Setelah upacara pembukaan selesai. Acara dilanjutkan dengan perkenalan anggota baru yang baru saja lolos seleksi tempo hari. Tak lupa juga para mpk.
Hari pertama LDK tidak begitu melelahkan, hari itu hanya diisi sambutan dari para panitia, pembina osis, kepala sekolah dan juga beberapa orang penting dibalik ke organisasi an ini. Sekitar jam 11 acara perkenalan dan tetek bengeknya baru selesai. Lalu dilanjutkan istirahat untuk sholat dan makan. Setelahnya mereka semua bersiap untuk bermain games yang telah ditentukan oleh panitia.
Mereka bersenang-senang hari itu.
Tiada siapa yang menyangka jika kesenangan hari itu hanyalah pembukaan dari kegiatan LDK yang sesungguhnya. Di hari kedua, hampir tidak ada yang namanya bercanda sedikitpun. Semua panitia terlihat garang dengan mulut yang berkoar setiap berucap.
Tentu untuk angkatan kelas 11 ini bukanlah hal yang aneh dan perlu diherankan karena mereka sudah lebih dahulu mengikuti kegiatan yang sama setahun yang lalu saat mereka baru dinyatakan lolos seleksi. Hanya sedikit gugup saja setelah lama tak mendengar nada tinggi yang terdengar.
Di hari kedua, agenda dari panitia adalah susur sungai dan mencari rute perjalanan dengan tim yang telah di buat oleh panitia serta memecahkan beberapa teka-teki di pos yang telah disediakan panitia. Setiap tim akan di awasi oleh satu orang panitia sebagai pembimbing tim. Ya! Hanya namanya yang pembimbing, nyatanya hanya memasang raut jutek ples judes saat ditanya hal yang membingungkan oleh tim nya.
"Kak, ini ambil jalan yang kanan apa kiri?" Ucap Zaki sopan dan paham keadaan.
"Bisa baca kan? Itu tulisan buat dibaca bukan di lirik doang."
"Ebuset! Galak amat kaya anjing tetangga." Gerutu Zaki sembari berpaling, menyesal telah bertanya pada kakak kelasnya itu.
"Makannya dibaca dulu." Timpal Genta yang ditakdirkan satu tim dengan manusia bernama Zaki. Lalu meminta kertas yang ada ditangan Zaki dan membacanya, diikuti semua anggota dalam tim guna membaca teka-teki yang tertera.
"Tinggal bilang kanan apa susahnya si elah. Sariawan kali yak." Zaki masih saja menggerutu setelah mengetahui arah jalan yang seharusnya diambil berkat kemampuan Genta memecahkan teka-teki sudut istimewa yang ada di kertas.
"Di depan ada sungai, diharap hati-hati ya semua. Saling pegangan karena arusnya lumayan kenceng." Seru Genta setelah membaca peta yang ia pegang.
"Siap kak!!!" Seru semua rekan setim yang mengikutinya di belakang.
"Susur sungai disana?"
"Bukan, susur sungainya di hulu nanti."
Genta yang dasarnya berjiwa pemimpin tak bisa membiarkan anggota tim nya terluka sedikit pun. Sebisa mungkin Genta menjaga dan melindungi semua anggota tim nya.
"Jak. Ini kasian kecil takutnya kebawa arus. Gandeng elah." Ucap Genta melihat anggota tim nya yang bertubuh kurus hendak menyebrangi sungai tanpa gandengan karena sepertinya dia anggota terakhir. Tunggu, tapi panitia di tim nya juga belum kelihatan batang hidungnya. Kemana kah gerangan?
"Gue gak se-lemah itu kali kak." Sahut gadis berkuncir yang Genta maksud. Genta hanya terkekeh menyadarinya.
Zaki sebagai wakil di tim ini sedikit menggerutu sebelumnya, namun tetap menyebrangi sungai untuk menjemput gadis kurus itu lalu kembali menyebrangi sungai dengan dua tangan penuh. Satu untuk memegangi tongkat dan sepatunya, satunya lagi sebagai pegangan si gadis kurus.
"Lhoh, Dhin. Lo ikut tim gue?" Melihat kedatangan Nadhin dengan panitia pengawas tim nya membuat Genta bertanya demikian.
"Heum, tadi gue salah baca nama pendamping jadi telat deh gabung nya." Jelas Nadhin lalu bergegas mencopot sepatunya.
"Kak, gandengan bertiga?" Tawar Genta baik pada pendamping di tim nya yang merupakan seorang perempuan. Pendamping itu menggeleng menunggu Nadhin selesai dan mengikuti Genta dan Nadhin menyebrangi sungai.
