.
.
"Tuh kan bener. Genta tuh emang idaman." Semua yang mendengar ucapan Nadhin ini menoleh penuh menatapnya. Terdiam sembari menatap penuh tanya atas apa yang baru saja mereka dengar."Gimana gimana?" tanya Karin tak percaya.
"Idaman?" tambah Dinda.
"Emm.. Gue nggak salah denger kan?" tambah Ayu.
"Dhin lo kesurupan apa? Otak lo masih dua bagian kan? Idung lo masih dua lobang kan?" Kali ini pertanyaan datang dari Hanan yang tak melepas pandangannya dari Nadhin sedetik pun.
Manusia no life yang ia kenal sejak lahir itu tak biasanya mengucapkan sepatah katapun tentang laki-laki. Dan sekarang, Nadhin bilang Genta itu idaman. Wah wah, sesuatu yang langka.
Nadhin yang tengah ditodong tatapan penuh tanya itu langsung salah tingkah dan menoleh kearah lain menyadari perkataannya yang mengundang tanya. Bahkan bagi Nadhin sendiri.
"Kenapa? Ya dia pinter, baik, aktif di organisasi, jago olahraga, jago mimpin, bisa adzan juga. Idaman kan? Pasti semua cewek juga sepakat sama gue." Akhirnya Nadhin berkata apa saja yanga ada dipikirannya saat ini. "Yakan Yu? Rin? Yakan Din?" tanyanya meminta persetujuan.
"Apaan nih rame-rame? Nggak marimas aja?" Dari pintu masjid, keluarlah Zaki dan teman-temannya.
"Teajus aja boleh nggak?" Hanan menimpali.
"Jasjus ajalah." tambah Angga.
"Absurd banget si lo semua."
-----
Setelah kemunculan Zaki dan yang lain, Nadhin dan teman-temannya pergi ke kelas. Namun sayang, baru saja mereka mendudukkan diri, bel masuk sudah berbunyi. Mengurungkan niat mereka yang hendak menginterogasi Nadhin.
"Lo harus jelasin yang tadi ya?"
"Apaan? Nggak ada, nggak ada. Kan udah gue bilang cuma spontan aja."
"Lo juga akhir-akhir ini deket sama Genta, ceritain yak."
"Nanti kita bikin Google met."
"Kalo enggak, kita call and vidcall berjamaah sampe hape lo nge-bug."
Nadhin tak bisa berkata lagi jika sudah seperti ini. Perkataannya yang spontan keluar dari mulutnya hari ini berhasil membuatnya kelimpungan mencari alasan. Nadhin pun tak habis pikir, mengapa mulutnya menceloskan kata idaman? Yang bahkan sangat jarang Nadhin keluarkan.
Sampai sepulang sekolah pun, Nadhin masih diingatkan dengan rencana mereka sebelum mereka benar-benar pulang kerumah.
"Udah kayak konferensi pers aja."
"Lo suka ya sama Genta? Kasian Zaki man." ucap Hanan menuduh saja. Seketika kepalanya yang berbalut helm digetok sekuat tenaga oleh Nadhin.
"Suka apaan? Orang gue cuma spontan doang. Terus Zaki ngapain coba? Apa hubungannya sama Zaki??"
-----
Hari ini Zaki membawa teman-temannya ke rumah, untuk sekedar bermain. Tentu sebelum pak guru pulang. Zaki yakin mereka akan canggung dan sukar ketika bertemu dengan ayahnya, yang notabene nya adalah guru mereka di sekolah. Jadi, Zaki memutuskan untuk membawa mereka sebelum ayahnya pulang.
Genjrengan gitar dipangkuan Zaki kian mengalun meninggalkan alam sadar jika keadaan diluar sedang gerimis. Berkali-kali Zaki berganti lagu, namun tak kunjung menemukan lagu yang benar-benar enak didengar maupun dimainkan.
Zaki frustasi, meletakan gitar kesayangan di sampingnya, ia beralih bersedekap tangan dan pandangannya menerawang kedepan.
Tiba-tiba lampu padam.