BAB 29 | In Bookstores

525 101 18
                                    

"Luna Flatcher?"

Luna langsung menoleh, melihat seorang pemuda berdiri tak jauh darinya tengah memegang satu buku yang terbuka, tengah memandangi Luna dengan senyum terpatri di wajahnya.

Luna mengerjap, tak mengenali pemuda itu. Alisnya terangkat, ia lantas bertanya.

"Siapa?"

Pemuda itu tidak langsung menjawab, sebaliknya dia hanya diam dan tersenyum. Luna makin mengerutkan alisnya. Luna yakin bahwa dia belum pernah bertemu dengan pemuda ini sebelumnya, di sekolah atau bahkan di tempat lain. Jadi bagaimana pemuda itu bisa tahu namanya sedangkan Luna bahkan tak mengenalnya.

Pemuda itu menutup buku di tangannya, lalu melangkah maju mendekati Luna yang otomatis mundur selangkah. Pemuda itu  tiba-tiba mengulurkan tangan dan memperkenalkan dirinya. "Liam Dagworth."

Luna tak merespons, gadis itu masih menatap skeptis, tampak ragu apakah harus membalas jabatan tangan itu atau tidak. Ia mendongkak, memandang pemuda yang memperkenalkan dirinya sebagai Liam Dagworth. Ada jeda hening untuk beberapa saat sebelum Luna mengulum bibir lalu menghela nafas panjang. Pada Akhirnya menyambut uluran tangan perkenal dari pemuda itu.

"Bagaimana kau mengenalku? Kurasa kita belum pernah bertemu sebelumnya."

"Lebih tepatnya kau tidak pernah melihatku."

Luna mengangkat alisnya, jelas bingung dengan ucapan pemuda itu "maksudmu?"

Liam tersenyum dan Luna baru menyadari kalau pemuda itu punya lesung di pipi kirinya, tidak terlalu dalam, tapi cukup jelas untuk di lihat dari jarak mereka saat ini.

"Aku sering melihatmu, bersama Chaster dan gadis dari asrama angin---"

"Maksudmu Airventus?" Sergah Luna. Aneh rasanya mendengar Liam menyebut nama asrama dengan elemen seperti itu.
Liam mengangguk cepat "yah, maksudku Airventus. Dan kau cukup terkenal di sekolah."

Luna menghembuskan nafas berat, tidak bisa menyangkal kalau soal itu. "Kau mengenal Janessa dan Joy juga?" Tanya Luna.

"Tidak juga." wajah Luna langsung kecewa dan Liam sadar akan hal itu, tapi tidak meresponsnya "aku hanya tahu Chaster, tapi gadis yang satunya-" Liam mengedikan bahu. Luna membuang nafas pasrah.

"Jadi, kau sekolah di Alter juga?"

"Bisa dibilang begitu," jawab Liam santai. Luna mengangguk pelan.

"Aku tidak pernah melihatmu, kau berada di asrama mana?"

"Angin, maksudku Airventus?'

Luna mengernyitkan keningnya "kau berada di asrama yang sama dengan Joy, tapi kenapa kau tidak mengenalnya?" Luna tidak habis pikir. Apa pemuda ini seorang anti sosial sehingga tidak cukup peduli akan orang di sekitarnya. Tapi kelihatannya tidak seperti itu.

"Well..."

Luna mendenguskan hidung. Mengulum bibir sambil mengerling ke arah lain sebelum kembali melihat Liam yang tak mengalihkan pandangan sedikit pun darinya. "Yah, satu asrama bukan berarti harus saling mengenal," kata Luna, akhirnya menjawab pertanyaannya sendiri. Liam tersenyum sambil mengangguk menyetujui.

"Aku sudah dapat buku, sampai jumpa, Liam." Luna berbalik, melangkah menuju kasir untuk membayar buku yang hendak dia beli, tapi Luna harus kembali berhenti dan menoleh lagi ketika pemuda itu melemparkan pertanyaan.

