14. Sari Roti.

40 25 92
                                    

.
.
.

"Dhiin." Panggil Hanan sambil memegang knop pintu, bersiap membukanya setelah diizinkan.

Nadhin yang sedari tadi bergelung dengan selimut di kasurnya hanya menggumam menjawab Hanan.

"Dhiin!" Panggil Hanan lagi karena tidak mendengar suara Nadhin dari dalam.

Lagi-lagi Nadhin menggumam sembari menyibak sedikit selimutnya. Namun sayangnya Hanan masih belum mendengarnya.

"Cil. Nadhin kemana?" tanya Hanan mengintip dari balik tembok pembatas ruang tamu dan ruang televisi.

"Di kamar kok." tutur Nadhira, lalu fokus ke BoBoiBoy di layar televisi. "Oiya, abis diceramahin Mama tadi."

"Hh? Kenapa cil?" Setelah mendengar penuturan bocil di depan nya ini, Hanan beringsut mendudukkan dirinya di karpet sambil mencomot tahu isi di meja.

Bapak Nadhin yang asik menyesap kopi di sisi Nadhira pun jadi ikutan kepo. Meski matanya memandang BoBoiBoy, telinganya ia fokuskan ke dua remaja di sebelahnya ini.

"Mas Hanan nggak tau?" Hanan menggeleng.

"Tadi siang, pas hujan nya udah reda, kakak pulang dianter cowok."

Hanan yang sedang meniup tahu isinya jadi fokus ke Nadhira, tatapannya seperti meminta penjelasan.

-----

"Dhiin! Gue masuk yah?!" setelah sesi tanya jawab selesai, Hanan kembali menghampiri pintu kamar Nadhin.

"Hmm."

"DHIIN!" teriak Hanan sampai-sampai mendekatkan mulutnya di lubang bawah pintu. Telapak tangannya menjadi alas pipinya yang menempel lantai.

"YA RABB! IYAAA!" Nadhin yang sedari tadi menggumam saja, sekarang berteriak kesal karena Hanan tak kunjung mendengarnya.

Dan pintu kamarnya terbuka.

"Huft!" desah Nadhin, lalu menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Ciee yang dianter cowok."

Bugh!  Hanan dengan posisi telungkup dikasur Nadhin langsung menegakkan punggungnya merasakan serangan di sana.

"PJ lah PJ."

Bugh! Untuk kedua kalinya.

"Sama Zaki ya?" setelah mendengar pertanyaan itu Nadhin benar-benar menyibak selimutnya.

Beranjak bangun meski pusing menyerang kepalanya. Lalu dengan semangat ia acak-acak kepala Hanan. Sampai si empunya merasa pusing dan nyeri karena rambutnya dijambak habis-habisan.

"Aduh! Pala gue! Aduh! Dhin ah! Potek pala gue woy!" racau Hanan sembari menghentikan gerakan tangan dikepalanya.

Setelah sempat dihentikan secara paksa, Nadhin berhenti.

"Aargh!" ucapnya berteriak kecil sambil menjambak Hanan sekali lagi. Hingga Hanan menyentak karena terkejut. "E monyet!"

Nadhin menjatuhkan kepalanya ke kasur dan dengan posisi kaki yang menyila. Lebih terlihat seperti menusukkan kepala ke kasur sepertinya.

"Dianter siapa lo?" Hanan mode serius is on.

"Genta."

"Kok bisa?" Hanan yang dengan posisi tengkurap menengok kan kepalanya menghadap Nadhin di sisi kanan nya. Tangannya ia gunakan sebagai bantal.

"Bisa."

"Jelasin dong marpu'ah!"

"Jadi awalnya gue, sama Genta, sama bendahara kelas mau beli perlengkapan kelas bareng-bareng. Trus bendahara kelas gue ada urusan. Keluarganya meninggal." Nadhin masih dengan posisi kepala menyentuh kasur, mulai bercerita.

SETRIP.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang