.
.
"Lo mau kan nunggu gue?"Sebegitu jelas ingatan Genta mengingat kalimat itu, lengkap dengan ekspresi Nadhin yang seketika terhenti menyeruput es teh dan bola matanya melirik nya.
Ketempelan apa gue sampe ngomong kaya gitu coba? Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba nanya gitu? Argh malu...
"Woy fokus." Genta terkejut, menyudahi lamunannya pada gadis diseberang sana tatkala Adit menoel bahunya. "Gak bakal pindah duduknya, btw nomer 5 essay udah?"
Ulangan harian selesai begitu bel istirahat berdentang. Setelah dikumpulkan, Genta berniat ke kantin untuk mengisi perutnya. Namun tak sengaja ia beriringan dengan Nadhin saat hendak keluar kelas, di pintu tepatnya. Menunggu yang di depan mereka keluar.
Genta awalnya tidak sadar, lalu setelah Nadhin terdorong dan mengenainya, baru Genta sadar. Mereka bertatapan.
Mampuss...
"Sorry.."
Genta hanya mengangguk, mengalihkan pandangannya. Batinnya menggerutu pada tumpukkan manusia yang tak kunjung enyah dari hadapan mereka, apalagi di jam sekarang, banyak anak dari kelas lain yang juga hendak ke kantin dan melewati depan kelasnya, tentu membuat keadaannya menjadi lebih padat.
"Magenta, bisa tolong ibu?" Ditengah gerutuannnya, Genta di minta untuk membantu salah satu guru yang terlihat sangat kerepotan dengan setumpuk buku yang memenuhi pelukannya. Nadhin yang ada di sebelahnya juga ikut menoleh.
"Bisa bu, dianter keruangan ibu?" Ibu guru itu mengangguk.
"Oiya ini tolong taruh dimeja ibu juga ya Dhin." Nadhin yang awalnya hendak beranjak karena keadaan mulai senggang jadi urung dan terpisah dengan teman-teman nya. "Oh, baik Bu."
---
Huft....
Satu menit, dua menit. Berlalu dengan hening. Baik Genta maupun Nadhin tak ada yang bicara. Sesekali Genta memang melirik Nadhin yang terlihat berjalan di samping belakangnya, namun tak lama, takut terciduk.
Nadhin agak heran mendengar Genta menghela napas.
Berkali-kali Nadhin memergoki Genta hendak menengok dan mulutnya terbuka ingin memulai kata namun tak jua bersuara. Bukan sekali, tapi berkali-kali. Yang mana membuat Nadhin geregetan. Sangat.
"Kalo mau ngomong, ngomong aja kali Ta." Genta menoleh.
Gini nih akibat salah ngomong. Haduh, Genta jadi merutuki dirinya sendiri yang oversharing Sabtu pekan lalu. Entah dari mana asal usulnya Genta bisa melontarkan kalimat itu. Apakah ini hasil kecemasannya pada hubungan Zaki dan gadis di sampingnya ini? Terlebih setelah mendengar kabar bahwa Zaki sudah mengutarakan perasaannya. Apakah Genta sudah jatuh sungguhan pada gadis itu? Entahlah, Genta belum yakin. Tapi, bukankah perilakunya sudah tak perlu dipertanyakan lagi? Yang bilang jatuh cinta itu indah, stop. Genta nggak setuju. Itu merepotkan dan membingungkan.
"Soal kemaren..." Genta menggantung kan kalimatnya, bingung harus membahasakannya seperti apa, takut salah bicara.
Satu detik, dua detik, tiga detik.
Kayaknya lo salah ngomong kan?
Lima detik.
"Gue udah lupain, tenang aja. Lagian lo ngawur kan pasti?" Ucap Nadhin menebak kalimay yang akan Genta ucapkan.
"Nggak gitu. Gue.." Genta spontan menyangkal, lalu setelah jeda kalimatnya, Genta tersadar akan sesuatu, lalu berhenti berbicara.
Nadhin tak tahu harus berekspresi seperti apa, sungguhan. Dari ekspresi nya Genta terlihat ingin menyangkal, ingin memperjelas bahwa bukan itu maksudnya, tapi responnya?
"Iya gue ngawur." Ya, akhirnya Genta mengiyakan. Dan membuat Nadhin lega mendengarnya.
Duh, padahal gue maunya lo peka. Gue suka sama lo.
Mereka berdua akhirnya sampai di ruang guru. Entah kebetulan atau apa, mereka juga bertemu Zaki disana. Zaki yang melihat Nadhin pun tak mau kehilangan momen.
"Dhin, pulang sekolah ada waktu gak?" Susul Zaki berlari kecil menuju Genta dan Nadhin.
Zaki melirik sekilas Genta yang juga menatapnya. Lalu Genta dengan ekspresi datar, memilih pergi dari sana menuju kantin. Jujur, Nadhin sedikit tak enak hati melihat Genta pergi dengan ekspresi seperti itu.
"Emm nggak kemana-mana sih, kenapa?"
Lalu keduanya melanjutkan pembicaraan sembari berjalan menuju kantin. Cukup jauh dibelakang Genta tadi.
-----
To be continue....Jangan lupa vote ya guys
Nggak boleh lupa