"Apa kau dekat dengan Zean Valture?"
Luna diam cukup lama, merasa aneh tiba-tiba Liam menanyakan perihal Zean padanya.

"Kurasa?" Jawab Luna ragu. Tidak yakin juga apakah Luna dan Zean sudah bisa dikatakan dekat meski mereka baru bicara beberapa kali.

Liam tersenyum tipis, agak berbeda dengan senyum yang dia tunjukan saat berkenalan dengan Luna sebelumnya. Hal itu tentu saja menimbulkan tanda tanya dalam benak Luna.

"Ada apa?'

Liam menggeleng "bukan apa-apa, tapi jika kau memang dekat dengannya, kurasa kau harus hati-hati."

"Kenapa?"

"Semua orang tahu mengenai keluarga mereka. Keluarga Valture bukan orang-orang yang pantas di jadikan teman. Sampai jumpa."

Luna melihat Liam berbalik, berpindah ke rak sebelah dan kembali memilih buku. Sementara Luna masih diam di tempatnya sambil memperhatikan pemuda itu lewat cela rak. Sampai kemudian Liam membalas tatapannya, pemuda itu tersenyum dan membuat Luna salah tingkah dan langsung berbalik pergi menuju kasir. Setelah membayar bukunya, ia segera keluar dari toko dan berjalan pergi menjauh.
Liam diam-diam melihat gadis itu dari balik jendela kaca toko. Lantas mengukir senyum tipis.

Sementara di luar, Luna menghentikan langkah dan menoleh ke belakang, melihat kembali pada toko buku. Pembicaraannya dengan Janessa waktu itu tiba-tiba kembali terngiang dibenaknya. Sebegitu parahkah kesalahan yang di lakukan keluarga Zean sehingga hampir semua orang tampaknya tak ingin berdekatan dan bahkan anti terhadap keluarga Valture. Soal pembunuh yang pernah Luna dengar, dia masih tak yakin apakah itu memang benar.

Sebenarnya Luna ingin bertanya pada pemuda Dagworth tadi, dia tampaknya tau lebih banyak soal Zean dan apa yang terjadi pada keluarganya. Luna benar-benar penasaran tentang Zean, tentang sosok seperti apa dirinya.

Luna menggelengkan kepalanya, sejenak melupakan pemikirannya ketika ia tak sengaja melihat toko yang di maksud bibi Hanna. Jadi ia memutuskan untuk membeli titipan bibinya sebelum kembali ke rumah. Meski pikirannya masih terus berkecamuk karena tiba-tiba saja teka-teki tentang keluarga Valture memenuhi otaknya dan membuatnya benar-benar penasaran.

Tentang apa yang telah di lakukan keluarga itu sehingga orang-orang memusuhi mereka. Atau bagaimana peragai mereka sehingga membuat orang-orang tidak mau berurusan dengan mereka.

Ada banyak sekali pertanyaan, tapi tak Satu pun yang bisa Luna pikirkan, bahkan hanya sekedar asumsi semata. Menurutnya, Zean tidak seburuk yang mereka katakan, tapi apakah apa yang selama ini Luna lihat bukanlah Zean Valture yang sebenarnya?

Jujur saja, bagi Luna, Zean masih misterius baginya. Pemuda itu punya banyak hal yang selalu mengejutkannya, serta teka-teki yang tak sengaja Luna temukan. Zean terlalu tertutup seolah tak menginginkan satu orang pun masuk dan melihat dunianya. Yang entah putih atau hitam.

Luna mendesah pelan, menggelengkan kepalanya beberapa kali, berusaha mengusir pikiran-pikiran tentang Zean dan keluarganya dari pikirannya.  Lantas melepas sepatunya dan segera melangkah masuk ke dalam rumah.

"Aku pulang!"


To Be Continued

The Frost Souls ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang