Chapter 22

87 28 154
                                    

Disinilah Gavin sekarang, duduk di rooftop memandangi langit biru yang ditemani awan putih. Sinar matahari yang tertutup oleh awan membuat cuaca siang ini tak begitu terik.

Drrttt drrrrtt...

Untuk ke sekian kalinya ponselnya bergetar, menandakan sebuah telepon dari seseorang. Gavin hanya melirik nama "Nana" yang kini menelponnya, tak ada niat untuk mengangkat.

Di sisi lain, Shelina khawatir ketika Gavin tidak kembali ke kelas sejak jam istirahat tadi. Sudah beberapa kali mengirim chat, dan menelpon namun lelaki itu tak kunjung menjawab.

Shelina sering mengecek ponselnya yang ada di laci meja, untuk mengetahui barang kali Gavin menghubunginya kembali. Hal tersebut membuatnya tak fokus memperhatikan penjelasan guru. Ia hanya ber'iya-iya' saja saat Pak Radit menanyakan apakah murid-muridnya sudah paham.

Pak Radit menatap murid-muridnya satu persatu. Di saat yang lain sibuk mencatat materi yang tertulis di papan tulis, matanya menangkap Shelina yang termenung.

"Shelina, kamu belum paham dengan penjelasan saya?" tanya Pak Radit dengan lantang.

Otomatis semua penghuni kelas XI IPA 3 menoleh ke arah Shelina. Gadis itu tersenyum kikuk. "Su...sudah Pak."

Pak Radit melipat tangan di depan dada. "Kalau begitu, coba kamu terangkan kembali materi itu," pinta beliau sembari menunjuk ke papan tulis.

Mendengar itu, Shelina mencelos. 'Mampus gue.'

***

"Huftt...hufft." Napas Shelina terengah begitu sampai di rooftop. Sebelumnya, Gavin mengirim chat pada gadis itu. Memberitahu bahwa dirinya sedang berada di rooftop.

Sapaan angin membuat rambut panjang Shelina berkibar. Tangannya tergerak menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Ia berjalan seraya berdecak menghampiri Gavin yang duduk di sofa bekas. "Kirain dimana ternyata disi...,"

Terperangah dengan wajah cowok itu yang lebam, Shelina menjatuhkan tas Gavin dan langsung duduk di sampingnya. Ia menyentuh lebam dan plester yang tertempel rapi di sudut bibir Gavin. Hal itu membuatnya mendesis.

"Lo abis berantem lagi?" tanya Shelina namun tak dijawab oleh Gavin.

"Gak, cuma jatoh doang," timpal laki-laki itu.

Shelina menggeplak lengan Gavin, jawaban itu terkesan aneh. "Jatoh apaan? Masa sampe kaya gini?!"

Gavin justru terkekeh melihat reaksi gadis di sampingnya ini. Tak ingin Shelina bertanya macam-macam, ia berdiri mengambil tasnya. "Pulang yuk." Lalu pergi meninggalkan Shelina yang mencak-mencak.

"Ishh, baru aja nyampe." Dengan kesal, Shelina bangkit dari duduknya dan berjalan mengikuti Gavin turun dari rooftop.

***

"Hati-hati." Tangan Shelina melambai ke arah Gavin yang kini melaju dengan motornya.

Gadis itu membuka pagar dan masuk ke rumah. Ketika berjalan menuju tangga, ia dikagetkan dengan seorang wanita yang berdiri di anak tangga kedua dari atas sambil menatapnya. "Mama?!"

Dahi Naya berkerut. "Kenapa kamu? Kayak ngelihat setan aja."

"Mama kok udah pulang? Kemarin katanya lusa, berarti besok dong," ujar Shelina.

"Kamu gak suka Mama pulang hari ini?!" sentak Naya kepada anak semata wayangnya. Wanita paruh baya itu menuruni tangga, berjalan mendekati Shelina yang terkekeh.

DARK MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang