BAB 17 | Looking For Answers

783 128 4
                                    

Luna mulai membenci hari esok. Ketika yang akan dia dapatkan di hari itu adalah orang-orang yang membicarakannya dengan buruk.

Luna tahu insiden kemarin sudah terlalu parah dan sulit sekali membuat seseorang tak membencinya. Luna sudah mencoba meminta maaf pada Angelina tapi rupanya itu tak berjalan dengan mulus. Angelina memang memaafkannya tapi raut enggan bisa Luna baca dengan jelas dari raut wajahnya.

"Dia menyerang salah satu anak Earthsoli kemarin."

"Mereka bilang dia seperti ratu es yang kejam."

"Kupikir dia baik."

"Jangan tertipu dengan wajahnya."

"Hei diam, dia mendengar kalian, jangan sampai kalian diserang juga dengan elemen esnya."

Sejujurnya Luna muak, tapi dia tak bisa melakukan apa pun karena jika dia membalas, kebencian itu akan semakin dalam mengakar.

"Abaikan mereka." Janessa berbisik lalu merangkulnya pergi dari ruang bersama asrama. Mengajak Luna pergi ke perpustakaan karena setidaknya di tempat itu Luna tak akan mendengar kebencian orang-orang terhadapnya.

Mister Murray terlalu ditakuti sehingga tak akan ada yang berani membuat keributan di teritorinya.

Joy datang ketika Luna dan Janessa hendak melangkah masuk ke dalam perpustakaan. Seperti biasa dengan aura keceriaan yang selalu gadis itu bawa. Joy datang dengan senyuman lebar sumrigah. Ketiganya kemudian sama-sama masuk ke dalam perpustakaan, lalu berpencar untuk mencari buku yang mereka cari.

Mata Luna berbinar ketika menemukan judul salah Satu buku yang ada di rak teratas. Namun karena terlalu tinggi, Luna harus berjinjit dan harus berusaha mengulurkan tangannya.

"Butuh bantuan?"

Pertanyaan yang terlontar dari sosok yang berdiri di belakangnya membuat Luna refleks berjengkit dan tak sengaja menarik salah satu buku. Hal itu kontan membuat buku tebal itu jatuh dan hendak menghantam kepala Luna kalau saja seseorang tidak lebih dulu menangkapnya.

Mata Luna membelakak, masih syok. Dia berbalik dan mendongkak, menemukan sosok pemuda yang ditemuinya perpustakaan beberapa hari lalu.

Pemuda itu meletakan buku tadi kembali ke tempat semula. Lalu berganti meraih buku yang ingin Luna ambil, memberikannya pada Luna. Dengan gerakan kaku dan masih begitu syhok, Luna menerima buku yang diulurkan Pemuda itu padanya. Mata kelabunya mengikuti ke mana Pemuda tersebut berlalu hingga sosoknya hilang di balik rak-rak buku yang tinggi.

"Sudah dapat bukunya?"

Luna kembali kaget karena suara Janessa. Gadis berambut pirang keemasan itu memandang ke arah yang sebelumnya menjadi fokus Luna, namun mengernyit ketika tak melihat siapa pun di sana.

"Apa yang kau lihat?"

Luna buru-buru mengalihkan pandangan, tersenyum canggung "bukan apa-apa. Dan yah, aku sudah dapat bukunya." dia mengangkat buku bersampul merah gelap itu, memperlihatkannya pada Janessa.
Sebelum bergabung dengan kedua temannya di meja, Luna menoleh kembali ke arah dimana Pemuda tadi pergi. Ia bergumam pelan "padahal aku ingin menanyakan namanya."

Menghembuskan napas  berat, Luna kemudian bergabung bersama Janessa dan Joy yang sudah duduk di salah satu bangku perpustakaan.

Janessa duduk tepat di depan Joy yang tengah membaca sebuah buku. Kening Janessa mengernyit "apa kau suka buku yang membahas tentang makhluk-makhluk aneh seperti itu?"

Joy mendongkak dari bukunya, tersenyum tipis dan mengangguk "Kupikir Mahluk seperti vampir, werowolf ataupun Centaur dan yang lainya itu unik, mereka punya ciri khas masing-masing dan kurasa itu keren. Aku hanya pernah melihat werowolf dan vampir. Aku ingin melihat Centaur tapi sayang mereka sudah punah," kata Joy panjang lebar.

The Frost Souls ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang