"MAU KEMANA KAMU, NA?!!" Teriakan Naya seolah terambang di udara. Gadis itu tak menggubrisnya. Dengan terburu-buru Naya berjalan ke luar rumah, dan tak mendapati Shelina di sana.
Wanita paruh baya itu kembali masuk ke rumah. Suara Bi Surti menginterupsinya. "Non Sheli kemana, Nya?"
"Saya gak tau Bi." Raut khawatir Naya terlihat jelas. Bagaimana tidak? Gadis itu masih belum pulih. "Coba saya telpon dulu."
Telinga Naya mendengar ringtone ponsel dari atas. "Kayaknya Non Sheli gak bawa hpnya," ujar Bi Surti yang juga mendengar ringtone itu.
Naya berjalan menaiki tangga menuju kamar Shelina. Ia menemukan ponsel putrinya tergeletak di lantai. Selesai menutup teleponnya, wanita itu membelalakkan mata saat melihat grup kelas Shelina. Terlebih dengan foto gadis itu yang setengah telanjang.
Apa maksud semua ini? Kenapa Nana ...
Ia membekap mulutnya tak percaya. Tak lama itu Naya bergegas turun. Setelah mengambil tasnya di meja makan, wanita itu keluar rumah dengan tergesa. Instingnya mengatakan bahwa Shelina pergi ke sekolah. Jadi, Naya melajukan mobilnya ke sana.
Sepanjang perjalanan, pikiran Naya dipenuhi oleh Shelina. Ibu mana yang tidak gelisah ketika melihat foto putrinya yang setengah telanjang dilihat banyak orang. Apalagi foto saat Shelina ditindih oleh seorang laki-laki.
Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana mungkin putrinya melakukan hal seperti itu?
Gak. Nana gak mungkin kayak gitu. Pasti ada yang salah, batin Naya berusaha berpikir positif. Mungkin saja foto-foto itu editan. Ya, mungkin saja Nana dibully sama mereka.
Naya menerka-nerka berbagai kemungkinan yang ada di otaknya. Ia yakin Shelina tak mungkin berbuat hal serendah itu.
Tiba di sekolah, Naya bergegas ke aula. Tadi di foto itu, ia melihat papan hijau yang ia yakini adalah mading.
Naya berjalan mendekati mading. Alisnya bertaut saat tahu bahwa foto-foto itu tak ada di sana. Apa Nana mengambilnya?
Pandanganya menyapu ke sekeliling aula. Kamu di mana, Na?
"Haha, pasti Shelina bakal dihukum tuh."
"Iya, kalo udah masuk ruang BK gak bakal bisa lolos. Tau sendiri kan Bu Retno tuh gimana orangnya."
"Pantesnya tuh dikeluarin. Masa sekolah mau nampung Shelina. Jalang kek dia gak dibutuhin di sekolah ini."
Plakk...
Telapak tangan Naya mendarat keras di pipi seorang siswi di dekatnya. Emosi Naya tersulut ketika mendengar putrinya disebut 'jalang'.
"Berani-beraninya kau bicara seperti itu!!" tukas Naya. Kilat amarah terpancar di matanya. Ia menunjuk siswi yang menyentuh pipi akibat tamparannya. "Dengar, kalau kau tak bisa menjaga bicaramu lebih baik tutup mulutmu."
Naya pergi dari hadapan mereka setelah mengatakan itu. Ia tak mempedulikan pandangan orang-orang yang melihatnya. Kini, dengan langkah cepat Naya berjalan ke ruang BK.
Pintu ruang itu ditutup. Tanpa aba-aba Naya langsung membukanya. Ia masuk saat mendapati Shelina duduk di sana membelakanginya. Usai menutup pintu, ia melangkah. Namun langkahnya terhenti saat mendengar ucapan Shelina.
"Ssa..ya di..perkosa, Bu."
Dugh..
Shelina menengok ke belakang. Kelopak matanya melebar begitu melihat seorang wanita dengan tasnya yang terjatuh berdiri di pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK MEMORIES
Teen Fiction[HIATUS] Kecelakaan mobil yang dialami Shelina membuat sebagian ingatannya hilang. Tentang siapa yang menabraknya belum terungkap sampai saat ini. Akibat kecelakaan itu, Shelina kehilangan Ayahnya. Terlepas dari semua itu, Shelina kembali menjalani...