"Gi. Gue minta tolong boleh gak?" tanya Shelina lewat telepon.
"Minta tolong apa?"
Shelina sungkan ingin mengatakannya. Tapi kondisinya sedang tidak fit. "Emm... gini, gue udah selesaiin sisa tugasnya. Kalo gue minta tolong lo yang print sama bendel, bisa gak?"
"Oohh, bisa kok. Ntar lo kirim file-nya ke gue," jawab Egi.
"Beneran Gi?"
"Iya. Lagian lo kan lagi sakit."
"Sorry ya, gue jadi gak enak sama lo."
"Gak apa-apa Shel. Ya udah gue tutup dulu ya."
"Iya, makasih Gi."
"Sama-sama."
Sambungan telepon pun diputus. Selesai mengirim file ke Egi lewat Whatsapp web, Shelina meregangkan ototnya. Ia lelah karena duduk terlalu lama. Ditambah rasa pusing di kepalanya.
Ceklek...
"Ya ampun Na. Kamu ini gimana sih?! Harusnya kamu tuh istirahat!" celoteh Naya begitu melihat putrinya yang duduk di depan laptop yang menyala.
Shelina menghela napas berat. Ia melirik jam di layar laptopnya yang menunjukkan pukul 18.09 WIB. Naya pulang dari kantor lebih awal. Biasanya wanita itu pulang sejam setelahnya. Atau kadang malah lembur hingga berlarut-larut. Maklum saja, Naya merupakan singleparent.
Wanita paruh baya itu menghampiri putrinya dengan geram. Tanpa aba-aba Naya menutup laptop Shelina cukup keras. Mata Shelina langsung melongo saat melihatnya.
Gadis itu menggeser pandangannya pada Naya, berniat melontarkan protes. Namun ketika melihat ekspresi marah Ibunya itu, Shelina merasa ciut. Naya memang terlihat menyeramkan jika sifat overprotective-nya keluar. Sifat itu kadang membuat Shelina jengkel. Mendadak gadis itu terpikirkan, bagaimana reaksi Naya saat tahu bahwa kemarin malam ia ...
"Malah bengong," cetus Naya sembari menepuk pelan bahu Shelina.
Naya mengernyit. "Ini kenapa leher kamu?"
Kelopak mata Shelina melebar. Gadis itu lupa memakai syalnya. Apalagi sekarang rambutnya dalam keadaan terkuncir. Lehernya pasti terpampang jelas. "I..ini di..digigit nyamuk Ma."
"Nyamuk?"
Sebelum Naya curiga, Shelina buru-buru pergi menjauhinya. "Nana mau pipis dulu Ma," ucapnya lalu hilang di balik pintu kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Shelina melihat pantulan dirinya di cermin. Lebih tepatnya ke leher. Tanda merah yang memudar itu masih terlihat. "Ish, kenapa lama banget sih ilangnya?!" geruru Shelina.
Selang beberapa menit, gadis itu keluar dengan rambut panjangnya yang terurai. Shelina meletakkan sebagian rambutnya ke samping kanan dan kiri, berusaha menutupi lehernya.
Matanya menyapu ke isi ruang kamar, Ibunya tak ada. Shelina mendekati ranjangnya kemudian merebahkan tubuhnya. Kepalanya butuh istirahat. Beban berat yang tertampung di otaknya ingin sekali keluar. Mulutnya ingin sekali menceritakan kejadian kemarin malam. Tapi, hatinya menolak itu semua. Sangat tidak sinkron.
Tak lama itu pintu kamar Shelina berderit. Naya masuk sambil membawa nampan dan duduk di tepi kasur. "Kamu makan dulu. Abis itu minum obat."
Shelina bangkit, mengubah posisinya menjadi duduk. Ia mengambil mangkok berisi bubur yang ada di atas nampan itu. Dan mulai melahapnya pelan-pelan.
Naya menempelkan telapak tangannya pada kening Shelina. Ia merasa suhunya sedikit turun. "Siang tadi kamu udah minum obat?" Shelina mengangguk.
"Oh ya, kamu ada masalah sama Gavin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK MEMORIES
Teen Fiction[HIATUS] Kecelakaan mobil yang dialami Shelina membuat sebagian ingatannya hilang. Tentang siapa yang menabraknya belum terungkap sampai saat ini. Akibat kecelakaan itu, Shelina kehilangan Ayahnya. Terlepas dari semua itu, Shelina kembali menjalani...