Para profesor waspada, berdiri paling depan mengamankan para murid yang berkumpul ketakutan di balik punggung para orang dewasa.
"Para ketua asrama, berjaga dan amankan para murid!" Suara keras kepala sekolah menggema dalam aula membuat para ketua asrama yang ikut berdiri di depan dengan waspada langsung mundur dan mengambil alih keamanan murid. Membiarkan para profesor mengambil alih Mahluk besar yang berjalan dengan langkah berat yang menimbulkan suara debaman keras.
Dua pria berjubah hitam muncul dari balik tubuh besar Mahluk itu, sebagian wajah mereka tertutup karena memakai tudung, yang tertinggal hannyalah sebagian mulutnya yang kini membentuk seringaian keji dan meremehkan.
"Sedang berpesta, eh? Boleh bergabung?"
"Pergilah pecundang, kami tidak butuh badut di pesta dansa!!" Balas Haden berseru keras dan berani, membuat beberapa orang menoleh kagum pada pemuda itu yang kini memasang wajah keras menahan emosi.
"Berani sekali kau anak ingusan. Kau pikir kau sedang berhadapan dengan siapa." Bibir kedua pria itu kini tidak menyeringai lagi, ekspresi keduanya berubah penuh emosi, tampaknya seruan Haden barusan memancing amarah mereka.
Luna dan Zean menghentikan langkah di depan pintu aula, tepat beberapa meter di belakang Mahluk itu. Luna membelakakan mata, jelas kaget melihat tubuh seseorang sebesar itu, kepalanya mendongkak menatapi mahluk itu dengan ekspresi tak habis pikir.
"Mahluk apa itu?"
"Orge."
Luna langsung menoleh pada Zean. Gadis itu mengerjap, menatap Zean cukup lama sebelum bertanya.
"Orge?"
"Yah, Mahluk kotor pengganggu."
Luna kembali menatap ke depan. Melihat keadaan dalam aula. Semar-semar ia bisa melihat para Profesor berdiri paling depan, sementara di belakangnya para murid berkumpul di jaga ketua murid. Dalam kerumunan itu, dia melihat Janessa, gadis itu juga tengah melihat ke arahnya, mulutnya bergerak seakan menyuruhnya bergabung secara diam-diam.
Luna melihat sekali lagi pada Mahluk bernama orge itu. Dia menelan ludah, jadi merasa cemas. Tapi tiba-tiba saja, Zean meraih tangannya, menggenggamnya erat lalu membawanya berlari masuk melewati Mahluk besar itu. Namun pergerakan keduanya rupanya di sadari oleh salah satu pria berjubah, sehingga tanpa aba-aba, Mahluk itu di lepaskan, dibiarkan mengamuk dan mengacaukan segala hal di sekitarnya.
Zean merangkul bahu Luna, membawanya menunduk ketika orge itu hendak menghempas mereka dengan tangannya yang besar dan kotor. Keduanya berlari, melewati serangkaian lemparan benda yang di lempar ke arah mereka. Sementara para profesor dan dua pria tadi mulai saling serang tanpa ampun.
Kobaran-kobaran api saling beradu, minuman-minuman dalam gelas terbang dan bergerak saling melawan. Suara gaduh dari gelas-gelas pecah semakin memperburuk keadaan. Pesta malam itu tiba-tiba saja berubah menjadi arena duel yang buruk.
Zean berhenti, pemuda itu berbalik, menarik Luna berdiri di belakang tubuhnya seakan memberi perlindungan bagi gadis tersebut. Orge yang masih menyerang mereka tiada ampun melemparkan meja meja besar yang ditangkis Zean dengan api dan dia arahkan ke tempat lain.
Suara berdebum keras saling bersahutan. Beberapa murid memadamkan api yang berkobar sebab dari pertarungan. Luna menatap cemas ke depan, melihat orge itu yang tak lelah terus menyerang mereka, seakan jika dia mendapatkannya, dia akan mematahkan tulang-tulang dalam tubuh Luna dan Zean.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Frost Souls ✓
Fantasy[The Elemental Trilogy | Book 1] Pada dasarnya, orang-orang dengan zodiak aktif hanya mampu mengendalikan satu dari empat elemen klasik. Api, tanah, udara dan air. Namun ada dari mereka yang memiliki dua elemen sekaligus. Mereka menyebutnya elemen...