"Alana, udah mau telat loh." Alana mendengar teriakan itu dari lantai satu. Suara Mamanya menggema bahkan hingga kamarnya yang berada di lantai dua. Ia melirik sekilas jam weker nya yang berada di atas nakas. Lima belas menit lagi bel masuk akan berbunyi.
"Alana, sarapan dulu." Mengabaikan teriakan dari Mamanya sembari berlari, sesegera mungkin keluar dari rumah.
"Nggak sempat, Ma. Aku berangkat." Teriak Alana ketika sudah berada diteras rumah. Dan yang tersisa hanya Mamanya seorang diri diruang makan. Membuang nafas panjang guna menenangkan diri menghadapi sikap anak tunggalnya.
"Ck, telat lagi nih gue. Astaga." Kini, Alana berdiri didepan gerbang sekolahnya dengan wajah pasrah. Sudah ketiga kalinya di minggu ini ia terlambat masuk sekolah.
"Tega banget emang guru BK. Kelas gue masih mulai lima menit lagi elah." Setelah mengeluh seorang diri, Alana melangkahkan kakinya kearah belakang sekolah.
Setiap kali terlambat, gadis itu akan muncul dari kantin sekolah yang memang memiliki pintu di belakang. Meskipun pada akhirnya ia akan ketahuan karena membolos jam pertama. Ia tidak pernah bosan. Terhitung, sudah tiga kali ini dia terlambat masuk kelas karena terlambat masuk sekolah dan empat kali sengaja membolos pelajaran.
"Bu, nasi rames nya satu." Pesannya pada ibu kantin yang tengah menyiapkan barang dagangannya.
"Terlambat lagi neng?" Alana tersenyum tipis sebagai jawaban.
Setelah menunggu lima menit dengan melamun, akhirnya nasi rames dengan segelas teh hangatnya datang menghampiri dirinya yang sudah berusaha duduk diujung kantin. Memungkinkan untuk tidak terlihat dari siapapun yang melewat disekitar luaran kantin.
"Enak kaya nya, ya." Alana yang baru saja akan memasukkan satu suap nasi kedalam mulutnya urung. Ia pun enggan menoleh. Hanya mematung ditempat. Suara itu menghantuinya tiga kali dalam satu minggu ini.
"Loh silakan, silakan lanjutin dulu sarapannya."
Shit. Makinya dalam hati.
Ia menoleh dengan ragu, lantas tersenyum memelas. "Saya belum sarapan pak, saya sarapan dulu ya."
"Iya, iya ndak apa. Sarapan dulu aja. Setelah itu tau kan harus kemana?" Alana mengangguk senang.
Gitu dong tiap hari, kan gue jadinya nggak perlu jaim kalo mau sarapan.
"Siap Pak Agus." Ia menghormat sebagai balasan. Dan kemudian guru killer dengan atas nama Pak Agus itu meninggalkan nya seorang diri dikantin.
■ ■ ■
"Dihukum lagi?" Alana melirik sekilas orang yang baru saja tak sengaja berpapasan dengannya didepan pintu toilet.
"Astaga, Alana. Udah ketiga kalinya di minggu ini." Kalian pasti akan mengenalnya. Si ketua osis yang selalu menjadi tangan kanan Pak Agus.
"Gue bangun telat, Naf. Ya kali bisa dateng tepat waktu." Keluhnya pada Hanaf sembari mengembalikan ember yang berisi cairan pembersih dan beberapa sikat kamar mandi.
Hanaf tertawa. Sangat manis melihat tawanya kali ini. Tak lagi mampu dideskripsikan tawa itu.
"Nanti keruang osis deh, gue kasih lo amanah biar nggak telat sekali-kali."
Alana menoleh kearahnya dengan keheranan. "Apaan?"
"Alanaaa!!" Baru saja Hanaf akan bersuara kembali, tiga toa itu datang dengan berlari kearah Alana. Menginterupsi perkataan Hanaf.
"Nanti ke ruang osis aja, gue kasih tau."
"Alana kenapa telat lagi, sih. Kan jadinya tertinggal pelajarannya." Reira berujar panik dengan wajah kalemnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
walk on memories || Na Jaemin [SELESAI] ✔
Fanfiction"Bagaimana bisa, ketika orang lain ada yang tengah menangisi setiap kenangan miliknya aku justru tidak memiliki kenangan apapun." Kim Lana harus berbohong setiap kali ada yang bertanya ingatkah dia dengan orang itu. Berpura-pura mengenal semua orang...