Nadhin yang tak ter-briefing ketika mendapati Genta menggandeng tangannya untuk menyebrangi sungai bersama jadi sedikit terkejut. Lalu otaknya segera menyadari bahwa ini untuk keselamatan nya dan bersama. Buktinya, ia saja hampir terbawa arus meski sudah berpegangan pada Genta.
"Udah sarapan belum si Dhin?" Ledek Genta bergegas mempererat pegangannya pada tangan Nadhin. Lalu menyadari tali ranselnya terasa sedikit berat, Genta menoleh mendapati pendamping tim nya berpegangan erat pada tali ranselnya sebelah. Memang ya, gengsi banget.
"Ididih. Angka yang sering muncul!" Sindir Zaki masih sambil memakai kembali sepatunya.
"Apa?" Tanya Genta yang tak mendengar ucapan Zaki karena arus sungai yang lumayan menyita pendengarannya.
Zaki menggeleng, lalu bersitatap dengan Nadhin dan tersenyum pada nya.
"Itu tim nya gak ada yang ngarahin loh. Mau dibiarin nyasar?!" Kata pendamping mereka yang menyadari tim nya sudah tidak terlihat.
"Kejar Jak. Gue pake sepatu dulu. Nih peta nya." Titah Genta melempar peta ditangannya dan mulai memasang kembali sepatunya disaat Nadhin sudah hampir selesai.
"Cepet." Tambah pendamping tim mereka. Zaki pun pergi menyusul tim mereka dengan pendamping di belakangnya. Meninggalkan Genta dan Nadhin menyelesaikan pakai sepatu mereka meski agak tidak rela.
-----
Tak di duga jalur yang dilalui kian sulit, tak jarang anggota tim banyak yang tergelincir hingga terguling ketika menemui jalanan penuh bebatuan dan berlumpur. Membuat Genta harus ekstra meneriaki tim nya untuk berhati-hati setiap detik."Dhin pegangan." Ucap Zaki sengaja menunggu Nadhin dibawah dan mengulurkan tangannya untuk dijadikan pegangan oleh Nadhin.
"Ati-ati licin." Timpal Genta yang bertugas menjaga bagian belakang tim nya.
Sementara Nadhin fokus sendiri ke jalan yang ia tapaki dengan bantuan tongkat kayu yang ia bawa, sama sekali tak mendengar seruan Zaki maupun Genta.
"Sini pegangan.."tawar Genta spontan melihat Nadhin sangat lambat menapaki batuan penuh lumpur di depannya.
"Gue pegangin Dhin.." Zaki pun tak mau kalah menawarkan tangannya yang bahkan sedari tadi belum juga turun, menanti tangan Nadhin menyambarnya.
"Sepatunya gue pegangin sini.." ucap Genta menawarkan lagi.
"Tas nya gue bawain?" Sahut Zaki tak mau kalah.
"Sini sepatu lo.."
"Gue gendong aja sini.."
Di antara sahut-sahutan penawaran bantuan di depan dan belakangnya, Nadhin malah sama sekali tak mendengarnya karena terlalu fokus mengarahkan pijakan tak ingin berakhir terguling dan menangis seperti adik kelasnya barusan, yang sekarang sedang ditenangkan oleh kakak pendamping.
"Huft.. Alhamdulillah." Ucap Nadhin setelah berhasil melalui bagian jalan batu yang berlumpur dengan selamat.
Sementara kedua manusia yang awalnya saling bersahutan menawarkan bantuan kini hanya saling menatap lalu berdehem bersamaan dan memalingkan wajah bersamaan.
Nadhin yang mendengar deheman dari keduanya menatap dua lelaki itu bergantian, tak paham dengan apa yang terjadi. Lalu melanjutkan perjalanan menyusul tim nya yang mulai meninggalkan lokasi tersebut.
-----
"Lo suka sama Nadhin?" Di tengah kesibukan tim saling bertukar opini untuk memecahkan teka-teki akhir sebelum susur sungai di depannya, Zaki mencuri situasi untuk bertanya demikian pada Genta yang fokus berpikir di sebelahnya. Genta yang tak menyangka akan ditanya seperti itu menoleh sekilas pada Zaki lalu kembali menyibukkan diri.
"Lo gak budek kan?" Melihat Genta hanya menyunggingkan senyum singkat membuat zaki geram sendiri.
"Lo keberatan?"
"Tas gue nggak berat amat, aman." Jawab Zaki bercanda namun raut mukanya terlihat serius membuat Genta memaknainya sebuah jawaban.
"Bagus,"
"Tas gue emang bagus."
---
To be continue...
.
.Jangan lupa vote guys.
Nggak boleh lupa.