Cahaya mentari menyelinap masuk melalui celah gorden. Namun tak membuat seorang gadis yang bergelung dalam selimut itu terganggu. Mimpinya seolah terlalu indah jika harus berakhir sekarang.
Gavin menatap Shelina yang masih tertidur pulas. Hari ini ia berniat mengajak gadis itu keluar. Tapi, perasaannya tak tega untuk membangunkannya. Kakinya melangkah mendekati tempat tidur Shelina. Lalu Gavin duduk di pinggir kasur, sembari memandang wajah Shelina yang terlihat damai.
Terkadang Gavin terpikirkan sesuatu mengenai teror yang dialami Shelina. Terutama dengan kata-kata yang dilontarkan gadis itu saat di rooftop sekolah.
"Gue, nggak pernah ngerasain ini sebelumnya."
"Apa ini gara gara lo?"
"Lo tau? Sebelum lo ada disini, gue gak pernah ngerasain ini."
"Orang yang ngirim kotak itu, adalah orang yang ngirim pesan ke gue buat jauhin lo."
"Gue diteror gara gara itu."
Sudah cukup lama Shelina mengatakan itu. Namun, Gavin masih bisa mengingatnya dengan jelas. Apa iya gue harus jauhin lo?
Gavin menggeleng cepat. Kalau pun ia melakukannya sepertinya sudah terlambat. Kini tujuannya hanya satu, melindungi Shelina. Jika teror itu mulai muncul karena keberadaannya di dekat Shelina, ada kemungkinan bahwa sebenarnya orang yang meneror itu membenci dirinya.
Orang yang tak ingin melihat Gavin punya teman. Orang yang sangat ingin melihat ia terkucilkan dan kesepian. Tapi kenapa?
Apa orang itu punya dendam dengannya?
Lamunan Gavin buyar ketika merasakan pergerakan pada tempat yang ia duduki. Shelina menggeliat sambil mengerjap-ngerjapkan mata, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya.
Mata Shelina terbuka lebar begitu melihat Gavin ada di kamarnya sekarang. "Gavin?!"
Gadis itu langsung merubah posisinya menjadi duduk. "Lo ngapain di sini?"
"Duduk," jawab Gavin singkat. Shelina melongo tak percaya dengan jawaban lelaki itu. Tapi, bener juga sih. Dia kan lagi duduk.
"Cepetan siap-siap! Gue tunggu di bawah." Gavin beranjak, berjalan menuju pintu kamar Shelina.
"Siap-siap?" Raut wajah Shelina terlihat bingung. "Maksud lo sekolah? Hei, ini tuh hari Sabtu. Lo lupa kalo Sabtu juga libur?" Karena SMA JAYA BANGSA menerapkan sistem fullday, maka libur weekend-nya hari Sabtu dan Minggu.
Gavin menggeleng, ia tak ingin berbasa-basi. "Gue mau ajak lo keluar." Setelah mengatakan itu, Gavin hilang di balik pintu kamar.
"Ohh." Shelina mengusap rambut bagian atasnya yang berantakan. Dengan sedikit mendongak, ia melihat jam dinding yang jarum pendeknya menunjuk di antara angka 8 dan 9, sementara jarum panjangnya menunjuk ke angka 6.
Kelopak mata Shelina melebar. "Anjir! Mama pasti bakal ngomelin gue."
Dengan segera, gadis itu beranjak dari kasurnya. Lalu berlari masuk ke kamar mandi.
Selang beberapa menit kemudian, gadis itu keluar dari kamar mandi. Berjalan menuju lemari dan memilih pakaian yang akan ia gunakan. Shelina bingung ingin memakai outfit yang mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK MEMORIES
Teen Fiction[HIATUS] Kecelakaan mobil yang dialami Shelina membuat sebagian ingatannya hilang. Tentang siapa yang menabraknya belum terungkap sampai saat ini. Akibat kecelakaan itu, Shelina kehilangan Ayahnya. Terlepas dari semua itu, Shelina kembali menjalani...