17. Little step.

44 22 93
                                    

.
.
"Lo harus gentleman jadi cowok, nggak boleh lemah." Cerocos Angga. Hanya dibalas anggukan oleh Zaki. "Manggut-manggut aja lo kaya mainan monyet pegang drum."

"Subhanallahh––" Zaki dan teman-temannya refleks menghentikan langkah ketika melihat Kak Celine, senior ekskul cheers berlari terburu-buru menaiki tangga didepan mereka. Bahkan sempat menyenggol Doni, dan meminta maaf setelah nya.

"Cakep nya alami." puji Doni yang memang posisinya sangat dekat tadi, bahkan bisa mencium aroma parfum yang dikenakan Kak Celine.

"Seperti dipetik langsung dari kebun teh pilihan." Tambah Angga.

"Fiks cewek yang ngga pake make up idaman! Cewek yang nggak ngerti skincare,idaman!" Lalu Doni melanjutkan langkah, diikuti yang lain.

"Heh biji salak! Entar lo liat cewek cakep ,bibir merah merah juga mlongo. Lo pikir mereka cantik darimana? Makan kembang kuburan?" Zaki spontan mengatakannya, membuat segerombolan itu tertawa sampai-sampai menggema.

"Siapa tau pasang pucuk."

"Cucuk!"

"Susuk, bego."

-----

Suasana kantin ramai seperti biasa. Penuh sesak dengan manusia dengan perut kelaparan.

"Ya udah, satu-satu aja nanya nya jangan kebanyakan." Setelah perdebatan panjang, akhirnya Nadhin mengalah, membiarkan mereka mempertanyakan apa saja sebagai ganti rencana tadi malam yang gagal total dari pada di diamkan seperti tadi.

"Yang pertama, gue." ucap Ayu menghadapkan dirinya pada Nadhin. "Soal roti, yang di UKS." lanjutnya, menatap Nadhin.

"Nah,"

"Iya, tuh." Karin dan Dinda sepakat mengiyakan yang Ayu tanyakan.

"Ituu— waktu yang gue ngga ikut solat. Gue di kasih sama Genta pas di UKS. Gak tau bangun-bangun udah jatoh aja dari selimut." Nadhin menjawabnya sembari mengaduk minumannya, kemudian meneguk nya.

"Dikasih doang? Ngga ngomong apa gitu?" tanya Dinda yang mulutnya penuh dengan satu buah bakso yang baru saja masuk ke mulutnya.

"Mana tau itu dari Genta? Siapa tau orang lain. Zaki, bisa jadi." Dari kalimatnya, Karin terlihat tidak percaya dengan apa yang Nadhin tutur kan, mengingat seorang Magenta yang jarang bersikap manis.

"Dipakein sticky notes di bungkusnya."

"Aaa— kok sosweet sih."

"Isinya apa?"

"Dih kepo. Nggak ah. Lupa juga gue."

"Paralel 5 masa lupaan. Nggak ada nggak ada. Alasan ditolak." Karin membandel, masih ingin mengulik cerita dari Nadhin, hingga mulut Nadhin berbusa pun sebenarnya tidak ada pentingnya menurut Nadhin. Tapi karena ini permintaan sahabat-sahabatnya, Nadhin tak menolak. Jadi Nadhin menceritakan semuanya.

-----

Pembelajaran berlangsung seperti biasa hingga bel pulang berbunyi.

Namun, lagi-lagi membuat Nadhin mendesah karena harus menunda pertemuannya dengan singgasana rebahan nya.  Awalnya Nadhin tak apa jika hari ini latihan paskibra dimulai dan akan rutin setiap minggunya. Yang menjadi masalah adalah, panas matahari yang terasa lima kali lipat dari sebelum ia keluar kelas.

"Sekalian deh si Genta beliin, kasian mondar-mandir mulu dia." ucap Hanan yang duduk menghadap kipas angin langsung, membuat Nadhin yang hampir keluar ruangan mendecak sedikit kesal.

"Tangan gue cuma dua, Nan."

"Itu kan ada si Ayu." ucap Hanan enteng masih menghadap kipas.

"Dih, nyuruh gue lo?" Ayu yang menjadi tersangka kali ini hanya menunjuk wajahnya sendiri.

SETRIP.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang