Akhirnya, Ibu dan anak itu sampai di rumah. Keduanya berjalan menuju kamar Shelina. Sejak tadi, gadis itu hanya diam. Pikirannya berkelana kemana-mana.
"Kamu istirahat dulu ya," tutur Naya sembari mendudukkan putrinya pada ranjang. Shelina tak menjawab. Dari pandangan gadis itu yang kosong Naya bisa tahu bahwa Shelina masih memikirkan kejadian itu.
Tangan Naya menangkup pipi Shelina. "Dengar sayang, jangan pikirin apapun! Mama tau kamu pasti sulit melupakannya. Tapi kamu harus bisa! Kamu harus kuat!"
Tanpa sadar wanita itu meneteskan air mata sambil mengelus rambut Shelina. "Kamu tenang aja, Mama gak akan tanya macem-macem sama kamu. Sekarang yang terpenting kamu istirahat, ya?"
Shelina mengangguk pelan sebagai balasan.
"Kalo kamu butuh apa-apa, kamu tinggal panggil Mama atau Bi Surti," imbuh Naya.
Gadis itu menyeka air mata Ibunya dengan jarinya. "Jangan nangis," lirih Shelina. "Maafin Nana, Ma. Nana udah gagal jaga diri Nana."
Naya memegang tangan Shelina yang menempel di pipinya. "Gak, ini salah Mama. Akhir-akhir ini Mama jarang perhatiin kamu. Mama terlalu sibuk sama pekerjaan. Maafin Mama."
Wanita paruh baya itu memeluk Shelina erat. Ia menyesal karena gagal menjaga putrinya dengan baik. Putri semata wayangnya telah dilecehkan oleh laki-laki. Ibu mana yang tidak sedih jika mengetahui hal itu.
Jujur saja, banyak pertanyaan yang ingin Naya layangkan pada Shelina. Tapi sekarang bukanlah waktu yang tepat. Ia harus bisa memahami keadaan putrinya saat ini. Naya akan menyimpan semua pertanyaan itu dalam pikirannya.
***
Hari demi hari berlalu. Gavin sangat merindukan Shelina. Ia ingin sekali mengetahui bagaimana keadaan gadis itu. Namun setiap kali berkunjung ke rumahnya, Gavin tak diperbolehkan bertemu Shelina.
Apa yang sedang dia lakukan?
Bagaimana keadaannya?
Apa tidurnya nyenyak?
Rasa rindu Gavin membuncah. Ia sangat ingin melihat Shelina sekarang. Matanya menatap jam di layar ponsel yang menunjukkan pukul 01.25 WIB.
Lelaki itu beranjak dari tempat tidurnya. Memakai jaket, mengambil kunci motor lalu keluar kamar. Langkah lebarnya berjalan menuju garasi.
Gavin menaiki motor sport-nya keluar dari pekarangan rumah. Kemudian melaju membelah jalanan ibukota.
***
Saat ini Gavin berada di balkon kamar Shelina. Dalam hati lelaki itu merutuki dirinya. Bagaimana ia bisa melihat Shelina sementara dibalik pintu kaca itu tertutup gorden. Lagi pula pintunya pasti terkunci. Jika dengan terang-terangan lelaki itu mengetuk dan menyuruh Shelina membuka pintu tak ada gunanya. Gadis itu pasti tak ingin melakukannya. Apalagi bertemu dengan Gavin.
Helaan napas Gavin gusar. Ia bingung harus melakukan apa. Apa ia harus kembali atau tetap di sini?
Kaki Gavin melangkah pelan mendekati pintu. Ia belum memastikan apakah pintu kaca itu benar-benar dikunci. Dewi fortuna seakan berpihak padanya. Pintu kaca itu ternyata tidak dikunci. Apakah Shelina lupa menguncinya? Entahlah, mungkin saja.
Gavin membuka pintu itu dengan pelan, lalu menutupnya. Ia berjalan mengendap-endap mendekati Shelina yang tidur di atas kasur. Meskipun hanya dengan pencahayaan lampu tidur, Gavin merasa lega dapat melihat wajah Shelina. Gadis itu terlihat damai ketika tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK MEMORIES
Teen Fiction[HIATUS] Kecelakaan mobil yang dialami Shelina membuat sebagian ingatannya hilang. Tentang siapa yang menabraknya belum terungkap sampai saat ini. Akibat kecelakaan itu, Shelina kehilangan Ayahnya. Terlepas dari semua itu, Shelina kembali menjalani...