sebelah kiri bertanya.

Seringaikannya nampak jelas, sudah memikirkan bermacam-macam rencana gila.

Orang itu mengibaskan tangan "tidak perlu repot memikirkannya, aku sudah menyiapkannya," katanya, yang kemudian berbalik, lantas mengeluarkan kunci dan membuka pintu di belakangnya.

Dua pria itu terpengarah saat melihat sesuatu di dalam sana, tapi detik kemudian sama-sama menyunggingkan senyum miring.

"Jadi ini maksudmu saat membawanya masuk ke dalam sekolah? Brillian."

Orang itu tersenyum saat mendapat pujian. Ia memandang Mahluk di depannya dengan seringaian keji. Besok malam, pasti akan seru sekali.

Pagi itu, suasana sekolah sudah ramai. Lebih gaduh dari pada biasanya, hampir semua orang membahas segala hal yang akan mereka lakukan di pesta dansa nanti malam. Setelah ujian berakhir, semua kelas tidak lagi di adakan, hal itu tentu saja membuat mereka lebih bebas untuk mendiskusikan segala hal.

Luna duduk di taman pagi itu bersama Janessa dan Joy.

"Kalian akan pakai baju seperti apa malam ini?" Joy bertanya penuh gairah, jelas sekali juga antusias menyambut pesta dansa nanti malam.

"Sebelum itu, kau seharusnya mencari pasangan yang akan datang denganmu nanti malam," Balas Janessa.

"Oh soal itu, ada anak Ignisflare yang mengajaku dan kurasa aku akan datang dengannya."

"Dan Luna, apa kau serius akan datang bersama Haden?" Tanya Janessa, wajahnya masih skeptis seperti kemarin saat tahu bahwa Luna akan datang bersama Haden.
Luna terkikik dan mengangguk. "Kau sebegitu tidak sukanya pada Haden. Dia baik."

Janessa memutar bola mata mendengar penilaian Luna tentang Haden. "Dia itu idiot."

Tak lama, orang yang tengah mereka bicarakan datang bersama Peter menghampiri dengan Haden yang langsung

ikut nimbrung, membahas soal aula yang akan di pakai untuk pesta.

"Hei, sudah lihat aula pestanya? Aku ingin melihat, tapi mereka tidak mengizinkan," Ucapnya berakhir memasang raut wajah lesu. Janessa langsung memutar bola mata dan mengalihkan pandangan. Tak berniat untuk berbicara lagi.

"Kami sempat ingin melihatnya juga, tapi ada ketua asrama yang berjaga tepat di depan pintu dan mencegah siapa pun masuk kecuali para profesor," Kata Luna. Haden membuang nafas berat kecewa.

"Mereka mungkin ingin membuat kejutan,"

To Be Continued

To Be Continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Frost Souls ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang