BAB 19 | Two Person Task

697 124 7
                                    

Sore itu, Luna memutuskan duduk sendirian di halaman belakang sekolah. Tempat itu selalu sepi dan cocok untuk seseorang yang ingin mencari ketengan.
Setelah insiden di kamarnya, Luna dipanggil ke ruang kepala sekolah dan berbicara cukup lema dengan Profesor Alfred. Pria itu bertanya banyak hal dengan nada santai dan tenang khasnya. Namun itu seolah seperti sedang berusaha menginterogasinya dengan cara yang lebih halus.

Sekarang yang bisa Luna lakukan hannyalah merenung. Segalanya tentang hidupnya mulai tampak kacau. Segala tentang dirinya mulai terasa hancur.
Tiba-tiba, bayangan dari ingatan buram merasuki pikirannya. Es, jeritan dan darah yang menetes, begitu mengerikan, namun segalanya nampak kabur. Tak jelas. Seperti sebuah ingatan dari mimpi, namun rasanya begitu nyata.

Luna bangkit berdiri, berniat untuk segera menuju asrama. Ia sepertinya sudah benar-benar kehilangan tenaga dan semangatnya sehingga tak memiliki selera untuk pergi mampir ke kafetaria sekolah. Tapi kemudian pergerakannya tertunda ketika netra kelabunya menangkap setitik cahaya kemerahan nampak bersinar mengintimidasi dari kegelapan dalam hutan. Seperti sedang mengawasinya.

Luna bergidik, karen takut ia dengan cepat pergi menghindari, mencoba mengabaikannya. Berjalan cepat masuk ke dalam gedung asrama putri. Ia bertemu Joy tepat di depan pintu asrama, gadis Airventus itu tampaknya hendak pergi menuju kafetaria untuk makan malam. Raut wajahnya tampak kaget ketika berpas-pasan dengan Luna, lalu kemudian dengan cepat berubah menjadi kekhawatiran.

Itu jelas karena Joy dan Janessa sempat menolak melepas Luna untuk pergi sendiri, tapi kemudian menyerah dan mencoba mengerti. Sadar bahwa Luna sedang membutuhkan ketenangan.

"Kau sudah merasa baik-baik saja?" Tanya gadis itu, menarik Luna masuk ke dalam asrama dan menuntunnya duduk di sofa tanpa lengan yang tersedia di lobi.

Luna menghela nafas kecil dan pelan, lalu kemudian tersenyum "agak mendingan."

Joy mengangguk, tak ingin bertanya lebih karena merasa Luna memang sudah lebih baik dari terakhir kali. Luna benar-benar terguncang saat melihat seseorang mengacaukan kamarnya beberapa saat yang lalu.

"Kau sebaiknya pergi membersihkan dirimu. Aku akan menunggu lalu kita pergi ke kafetaria bersama--"

"Maaf Joy, sepertinya aku hanya ingin berada di kamarku malam ini," ia merasa tak enak. Joy begitu baik ingin menemaninya.

Joy tersenyum tipis "yah mungkin kau masih butuh istirahat," ia lantas berdiri dan memandang Luna sebentar dan bertanya "apa kau ingin menitip sesuatu, seperti sebungkus sendwitce dan susu mungkin, aku akan membawakannya jika kau mau." Ucapnya menawarkan.

Luna tersenyum atas tawaran itu "terima kasih," katanya tulus. Benar-benar beruntung.

"Itu gunanya teman," katanya, lalu segera beranjak pergi setelah memastikan Luna berdiri dan berjalan menuju asramanya.

Cukup melelahkan menaiki tangga menuju lantai tiga dalam keadaan lemah begini. Luna hampir jatuh karena lunglai kalau saja tidak ada orang yang menahannya. Ia berbalik, menemukan sosok gadis dengan warna rambut ungu diujungnya. Violet Shell.

"Hati-hati," ucap gadis itu yang kemudian langsung berlalu menuruni tangga.

Luna dengan cepat mengabaikannya dan melanjutkan langkah menuju kamarnya.
Luna membuka pintu kamarnya dan Janessa, menemukan keadaan rapih dimana kekacauan tampaknya sudah benar-benar dibereskan.

"Kau akhirnya kembali juga," Janessa menyambut dengan kekesalan. Ia khawatir tapi sulit untuk menunjukkannya tanpa sedikit amarah. Setidaknya bagi orang sepertinya.

Luna mendekat dan mendudukkan dirinya di atas ranjang "maaf, aku lupa waktu," katanya, merasa bersalah lagi "apa kau tidak pergi makan malam?"

Janessa mengangguk ke arah nakas di tengah-tengah ranjang mereka. Ada empat bungkus sendwitce dan dua kotak susu coklat di sana. Luna mengernyit, merasa porsi itu terlalu banyak untuk satu orang.

The Frost Souls ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang