43. Tak terbaca.

21 7 27
                                    

Mendapati pesan dari Nadhin dipagi buta membuat Zaki merekahkan senyum tak percaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mendapati pesan dari Nadhin dipagi buta membuat Zaki merekahkan senyum tak percaya.

"Sikat giginya kebanyakan odol Dek?" tanya Papa Zaki melihat anak semata wayangnya tersenyum pada ponsel di genggaman.

"Hh? Enggak. Kebanyakan sariawan, makannya nyengir terus." Elak Zaki meletakkan kembali ponselnya. Sementara Mamahnya hanya tertawa memandangi dua lelakinya yang berselera humor tinggi.

-----

"Aaaa Dhin. Miss you," kedatangan Nadhin langsung disambut pelukan hangat dari Ayu, teman sebangkunya yang kemarin terpaksa duduk seorang diri karena sakit.

"Miss you too." Bersamaan dengan itu, Genta datang bersama Adit dan yang lain memasuki kelas.

Tak sengaja pandangan mereka bertemu. Genta tersenyum tanpa sebab, dan itu membuat Nadhin heran lalu refleks ikut membalas senyumnya.

Hari ini jam pertama terjadwal kunjungan perpustakaan, maka dari itu semua anak 11 IPA 1 segera meninggalkan kelas ketika bel masuk berbunyi. Jam kunjungan perpus ini diadakan untuk membudayakan perpustakaan sekolah, setidaknya perpustakaan akan mereka sambangi seminggu sekali.

Seketika semua penjuru perpustakaan terisi oleh anak 11 IPA 1 yang mencari buku bacaan mereka. Setelah menemukannya mereka akan duduk di deretan kubikel yang berjejer rapi di pusat ruangan. Meski berisi banyak kepala, namun perpus nampak tenang dan teratur. Ya, Ini dia kelas pilihan. 11 IPA 1.

"Baca apa?" Nadhin hampir saja terkena serangan jantung ketika mendapati suara lirih bariton Genta yang menyapanya dengan kepala setengah menilik kubikelnya.

"Huft.. ngagetin Ta. Ini buku bio." Jawab Nadhin memperlihatkan sampul buku yang ia baca.

"Hmm." Gumaman itu menjadi akhir dari percakapan mereka. Genta kembali fokus ke buku nya dan Nadhin pun sama.

"Sampe obatnya?" Ternyata Nadhin salah. Percakapan mereka berlanjut. Genta masih fokus di kubikelnya. Tak ingin terlihat orang lain, pikir nya.

Benar dugaan Nadhin, obat itu berasal dari Magenta. Ketua kelasnya. Dari balik kubikelnya, Genta menunggu jawaban. Ketika ia menilik kubikel sebelahnya, matanya langsung bertemu mata Nadhin yang ternyata tengah menantinya menoleh.

"Kenapa lo aneh akhir-akhir ini? Dari semenjak berangkat LDK, pas kita cari rute, malam api unggun, dan kemaren. Itu apa?" Setelah saling pandang beberapa detik, Nadhin kembali menatap buku bacaannya.

"Menurut lo apa?" Bukannya menjawab, Genta malah membalikkan pertanyaan.

Ya, Genta memang mengakui. Dirinya selalu payah soal ini. Wajar jika  Nadhin tak mampu membaca. Kode nya tak terbaca.

"Nggak tau. Makannya gue tanya."

"Sama gue juga. Gue nggak punya alasan apapun."

Jawaban itu sontak membuat Nadhin berpikir. Panjang. Ya, memang Nadhin tak seharusnya mengharapkan 'yang lain' dari itu semua.

SETRIP.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang