Chapter 15

145 75 436
                                    

Hari ini adalah hari Senin. Dan setiap Senin, sekolah mengadakan upacara bendera yang harus diikuti oleh semua warga sekolah.

"Mohon perhatian, upacara bendera akan di mulai dalam lima menit. Seluruh petugas dan peserta upacara harap segera mempersiapkan diri."

Suara bel otomatis itu berkumandang, memberitahu semua petugas, dan peserta upacara untuk bersiap. Bagi mereka yang disiplin, pasti langsung bergegas ke lapangan tak lupa mengenakan atribut yang lengkap. Tapi sayangnya itu hanya sebagian kecil, kebanyakan dari mereka merasa malas untuk mengikuti upacara. Meski begitu, mereka terpaksa melaksanakan daripada mendapat hukuman.

Anak anak kelas XI IPA 3 sudah mulai berhamburan keluar kelas, termasuk Shelina yang meninggalkan Mely karena ia menyuruhnya pergi duluan.

Egi naik ke kursinya. "WOY!! ADA YANG PUNYA TOPI DOUBLE GAK?!"

Teman teman sekelasnya menggeleng, ada juga yang tak menanggapi sama sekali.

Egi mendengus, ia tak punya waktu untuk memalak adik kelas supaya memberikan topi mereka untuk ia pakai.

"Mel, gue pinjem topi lo ya." Egi lancang mengambil topi Mely yang tergeletak di meja.

Mely meletakkan lipgloss-nya dan merebut topinya. "Enak aja lo!"

Egi merengek, "Ck, Mel. Lo gak kasian apa sama gue?! Gue udah tiga kali bolos upacara, sampe eneg gue ngeliat muka Bu Retno."

"Ya itukan salah lo sendiri! Siapa suruh ngilangin topi?!" sambar Mely.

"Kalo gak ada, lo beli sana di koperasi!" lanjutnya.

Egi mendelik kemudian teringat sesuatu, ia merentangkan kedua tangannya untuk menghadang Mely. "Eittss, lo lupa sama dare lo kemaren?" Egi mengeluarkan smirknya.

Mely gelagapan. 'Sial, kenapa dia harus inget sih.'

Egi mendekat ke sisi wajah Mely. "Lo jadi babu gue, itu artinya lo harus nurutin semua perintah gue," ujar Egi yang tersenyum penuh arti.

Topi Mely yang terpasang di kepalanya, dilepaskan Egi. Lalu Egi melengos dari hadapan Mely. "Dadah Mely."

Mely menghentak hentakkan kakinya, merasa kesal. Ia mengintip lewat jendela dan melihat Pak Broto yang berjalan menuju kelasnya. Gadis itu langsung bersembunyi di kolong meja.

Pak Broto berhenti di pintu dan meneliti setiap inci ruang kelas. Tak lama itu beliau masuk, berjalan ke belakang dan mengamati lagi.

Jantung Mely berdetak kencang, ia gemetar. Dalam hati, merapalkan supaya Pak Broto tak melihatnya. Tak lama itu, Mely bernapas lega, kala Pak Broto melewatinya. Sepertinya beliau tak melihat Mely di kolong meja.

Tuk tukk...

"Keluar kamu!" tegas Pak Broto yang baru saja mengetuk meja tempat Mely bersembunyi.

'Arghh, sial.'

***

Seperti biasa saat upacara pasti ada saja yang mengobrol, terutama baris paling belakang. Ketika guru bk lewat barulah mereka diam, supaya tidak kena hukuman.

Shelina mengibas-ngibaskan tangannya, mengurangi rasa gerah akibat terlalu lama terkena panas matahari. Ia berada di baris ke tiga dari belakang, suara-suara dibelakangnya terdengar cukup jelas. Mereka membicarakan Pak Warno yang mencukur habis kumis tebalnya, kini beliau sungguh tampil beda.

Saat ini, Pak Warno berdiri di tengah-tengah peserta upacara untuk memberikan amanat sekaligus pengumunan penting. Berbicara mengenai KBM, kedisiplinan, kebersihan sekolah, dan yang lainnya. Hampir setiap upacara beliau membahas itu, sampai-sampai murid murid bosan mendengarnya.

DARK MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang