42. Kiriman.

24 7 37
                                    

"Bukan, gini.." kedua sudut bibir Genta terangkat sempurna. Terlihat pantulan wajahnya di layar ponselnya yang mati.

Mengambil posisi telentang di kasur, Genta melupakan lelahnya. Tergantikan kupu-kupu yang terasa memenuhi dadanya. Tak ada yang menyangka jika ia bisa seperti ini. Termasuk Genta sendiri.

Tok tok. Suara pintu kamarnya diketuk.

"Mas Tata udah sarapan? Ibu lagi pergi, jadi nanti Mba Putri masakin."

-----

"Mah, dulu mamah pas ditembak Papa gimana?" Zaki terduduk manis menikmati sarapannya yang sudah terlewat tiga jam yang lalu, ditemani Mamah dihadapannya.

"Kamu mau nembak cewek Dek?" Zaki celingukan mencari keberadaan Papa nya yang juga ikut dipulangkan setelah mendampingi kegiatan LDK kemarin.

"Papa udah sarapan?" Wanita paruh baya itu mengangguk.

"Udah kemaren malem." Tutur Zaki setengah berbisik. Sontak ucapannya membuat Mamah nya itu tersenyum memandangi nya.

"Kenapa sih? Kenapa muka Zaki?" Zaki yang dipandangi jadi risih, meraba mukanya sendiri.

"Coba cerita dek. Ceweknya gimana? Baik? Cantik?" Alih-alih menjawab pertanyaan putranya, wanita itu malah mencoba mencari tahu gadis yang putranya sukai.

"Ih kepo ah."

"Dih, kan Mamah mau tau."

"Kapan-kapan Zaki kenalin. Tapi janji jangan bilang-bilang Papa." Entah terinspirasi dari mana Zaki bisa mengatakan kalimat itu. Yang jelas, Zaki tak butuh pikir panjang untuk itu.

"Janji. Tapi spill dikit fotonya boleh dong, pasti ada kan?"

-----

Semenjak pulang dari LDK Nadhin merasa tidak enak badan. Benar saja, keesokan harinya ia tidak pergi ke sekolah. Badannya panas dan tubuhnya menggigil. Setelah dibuatkan surat izin sakit oleh adiknya, makan dan meminum obat, baru Nadhin bisa melanjutkan tidurnya. Terpaksa, Hanan pun berangkat sendirian tanpa Nadhin di boncengannya.

Di parkiran, Hanan bertemu Zaki yang juga baru tiba disana dengan Papa nya.

"Nadhin mana?" Setelah Papa nya menghilang dari pandangan, Zaki segera menanyakan keberadaan Nadhin yang padahal sudah ia tunggu kehadirannya.

"Sakit."

"What!!!?" Zaki sontak menutup mulut menyadari suaranya terlampau keras. Membuat Hanan mengumpat karena mendapati orang-orang diparkiran memandangi nya dan Zaki.

"Jurus Ninja seribu kaki. Wuuzzzz.." Zaki berlari menaiki tangga meninggalkan Hanan mematung disana.

"Heh, bocah! Tungguin Jak!" Setelah sadar, Hanan juga ikutan berlari menyusul Zaki. Meninggalkan tawa yang memenuhi parkiran karena ulah keduanya.

-----

"Kayaknya gue butuh pick up deh Jak." Gumam Hanan melihat tiga keresek belanjaan yang Zaki tenteng dengan susah payah keluar dari minimarket.

"Ntar gue beliin tronton sekalian." Sahut Zaki yang kini sibuk sendiri menaruh belanjaannya di motor Hanan. "Lebay luh."

"Tuh spion tuh, ngaca coba."

"Oke. Ganteng paripurna." Zaki terpaksa menepi dari posisinya karena Hanan sudah siap mengendarai sepeda motornya dengan 3 kantong belanjaan terpajang di cantolan motornya.

"Kalo Nadhin gak terima, gue makan ya?" Tanya Hanan sebelum menstater motornya.

"Gak mungkin, Nadhin kan baik. Pasti terima."

SETRIP.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang