30. 'Teman'

26 14 87
                                    

.
.
"Tentu aja. Kenapa engga." Ya, jawaban seperti ini yang diharapkan Zaki. Zaki tersenyum senang mendengar penuturan Nadhin.

Dan tak terasa sangkar burung yang mereka tumpangi sudah berhenti tepat setelah mereka menyelesaikan percakapan mereka. Rasanya belum juga sampai puncak, eh sudah mendarat saja. Apakah ini yang terjadi jika kita terlewat bahagia bersama orang yang kita suka? Ya, mungkin saja demikian.

"Astaghfirullah, eh emang setan punya ceker? Kan melayang ya dia." Setelah turun dari bianglala, mereka memutuskan untuk berburu makanan di stand yang ada.

"Pernah liat emang?" Tanya Nadhin meladeni sambil terus berjalan beriringan.

"Di film kan gitu."

"Kenapa emang?"

"Tuh ceker setan. Setan kan melayang, nggak ada kaki. Berarti bukan ceker setan dong." Tunjuk Zaki pada sebuah stand makanan dengan spanduk bergambar hantu berwarna merah bertuliskan 'ceker setan'.

Nadhin terkekeh menyadari bercandaan Zaki. "Kalo gitu konsepnya, mie ayam berarti pake mie nya ayam? Ayam juga nggak punya mie kan?"

"Nggak tau kalo punya kerjaan, bisa beli dia."

"Ngaco. Ada-ada aja lo." Nadhin menggeleng heran sembari terkekeh.

Akhirnya mereka menemukan stand bakso legendaris daerah mereka. Dan mereka berdua setuju makan disana.

"Kemanapun perginya, bakso makan nya." Celetuk Zaki sembari menarik kursi untuk Nadhin duduki, dan menarik kursi untuk dirinya juga.

"Makasih." Lalu mereka memesan dua porsi dan menunggu pesanan mereka jadi. Disela-sela kegiatan menunggu, Zaki mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Entah tujuannya apa ia tak tahu. Lalu sekelebat punggung seorang bapak-bapak yang berjalan lumayan jauh disamping stand yang mereka kunjungi membuat Zaki terfokus hingga memicingkan matanya memperjelas yang ia lihat.

Nggak mungkin bokap gue kan?

Tak peduli dan tak mau menerka-nerka, Zaki kembali menoleh Pada Nadhin. Gadis itu tengah celingukan seperti mencari-cari sesuatu sembari tangannya memegang ponsel.

"Kenapa?" Tanya Zaki ikut mengekori pandangan Nadhin.

"Nggak kenapa-kenapa. Temen gue barusan paparazi-in gue. Kayanya mereka disini juga deh. Tapi nggak keliatan." Ujar Nadhin mengecek ponselnya lagi, melihat dari sudut pandang mana foto itu diambil. Lalu kembali mengedarkan pandangan.

"Siapa emang?"

"Ayu." Tak kunjung menemukannya, Nadhin kembali menghadap ke depan seperti semula.

-----

"Udah ih, kasian. Besok pasti malu tuh, gak mau ngomong." Ayu di balik pohon kembali mencoba merebut ponselnya yang tiba-tiba dibajak ide konyol Gilang. Awalnya mereka hanya berjalan-jalan biasa menghabiskan malam Minggu di sini, setelah kemudian melihat Zaki dan Nadhin disalah satu stand, Gilang tiba-tiba kepikiran untuk memfoto lalu mengirimkannya pada kontak Nadhin di ponsel Ayu.

"Emang iya? Btw besok Minggu Yang." Tanya Gilang mengembalikan ponsel Ayu. Ayu mengangguk menjawabi sebelum kemudian melotot tak terima dipanggil 'yang' tanpa seizinnya.

-----

"Manis nggak Zak?" Tanya Nadhin melihat Zaki menyeruput es teh nya setelah menghabiskan seporsi baksonya. Belum juga di jawab, Nadhin bergerak meminum es teh miliknya saat Zaki menjawab "Manis."

"Loh kok beda, punya gue tawar." Heran Nadhin melihat segelas es teh yang baru saja ia sedot.

"Kan minumnya sambil liat lo, jadi manis." Jawab Zaki dengan santainya, matanya pun masih nyaman melihat Nadhin tak menghiraukan penghuni meja sebelah yang langsung menoleh mendengarnya.

SETRIP.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang