Chapter 18

125 43 330
                                    

+628136XXXXXXX

|Apa kau sedang menunggu seseorang, Shelina?

Kau mengikutiku?|

Sontak Shelina menoleh ke beberapa pengunjung cafe disini. Pandangannya menyapu, tak satu pun luput dari penglihatannya. Semuanya nampak biasa-biasa saja, tak ada hal yang mencurigakan.

'Nih orang siapa sih sebenernya?! Kok dia tau gue nunggu seseorang,' pekiknya dalam hati. 'Apa dia ngikutin gue?'

"Ini pesanannya mbak, selamat menikmati," ucap waitress sambil meletakkan pesanan Shelina ke atas meja.

Shelina tersentak, ia menghela napas seraya menyentuh dada. "I- iya, terima kasih." Setelah Shelina mengatakan itu, sang waitress pun pergi.

Gadis itu meneguk sedikit minumannya, bersamaan suara bel berbunyi. Shelina menengok ke belakang, terlihat Egi yang berdiri dengan mengedarkan pandangannya, sepertinya dia mencari dimana Shelina.

Tangan Shelina terangkat dan melambai-lambai, memberi kode pada Egi. Egi yang mengetahui itu berjalan ke arahnya lalu duduk di kursi depan Shelina. Tentu saja dengan meja cafe sebagai penghalang.

Egi mengangkat gelas coklat milkshake yang terlihat menggiurkan. "Ini buat gue?"

Shelina mengangguk sembari meminum greentea blend-nya. Seketika Egi juga meminum coklat milkshake-nya dengan senang.

'Gue mulai dari mana ya?' tanya Shelina pada diri sendiri mengenai pembicaraannya dengan Egi.

"Jadi, lo gak ngomong apa gitu?" Egi heran, karena Shelina hanya diam saja.

"Oh gue ngerti," imbuhnya membuat Shelina memicingkan mata. "Ngerti apaan?"

"Karna tadi Gavin gak masuk, lo jadiin gue pelampiasan. Iya kan?" tuding Egi dengan ekspresi yang dibuat-buat.

"Dih, sembarangan lo. Ya nggaklah," tukas Shelina. 'Ck, gue bingung anjir mau ngomong darimana dulu.'

Shelina mengambil napas dan membuangnya perlahan. "Gi."

"Hm," balas Egi yang terlihat asik memainkan whipped cream di minumannya.

"A- apa bener lo mantannya Cesa?" tanya Shelina to the point, dirinya tak pandai berbasa-basi.

Egi terperanjat, namun berusaha tetap tenang. "Cesa? Cesa siapa?"

"Lo gak usah pura-pura deh, gue tau kok," sergah Shelina. Kemudian mengeluarkan surat yang kemarin ia temukan dan menaruhnya ke tengah meja. Egi yang melihat itu tak bisa berkata-kata.

"Gue mau lo jelasin ini." Shelina menatap Egi, meminta penjelasan.

Jari tangan Egi mulai menyentuh kertas usang berwarna hijau mint itu. Menghela napas berat, tentu saja ia mengenali surat ini. Sekilas dirinya membaca nama yang tertera di kiri bawah surat. "Iya, lo bener."

"Waktu itu, gue ngelihat Cesa duduk sendirian di kantin. Disaat yang lain bergaul, berkumpul sama temen baru, dia malah ngelamun. Entah apa yang dia pikirin. Lalu, gue mutusin buat nemenin dia." Egi mengambil jeda dengan meneguk milkshake-nya sedikit.

"Lama-lama, gue ngerasa nyaman sama dia. Senyumnya yang manis, sifatnya yang kelewatan polos, buat gue Cesa tuh menarik. Dibalik introvert-nya, dia punya daya tarik sendiri. Sebab itu, gue nembak dia, dan dengan polosnya dia hanya ngangguk sebagai jawaban kalo dia nerima gue jadi pacarnya." Egi tertawa kecil mengingat betapa lucunya ekspresi Cesa saat itu.

DARK MEMORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang