Happy Reading all💕
.
.
.
."Maaf gue mau lewat" Ucap Nadhin, dengan refleks tangannya turun ke sisi badan, lengkap dengan cup es teh yang ia genggam.
"Ya silahkan" Kata Zaki mempersilahkan, namun pandangannya tetap mengarah kedepan, seperti orang yang tak memiliki niat.
"Ya udah" Ucap Nadhin sambil bergeser mencari jalan ke sisi lain.
"Katanya silahkan. Mau lo apa sih? " Ucap Nadhin lagi karena Zaki lagi dan lagi bergeser mengikuti pergerakannya.
Jauh didalam lubuk hati, Zaki sebenarnya ingin melihat senyum itu lagi, bahkan jika diizinkan oleh Tuhan, Zaki ingin gadis didepannya ini tersenyum dengan tulus.
"Lo yang diperpus pagi tadi kan? temennya Genta? " Nadhin pun seketika bingung. Bagaimana tidak. Mengenalnya saja tidak, tapi sekarang,sepertinya lelaki yang tak dikenalinya ini ingin mengajaknya berbincang.
"Iya. Kenapa? " Nadhin pun menjawabnya dengan sukarela, toh tak ada yang terbuang sia sia kan?
"Ngga kenapa napa si. Gue ada tebak tebakkan. Lo harus jawab kalo lo mau keluar."
"Tebak tebakkan apaan? Sorry nih. Gue udah ditungguin temen gue dibawah. " Ujar Nadhin jujur. Pasalnya Hanan pasti menunggunya, dan jika sebentar lagi Nadhin tidak memunculkan batang hidungnya diparkiran, bisa diperkirakan riwayat panggilannya akan jebol.
"Makannya cepetan jawabnya"
"Apa? "
" Tomat tomat ap.. "
"Bentar bentar" Sela Nadhin menyadari getaran di ponselnya yang ia letakkan di saku bajunya.
"Tuh udah ditelfon, sorry duluan yah" Diperlihatkanya ponsel Nadhin kearah Zaki lalu tangan Nadhin bergerak menggeser tombol hijau menandakan bahwa sebuah panggilan akan terhubung.
"Si monyet ditungguin, udah lama woy. Kemana si? " Semprot Hanan saat detik pertama panggilan berlangsung. Nadhin pun melangkah menerobos keluar sambil menjawab Hanan, meninggalkan Zaki sendiri.
"Dih idiih idih, kok gue jadi iriii" Zaki pun hanya bisa berdialog sendirian, sambil berjalan menuju salah satu meja dikantin.
Biasanya sepulang sekolah, khususnya saat Zaki tidak membawa kendaraan, Zaki biasanya akan menunggu ayahnya untuk pulang bersama.Ayahnya bernama Bpk. Ridin, seorang guru Fisika yang lumayan killer di sekolah ini dan lumayan dikenal orang karena kedisiplinannya.
-----
Nadhin berjalan perlahan menuruni tangga dengan pasti, sambil menikmati segarnya es teh dihari yang lumayan terik ini.Lalu langkahnya melambat, menyadari ada 2 sosok yang tengah berbincang tepat diujung tangga.
"Puntenn" Kata Nadhin sambil berlalu, pura pura tidak mengenali keduanya.
Ayu dan Gilang yang tadi fokus berbincang pun ter distrek dengan Nadhin yang melewati mereka.
"Dhin" Panggil Ayu lirih namun mampu membuat Nadhin menoleh dengan refleks nya.
Pandangan keduanya pun tak dapat terelakkan lagi, lalu tatapannya bergeser menatap Gilang disamping Ayu.
Nadhin sadar bahwa saat ini Ayu mungkin butuh pertolongannya, Nadhin tahu betul tipikel ayu yang memang tidak suka dengan sesuatu yang begitu serius. Mungkin saat ini Ayu ingin mengakhiri semuanya, pulang bersama teman teman dan sampai dirumah dengan selamat. Tapi tatapan Gilang seolah olah menyuruh Nadhin untuk enyah dari sana saat itu juga.
"Ehm gue duluan yah. Selesein urusan kalian dengan kepala dingin. Kalo udah kelar langsung pulang, kalo bisa dianter. " Akhirnya Nadhin memilih untuk beranjak setelah berbicara demikian dan Gilang pun mengangguk sebagai jawabannya.