BAB 48 | Black Pearl

625 92 16
                                    

Luna melancarkan serangan ke arah Lysandra Blackton. Element airnya dibentukan menjadi anak panah dan meleset ke arah wanita itu. Lalu, saat hampir mencapai Lysandra Blackton, air tersebut membeku dengan ujungnya yang mengkilat tajam.

Lysandra Blackton menghempasnya dengan mudah menggunakan element angin. Lalu membalas Luna dengan serangan bola api beruntun.

Luna ikut melemparkan bola air untung menangkis bola api tersebut. Api dan air itu saling menabrak dan pecah ditengah-tengah.

Mereka terus melancarkan serangan satu sama lain dan tak satupun mau mengalah.

Gelombang air melaju cepat menabrak Luna dan membuat tubuhnya terlempar menjauh. Luna terpental, lalu mengaduh kesakitan saat dadanya terasa nyeri akibat dari serangan Lysandra Blackton.

"Kau bahkan belum bisa mengontrol jiwa element mu, dan kau bahkan berani menantangku?" Tawa Lysandra Blackton menggelegar, terdengar amat menyebalkan di telinga Luna.

"Kembalilah ke sekolah, Fletcher."

Wanita itu kemudian berbalik dan berlalu pergi menuju pohon elm. Membiarkan Luna yang masi terbaring kesakitan di sana.

Pohon elm itu besar dan tinggi, di selumuti salju. Rantingnya yang rapuh tidak lagi memiliki daun sekan sebelumnya kemarau panjang menerjangnya sebelum musim dingin tiba.

Lysandra Blackton melangkah perlahan, matanya menatap lurus ke batang pohon elm. Di sana, tepat di batang pohon itu, sebuah bola kecil melayang. Black pearl di mana jiwa sang kaka terkurung. Ketika Lysandra Blackton menjulurkan tangan, serangan dari arah belakang membuatnya mengurangkan niat dan menghindar.

Luna berdiri di sana, dalam usahanya menahan rasa sakit. Gadis itu melangkah mendekat, sebisa mungkin menghalangi tindakan Lysandra Blackton.

"Dia tidak akan pernah bebas dari sana!" Luna menjerit, memaksakan suaranya.

Lysandra Blackton tertawa nyaring penuh ejekan "kata seorang anak ber element istimewa?"

Gelombang air menerjang ke arah Lysandra Blackton, hendak menelan wanita itu, tapi terpisan angin membawa gelombang itu kembali mengarah pada Luna, membuatnya menepisnya dan gelombang itu turun dan mencair di bawah permukaan es. Lalu gelombang kedua datang, berputar-putar seperti ombak. Lysandra Blackton menggerakan tangan, membuat tembok besar dari tanah yang kokoh, sehingga gelombang itu hanya menabrak dinding tanah dan kembali surut.

Keduanya terus saling melemparkan serangan, tak ada satupun yang mau mengalah,  hingga sebuah suara
melengking dingin berbicara sangat dekat pada mereka.

"Jangan membunuhnya adikku, biarkan dia hidup untukku."

Serangan di antara mereka berhenti seketika. Luna terpaku, sementara Lysandra Blackton mengedarkan pandangan mencari-cari sumber suara.

"Kaka?"

Suara Morana bergaung dari sebuah bola berwarna hitam yang melayang di dekat pohon elm.

"Biarkan dia hidup, dan aku sendiri yang akan membunuhnya," sahut suara melengking dingin itu.

Tubuh Luna bergetar, hawa mencengkam terasa sangat jelas dan menyiksa batin. Lalu lengkingan suara keras yang saling bersahutan terdengar. Suara-suara dari mereka yang telah mati di bunuh Morana saat perang pertama.

Suara dingin itu kembali menyahut, berbicara dengan nada melengkingnya yang memekakan "aku membutuhkan tubuh baru, adikku dan aku tau kau memiliki seseorang yang bisa dijadikan wadah."

Bibir tipis Lysandra Blackton tertarik membentuk seringaian. Wanita itu kemudian menoleh pada Luna, memberikan tanda yang membuatnya kebingungan. Sampai kemudian Lysandra Blackton mengumamkan sebuah nama, dan sesosok tubuh ringkih tak berdaya muncul di antara mereka. Tertidur dan pucat seolah jiwanya telah hilang.

Air muka Luna mengeruh, air matanya jatuh membasahi pipinya saat menyadari Hanna Fletcher lah orang itu.

"Apa yang kau lakukan padanya?" Luna meraung, berteriak keras penuh amarah. Tapi  Lysandra Blackton hanya tertawa. Hati nurani wanita itu sudah benar-benar lenyap tak bersisa. Wajahnya menggambarkan kesenangan tak terhingga saat melihat Luna berlutut dan menangisi tubuh tak berdaya Hanna Fletcher.

"Sabarlah, sayang. Tidak lama lagi, kau akan segera menyusulnya."

Lalu, dia berbalik, memfokuskan pandangan pada black pearl yang melayang-layang di dekat pohon yang berada beberapa meter di depannya. Lysandra Blackton membuat gerakan abstrak, dan cahaya-cahaya dari keempat element muncul dan saling mengikat dan menyatu. Wanita itu mengeluarkan seluruh kekuatan yang ada pada dirinya, sesaat dia memejamkan mata, hingga kemudian mengarahkan kekuatan itu kearah black pearl.

Suara pekikan keras seorang wanita terdengar. Black pearl dengan perlahan mulai retak, dan sedikit demi sedikit asap hitam keluar melalui setiap retakannya. Lalu tak lama kemudian, black pearl itu meledak, menghasilkan guncangan dasyat bahkan hingga  keluar dari tempat itu.  Mereka yang berada di luar ikut merasakan kuncangan itu, tanah di bawah mereka bergetar lalu kemudian kembali tenang.

Semua orang yang tengah duduk saling mengobati luka satu sama lain, bangkit berdiri dengan keterkejutan, lantas melihat ke arah portal dengan cemas.

Sementara itu, jiwa Morana terbang melayang-layang di udara. Jiwa berwujud asap hitam yang mengeluarkan suara-suara mengerikan itu melaju ke arah Luna. Di tempatnya, Lysandra Blackton menatap penuh rasa haru, senang akan usahanya mengembalikan sang kakak. Sementara Luna masih menangisi jasad Hanna.

Ketika asap hitam berusara berisik itu hendak menyerbu tubuh Hanna, Luna membuat perisai di antara mereka, menghalangi jiwa Morana menghampiri jasad Hanna.

Asap hitam itu mengeluarkan lengkingan memekakan, sehingga Luna menutup kedua telingganya karena teriakannya menyakiti telinganya.

"Aku tidak bisa bertahan terlalu lama. Ayo adiku, Aku akan mencari wadah lain untuk jiwaku." Suara dingin melengkingnya menyahut, dan dalam sekejap, asap hitam itu menelan tubuh Lysandra Blackton dan membawanya pergi dari tempat itu. Terbang jauh melewati yang lain yang terkejut saat asap hitam terbang keluar dari dalam portal.

Alfred Dalbert dan para orang dewasa terpaku menyaksikannya, sementara yang muda memandang penuh ketidak tahu an.

"Malapetaka telah datang." Nafas Alfred putus-putus, kengerian tergambar sangat jelas di wajahnya yang selalu tenang. Dan semua orang memperhatikan pria itu dalam rasa takut akan sebuah gagasn yang berbahaya.

"Morana's back."

To Be Continued

The Frost Souls ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang