"Hehh, siapa kamu?!!"
Shelina menoleh ke belakang, orang itu adalah satpam yang ia duga pasti yang ditugaskan menjaga rumah ini.
"Ss...Shelina?" Satpam berumur 30 tahunan itu memandang Shelina dari atas hingga bawah. Tatapan nyalangnya kini berubah, masih tak percaya.
Shelina membungkuk sambil mengangguk sopan dengan senyuman yang terpancar indah di bibirnya. Seolah mengerti jika satpam ini pasti pernah mengenalnya di masa lalu.
"Permisi Pak, ini betul rumah Gavin kan? Maaf, tadi saya maksa buat masuk. Padahal saya udah mencet bel, tapi gak ada yang nyahut," seloroh Shelina dengan perasaan tak enak.
Masih pangling dengan wajah cantik Shelina, satpam itu tak menyadari kalau gadis remaja di depannya saat ini berbicara dengannya.
"Pak?" Shelina mencoba menyadarkan beliau dengan menjentikkan jari.
"Eh iya iya, tadi Neng bilang apa?" Satpam tersebut menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Maaf ya Neng, saya pangling sama Neng Sheli. Sekarang jadi tambah cakep," ceplosnya dengan kekehan.
Mendengar itu, Shelina tersipu. Kemudian bertanya lagi pada satpam yang ber-badge name Surono, di hadapannya ini.
"Iya bener, masa Eneng udah lupa?" Pak Surono sontak membekap mulutnya sendiri, teringat sesuatu. "Maaf Neng, saya lupa kalo Neng Sheli amnesia."
Kepala Shelina menggeleng. "Nggak apa-apa kok Pak."
"Emm- Neng mau ketemu sama Den Gavin?" tanya beliau. Dijawab anggukan oleh Shelina.
"Oh ya udah, Neng masuk aja! Pintunya juga gak dikunci kok. Den Gavin ada di kamar." Pak Surono menggiring Shelina ke depan pintu. Lalu melenggang pergi meneruskan pekerjaannya.
Gadis itu menyelipkan anak rambutnya ke telinga, lalu membuka pintu besar tersebut. Sunyi, itu suasana yang Shelina rasakan pertama kali. "Permisi."
'Apa disini tidak ada pembantu?' batinnya.
Rasa pening di kepalanya kambuh seketika, sepertinya dulu ia sering bermain di rumah Gavin. "Tahan Shel, lo harus tahan."
Sekilas memori itu kembali bermunculan, gadis itu melangkah dengan mata terpejam. Kini, di pikirannya ada seorang anak laki-laki yang mengajaknya ke arah tangga.
Anak itu sudah sampai di atas, sementara Shelina masih berada di anak tangga pertama. Ia naik pelan-pelan dengan satu tangan memegang kepala, dan yang satunya lagi berpegangan pada railing tangga.
Tiba di atas, terlihat anak laki-laki itu membuka pintu dan masuk ke sebuah kamar. Shelina mengikutinya, namun dahi mulusnya malah membentur pintu itu. Sontak gadis itu membuka mata, cukup terkejut saat menyadari dirinya sudah ada di lantai dua.
'Kayaknya ini kamar Gavin deh,' pikir Shelina menatap pintu bercat putih itu.
Tok tok tok...
"Vin, ini gue Nana. Lo di dalem kan?" Shelina berharap lelaki itu menjawabnya, tapi tidak ada suara sama sekali. "Nio?"
Tatapan gadis itu menyapu, merasa heran dengan rumah besar yang diliputi aura mencekam. Shelina menatap pintu kembali, tangannya tergerak memegang kenop pintu. Ternyata tak terkunci, perlahan pintu itu terbuka.
Dingin, begitulah suasana ruangan bernuansa abu-abu yang dirinya rasakan saat ini. Mungkin disebabkan suhu AC-nya yang rendah.
Kamar ini terlihat berantakan. Sampah kemasan makanan serta minuman ringan berserakan di lantai, buku-buku yang tak tersusun rapi, perlengkapan playstation yang dibiarkan berantakan, beberapa pakaian yang terkumpul di lantai samping lemari, dan selimut yang menggulung di sisi ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK MEMORIES
Teen Fiction[HIATUS] Kecelakaan mobil yang dialami Shelina membuat sebagian ingatannya hilang. Tentang siapa yang menabraknya belum terungkap sampai saat ini. Akibat kecelakaan itu, Shelina kehilangan Ayahnya. Terlepas dari semua itu, Shelina kembali menjalani...