.
.
Seperti biasa, jum'at pagi di SMA TIRTA JAYA akan di awali dengan penarikan amal jum'at oleh anggota osis. Tepat setelah bel masuk berbunyi, semua anggota osis baik kelas 10 maupun kelas 11 yang ditugaskan bergerak menuju kelas yang ditugaskan.Begitupula Nadhin yang hatinya tak tenang karena mendapat tugas di kelas 11 IPS 1. Awalnya ia setuju saja sebelum saat ini ia ingat bahwa disanalah manusia bernama Zaki hidup. Hanan yang menyadari raut wajah Nadhin tak henti tertawa meledek.
"Aw!" Sebuah cubitan berhasil Nadhin arahkan ke pinggang berisi milik Hanan. "Sakit! Ih."
"Biasa aja mukanya. Jaki gak gigit kok." Kata Hanan sambil memeriksa wajah Nadhin yang tertunduk sambil fokus menaiki tangga. "Tapi gak jamin bakal bisa kedip."
"Ngeselin emang!"
---
Duh malu banget diliatin gini. Batin Nadhin setelah selesai menyampaikan maksud dan tujuannya memasuki kelas 11 IPS 1, tentu dengan disambut sorot mata semua penghuninya.
It's okay, bentar lagi kelar. Nadhin tak henti membatin saat mulai menarik amal kebarisan para cowok yang entah kenapa mau duduk di bagian depan.
"Berempat yah, nggak usah kembali." Terlihat kode dari teman di belakang nya yang katanya diinfakkan sekalian.
"Yaiyalah orang cuma dua rebu, kembali dari hongkong." Celetuk temannya yang duduk disebelahnya, kemudian terlihat merogoh sakunya dan menyerahkan selembar uang lima ribu.
"Terimakasih." Ucap Nadhin tersenyum.
"Aih , manisnya." Tak menghiraukan ucapan cowok tadi, Nadhin berjalan ke samping hendak menarik ke meja sebelahnya.
"Jangan macem-macem lu John, punya gue." Zaki menoleh ke samping tepat saat Nadhin menuju mejanya.
"Zak," Refleks Nadhin mengatakannya, bermaksud menegur.
Jangan tanyakan raut wajah Nadhin saat ini, sungguh ia dibuat salah tingkah. Apalagi disaksikan seluruh kelas.
"Nemu dimana lu, bisaan nyarinya yang manis kek gulali begitu." Tanya John balik di kursinya.
Sementara Nadhin, sungguh masih berdiri kaku menyimak percakapan keduanya yang pastinya didengarkan oleh seluruh penghuni kelas tersebut.
Pengin jadi batu aja rasanya.
"Di khayangan sana, rahasia." Jawab nya singkat sembari merogoh sakunya.
"Nggak usah kelamaan nyarinya, kasian nungguin." Angga yang melihat Nadhin berdiri disana cukup lama, memilih menegur Zaki sembari memberi amalnya.
"Makasih,"
"Sini gue dulu ah, lama lo Jak. Berdua ya." Doni pun demikian.
"Ini kenapa duit gue gak ada sih, pantesan disini tadi pagi." Protes Zaki sambil memeriksa seluruh saku di baju dan celana nya.
"Makasih."
"Lo mau sama orang gila kayak Jaki?" Pertanyaan ini datang dari Ghea yang ternyata baru Nadhin sadari jika ia duduk dibelakang Doni dan Dion.
"Hh?" Pertanyaan macam apa ini, jawaban apa yang cocok untuk menjawabnya?!!! Sungguh Nadhin kehilangan kata untuk menjawabinya.
"Berisik lo ya kutil! Gila-gila begini juga lo suka dulu." Zaki tak terima dibilang gila begitu sehingga menimpali omongan Ghea.
"Ya kan dulu, pas gue masih blo-on. Sekarang enggak." Ghea menyerahkan amalnya, juga Alin teman sebangkunya.
"Lo kan masih blo-on juga sekarang."