Chapter 19

106 36 246
                                    

Tak ingin berlama-lama, Egi mengikatkan lengan jaketnya pada pinggang Mely kemudian membopongnya pergi dari tempat ini. Di belakang, si perempuan yang tadi menggoda Egi menghentak-hentakan kakinya kesal. Karena gagal mendapatkan mangsa.

Di perjalanan ke tempat parkir, gadis itu terus meracau dan melepaskan diri dari Egi. Mely berjalan gontai tak tentu arah sehingga membuat Egi kewalahan. Bahkan hampir saja gadis itu melangkah ke jalan raya yang ramai dengan kendaraan.

Ketika sampai di parkiran, lelaki itu baru sadar jika dirinya kesini naik motor. Untung saja Mely masih belum tepar.

Mendadak Mely mendaratkan lututnya dan duduk di halaman club ber-paving block. (*duduknya kayak anime girl).

Air matanya meluruh. "Gue gak mau mereka cerai. Kenapa sih mereka pengen cerai? Hiks...hikss. Apa mereka pikir gue bahagia? Apa mereka pikir gue bakalan bahagia kalo harus tinggal dengan salah satu di antara mereka? Hiks...hikss," ucap Mely sesenggukan.

Melihat itu, Egi merendahkan tubuhnya. Tangannya mengusap bahu Mely, memberikan ketenangan. Ini adalah kali kedua Egi berada di dekat Mely yang kondisinya mabuk.

Menit selanjutnya, Egi menarik tangan Mely perlahan supaya berdiri. Namun gadis itu malah menampiknya. Tangisnya pecah, orang-orang yang berlalu lalang di sekitar mereka menatap iba pada Mely.

"Ihh, pasti disakitin sama cowok sebelahnya tuh."

"Lagi di-php mungkin."

"Kasian."

"Kok cowoknya diem aja sih?!"

"Ganteng-ganteng gak peka."

Egi mengusap-usap surainya, lalu beralih posisi di belakang Mely. Mengangkatnya hingga berdiri. Setelah itu langsung mengambil motor sport-nya. Dalam hati, Egi terus saja menggerutu.

Tangis Mely mulai mereda, ia naik ke jok belakang motor begitu Egi menyuruhnya. Punggung kokoh milik lelaki itu kini dijadikan sandaran. Egi menarik tangan Mely supaya melingkar di perutnya agar tidak jatuh.

Lalu, keduanya pun pergi membelah jalanan ibukota.

***

Pagi ini para guru SMA JAYA BANGSA sedang mengadakan rapat. Sehingga siswa-siswi merasa bebas karena jamkos. Dan untungnya guru yang seharusnya mengajar mereka saat ini tak memberikan tugas.

Untuk mengisi jamkos, Shelina mengerjakan tugas makalah yang belum selesai diketik. Entahlah, ia merasa jenuh dan malas jika melakukan ini sendirian di rumah. Walaupun suasana kelasnya cukup gaduh, tak masalah bagi Shelina. Hal demikian justru mengurangi rasa suntuknya.

Jari-jemari Shelina menari-nari di atas keyboard. Matanya melihat tulisan di buku lantas ke keyboard secara bergantian, sesekali juga melihat layar laptop.

"Hufft...huftt. Jamkos?" tanya Mely dengan napas terengah. Shelina mengangguk. Mely duduk di kursinya sambil menghela napas lelah, ia merasa beruntung. Heran ketika memandang jam dinding yang menunjukkan pukul 08.10. "Eh bentar, guru-guru pada rapat?"

"Heem," balas Shelina.

"Pantesan Pak Mul gak ada, gerbangnya juga masih kebuka," gumam Mely.

"Tumben lo telat," cetus Shelina yang masih fokus dengan kegiatannya. "Biasanya tiap hari," ledeknya.

"Dih, sembarangan lo." Mely merapikan baju seragamnya yang sebagian keluar. Ia melirik Shelina. "Ngetik apaan?"

"Makalah," ujar Shelina. Di menit yang sama Egi memasuki kelas. Ia juga terlambat, karena berangkat sekolah bersama Mely seperti dalam dare-nya. Jika Egi memberi dare pada Mely untuk menjadi babunya selama seminggu, Mely memberi dare pada Egi untuk menjadi ojeknya selama sebulan.

DARK MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang