"Keyra diskors. Dua minggu, bisa jadi lebih. Gila gak tuh." Angel membuka pembicaraan sembari mengunyah keripik kentangnya.
"Serius? Ketauan sama siapa?" Tanya Bella. Alana hanya menyimak pembicaraan. Ini jam kosong. Tapi kenapa istirahat tak kunjung datang.
"Hanaf. Sama pak Agus juga. Wuih, seru sih."
"Lagian. Aneh-aneh aja tuh bocah. Udah tau osis, sekretaris pula. Kelakuan nya bikin gila. Gue kalo jadi Hanaf pun ikutan eneg." Komentar Bella.
"Makanya, padahal kan nggak lama lagi jadi osisnya. Juga, bullying disekolahan sekarang bener-bener udah hilang. Dia berani banget buat mulai lagi." Reira menimpali setelah selesai mengupas buahnya.
"Oiya, terus nasib si Kevin sekarang gimana?" Angel berbisik. Mereka mendekat satu sama lain, menghindari telinga lain yang akan mencuri dengar.
"Nggak ada pemberitahuan berlanjut. Habis katanya dia diperiksa polisi, dia ngilang." Ucap Bella. Alana benar-benar hanya menyimak. Pikirannya tak fokus.
"Dipenjara?" Ceplos Reira.
"Astaga. Ya nggak sampe lah. Kan masih dibawah umur." Jawab Angel.
"Eh, bisa jadi. Dia udah tujuh belas kan, bisa jadi loh." Cerocos Reira.
"Ck, kalo menurut gue sih, money talk. Gak mungkin. Nama keluarganya bisa jadi jelek." Bella sudah seperti pemantik api.
"Oiya, bapaknya Kafka kan punya perusahaan ya." Dan Reira, seperti sumbu yang terbakar.
"Bukan, gue denger mereka beda urusan. Kafka nggak se kartu keluarga lagi sama nyokap nya. Tapi ya bokap tirinya Kafka emang punya perusahaan juga sih." Angel dengan gudang informasinya. Dia telah naik pangkat menjadi admin kedua grub lambe turah sekolah, selamat.
"Atau nggak, emang cuman disuruh rehab aja itu si Kevin nya. Gila sih ya, kembar beda kepribadiannya kebangetan." Tetapi untunglah Bella masih memiliki sisi air yang sedikit menenangkan.
Reira menangkap gerak gerik risau Alana yang sedari tadi terlihat mengecek jam. Bahkan tak sedikitpun ikut menimbrung.
"Lan, kenapa?" Tanya nya pada Alana yang hanya dijawab dengan sebuah gelengan.
Semalam, ia sudah membuka kotak yang kemarin Kafka berikan. Sebuah flashdisk, yang belum Alana buka hingga sekarang. Entahlah, ia hanya tak ingin saja membukanya untuk saat ini.
"Eh, iya. Lo dari tadi diem terus, mikirin apa deh?" Angel ikutan bertanya.
Ketiga gadis itu menatap Alana penuh tanya dan selidik. Seperti menyidang, mereka membutuhkan jawaban.
"Gue nggak kenapa-napa. Udah, lanjutin aja ngobrolnya."
"Aah, pasti kamu jadi kepikiran karena kita bahas Kafka? I'm so sorry, dear." ujar Reira. Benar-benar seperti merasa bersalah.
Alana tersenyum. "Enggak. Gue nggak mikirin itu. Gue cuman penasaran, kenapa dari tadi nggak bel istirahat sih."
"Eh iya juga. Dua jam kita jamkos. Kerasa lama bener ya tumben." Imbuh Bella. Alana berhasil mengalihkan topik pembicaraan.
"Palingan bentar lagi." Ucap Angel dengan santai.
Tak lama, bel istirahat berbunyi. Bella dan Reira menyoraki Angel. "Wuohh, cenayang. Hebat banget nebaknya."
Dan Alana, tanpa menghiraukan teman-teman nya. Ia segera berlari keluar kelas. Segera, menuju kelas Kafka yang masih banyak orang didalamnya. Ia tidak peduli.
■ ■ ■
Kafka mengangkat kepalanya begitu seseorang melepas headset yang terpasang ditelinganya tiba-tiba. Matanya yang sayu menangkap bayangan Alana yang saat ini tengah tersenyum begitu manis kearahnya. Membawa sebuah kotak makan berwarna biru muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
walk on memories || Na Jaemin [SELESAI] ✔
Fanfiction"Bagaimana bisa, ketika orang lain ada yang tengah menangisi setiap kenangan miliknya aku justru tidak memiliki kenangan apapun." Kim Lana harus berbohong setiap kali ada yang bertanya ingatkah dia dengan orang itu. Berpura-pura mengenal semua orang...